Translate

PP Pengganti UU BHP

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 66 TAHUN 2010

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :  a.  bahwa  Peraturan  Pemerintah Nomor  17  Tahun  2010

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

tidak mengatur tata kelola satuan pendidikan karena

telah  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  9  Tahun

2009 tentang Badan Hukum Pendidikan;

b.  bahwa  berdasarkan  Putusan  Mahkamah  Konstitusi

Nomor  11-14-21-126-136/PUU-VII/2009  tanggal

31 Maret 2010, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009

tentang  Badan  Hukum  Pendidikan  dinyatakan  tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

c.  bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana

dimaksud  dalam  huruf  a  dan  huruf  b  perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

17  Tahun  2010  tentang  Pengelolaan  dan

Penyelenggaraan Pendidikan;

Mengingat  :  1.  Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang  Nomor  20  Tahun  2003  tentang

Sistem  Pendidikan  Nasional  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4301);

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN  PEMERINTAH  NOMOR  17  TAHUN  2010

TENTANG  PENGELOLAAN  DAN  PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN.

Pasal I

Beberapa  ketentuan  dalam  Peraturan  Pemerintah

Nomor  17  Tahun  2010  tentang  Pengelolaan  dan

Penyelenggaraan Pendidikan  (Lembaran Negara Republik

Indonesia  Tahun  2010  Nomor  23,  Tambahan  Lembaran

Negara Nomor 5105), diubah sebagai berikut:

1.  Ketentuan  Pasal  1  diubah,   di  antara  angka  17  dan

angka 18 disisipkan 1  (satu) angka yakni angka 17A

dan  ketentuan  angka  22  diubah,  sehingga  Pasal  1

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam  Peraturan  Pemerintah  ini  yang  dimaksud

dengan:

1.    Pengelolaan  pendidikan  adalah  pengaturan

kewenangan  dalam  penyelenggaraan  sistem

pendidikan  nasional  oleh  Pemerintah,

pemerintah  provinsi,  pemerintah

kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang

didirikan  masyarakat,  dan  satuan  pendidikan

agar  proses  pendidikan  dapat  berlangsung

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

2.    Penyelenggaraan  pendidikan  adalah  kegiatan

pelaksanaan komponen  sistem pendidikan pada

satuan  atau  program  pendidikan  pada  jalur,

jenjang,  dan  jenis  pendidikan  agar  proses

pendidikan  dapat  berlangsung  sesuai  dengan

tujuan pendidikan nasional.

 

 

 

 

3.    Pendidikan  anak  usia  dini  adalah  suatu  upaya

pembinaan  yang  ditujukan  kepada  anak  sejak

lahir  sampai  dengan  usia  6  (enam)  tahun  yang

dilakukan  melalui  pemberian  rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan  jasmani  dan  rohani  agar  anak

memiliki  kesiapan  dalam memasuki  pendidikan

lebih lanjut.

4.    Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat

TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  formal

yang  menyelenggarakan  program  pendidikan

bagi  anak  berusia  4  (empat)  tahun  sampai

dengan 6 (enam) tahun.

5.    Raudhatul  Athfal,  yang  selanjutnya  disingkat

RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  formal

yang  menyelenggarakan  program  pendidikan

dengan  kekhasan  agama  Islam  bagi  anak

berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)

tahun.

6.    Pendidikan  formal adalah  jalur pendidikan yang

terstruktur  dan  berjenjang  yang  terdiri  atas

pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan

pendidikan tinggi.

7.    Pendidikan  dasar  adalah  jenjang  pendidikan

pada  jalur  pendidikan  formal  yang  melandasi

jenjang  pendidikan  menengah,  yang

diselenggarakan  pada  satuan  pendidikan

berbentuk  Sekolah  Dasar  dan  Madrasah

Ibtidaiyah atau bentuk  lain yang sederajat serta

menjadi  satu  kesatuan  kelanjutan  pendidikan

pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah

Menengah  Pertama  dan  Madrasah  Tsanawiyah,

atau bentuk lain yang sederajat.

 

 

8.    Sekolah  Dasar,  yang  selanjutnya  disingkat  SD,

adalah  salah  satu  bentuk  satuan  pendidikan

formal  yang  menyelenggarakan  pendidikan

umum pada jenjang pendidikan dasar.

9.   Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat

MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

formal  dalam  binaan  Menteri  Agama  yang

menyelenggarakan  pendidikan  umum  dengan

kekhasan agama  Islam pada  jenjang pendidikan

dasar.

10.    Sekolah  Menengah  Pertama,  yang  selanjutnya

disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  umum  pada  jenjang  pendidikan

dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk

lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari  hasil

belajar  yang  diakui  sama  atau  setara  SD  atau

MI.

11.   Madrasah  Tsanawiyah,  yang  selanjutnya

disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  umum

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  dasar  sebagai  lanjutan  dari SD, MI,

atau  bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan

dari hasil  belajar  yang  diakui  sama  atau  setara

SD atau MI.

12.    Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan

pada  jalur  pendidikan  formal  yang  merupakan

lanjutan  pendidikan  dasar,  berbentuk  Sekolah

Menengah  Atas,  Madrasah  Aliyah,  Sekolah

Menengah  Kejuruan,  dan  Madrasah  Aliyah

Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

13.    Sekolah  Menengah  Atas,  yang  selanjutnya

disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  umum  pada  jenjang  pendidikan

menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau

bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari

hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP

atau MTs.

14.   Madrasah  Aliyah,  yang  selanjutnya  disingkat

MA,  adalah  salah  satu  bentuk  satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  umum

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  menengah  sebagai  lanjutan  dari

SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau

lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

15.    Sekolah  Menengah  Kejuruan,  yang  selanjutnya

disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  kejuruan  pada  jenjang  pendidikan

menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau

bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari

hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP

atau MTs.

16.   Madrasah  Aliyah  Kejuruan,  yang  selanjutnya

disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  kejuruan

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  menengah  sebagai  lanjutan  dari

SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau

lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

17.    Pendidikan  tinggi  adalah  jenjang  pendidikan

pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan

menengah  yang  dapat  berupa  program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,

dan  doktor,  yang  diselenggarakan  oleh

perguruan tinggi.

17A.   Akademi  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  vokasi  dalam

1  (satu)  cabang  atau  sebagian  cabang  ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.

18.    Politeknik  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  vokasi  dalam

sejumlah bidang pengetahuan khusus.

19.    Sekolah  tinggi  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  vokasi  dalam  lingkup  satu  disiplin

ilmu  tertentu  dan  jika  memenuhi  syarat  dapat

menyelenggarakan pendidikan profesi.

20.    Institut  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  pendidikan  vokasi  dalam  sekelompok

disiplin  ilmu  pengetahuan,  teknologi,  dan/atau

seni  dan  jika  memenuhi  syarat  dapat

menyelenggarakan pendidikan profesi.

21.    Universitas  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  pendidikan  vokasi  dalam  sejumlah

ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

jika  memenuhi  syarat  dapat  menyelenggarakan

pendidikan profesi.

22.    Program  studi  adalah  program  yang  mencakup

kesatuan  rencana  belajar  sebagai  pedoman

penyelenggaraan  pendidikan  yang

diselenggarakan  atas  dasar  suatu  kurikulum

serta  ditujukan  agar  peserta  didik  dapat

menguasai  pengetahuan,  keterampilan,  dan

sikap sesuai dengan sasaran kurikulum.

23.    Jurusan  atau  nama  lain  yang  sejenis  adalah

himpunan  sumber  daya  pendukung  program

studi  dalam  1  (satu)  rumpun  disiplin  ilmu

pengetahuan,  teknologi,  seni,  dan/atau

olahraga.

24.    Fakultas  atau  nama  lain  yang  sejenis  adalah

himpunan sumber daya pendukung, yang dapat

dikelompokkan  menurut  jurusan,  yang

menyelenggarakan  dan  mengelola  pendidikan

akademik,  vokasi,  atau  profesi  dalam  1  (satu)

rumpun  disiplin  ilmu  pengetahuan,  teknologi,

seni, dan/atau olahraga.

25.    Standar  Nasional  Pendidikan  adalah  kriteria

minimal  tentang  sistem  pendidikan  di  seluruh

wilayah  hukum  Negara  Kesatuan  Republik

Indonesia.

26.    Standar  pelayanan  minimal  adalah  kriteria

minimal  berupa  nilai  kumulatif  pemenuhan

Standar  Nasional  Pendidikan  yang  harus

dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.

27.    Kurikulum  adalah  seperangkat  rencana  dan

pengaturan  mengenai  tujuan,  isi,  dan  bahan

pelajaran,  serta  cara  yang  digunakan  sebagai

pedoman  penyelenggaraan  kegiatan

pembelajaran  untuk  mencapai  tujuan

pendidikan.

28.    Dosen adalah pendidik profesional dan  ilmuwan

pada  perguruan  tinggi  dengan  tugas  utama

mentransformasikan,  mengembangkan,  dan

menyebarluaskan  ilmu  pengetahuan,  teknologi,

dan  seni  melalui  pendidikan,  penelitian,  dan

pengabdian kepada masyarakat.

29.   Mahasiswa  adalah  peserta  didik  yang  terdaftar

dan belajar pada perguruan tinggi.

30.    Sivitas  akademika  adalah  komunitas  dosen  dan

mahasiswa pada perguruan tinggi.

31.    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di

luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan

secara terstruktur dan berjenjang.

32.    Kelompok  belajar  adalah  satuan  pendidikan

nonformal  yang  terdiri  atas  sekumpulan  warga

masyarakat  yang  saling  membelajarkan

pengalaman  dan  kemampuan  dalam  rangka

meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya.

33.    Pusat  kegiatan  belajar  masyarakat  adalah

satuan  pendidikan  nonformal  yang

menyelenggarakan  berbagai  kegiatan  belajar

sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar

prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.

34.    Pendidikan  berbasis  keunggulan  lokal  adalah

pendidikan  yang  diselenggarakan  setelah

memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan  dan

diperkaya  dengan  keunggulan  kompetitif

dan/atau komparatif daerah.

35.    Pendidikan  bertaraf  internasional  adalah

pendidikan  yang  diselenggarakan  setelah

memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan  dan

diperkaya  dengan  standar  pendidikan  negara

maju.

36.    Pembelajaran  adalah  proses  interaksi  peserta

didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.

37.    Pendidikan  jarak  jauh  adalah  pendidikan  yang

peserta  didiknya  terpisah  dari  pendidik  dan

pembelajarannya  menggunakan  berbagai

sumber  belajar  melalui  teknologi  komunikasi,

informasi, dan media lain.

38.    Pendidikan  khusus merupakan  pendidikan  bagi

peserta  didik  yang  memiliki  tingkat  kesulitan

dalam  mengikuti  proses  pembelajaran  karena

kelainan  fisik,  emosional,  mental,  sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa.

39.    Pendidikan  berbasis  masyarakat  adalah

penyelenggaraan  pendidikan  berdasarkan

kekhasan  agama,  sosial,  budaya,  aspirasi,  dan

potensi  masyarakat  sebagai  perwujudan

pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

40.    Pendidikan  informal  adalah  jalur  pendidikan

keluarga dan lingkungan.

41.    Organisasi  profesi  adalah  kumpulan  anggota

masyarakat  yang  memiliki  keahlian  tertentu

yang  berbadan  hukum  dan  bersifat

nonkomersial.

42.    Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang

beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang

peduli pendidikan.

43.    Komite  sekolah/madrasah  adalah  lembaga

mandiri  yang  beranggotakan  orang  tua/wali

peserta  didik,  komunitas  sekolah,  serta  tokoh

masyarakat yang peduli pendidikan.

44.    Kementerian  adalah  kementerian  yang

menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di

bidang pendidikan nasional.

45.    Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

46.    Pemerintah  daerah  adalah  pemerintah  provinsi,

pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

47.    Menteri adalah menteri  yang menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  pendidikan

nasional.

 

2.  Ketentuan  Pasal  49  diubah  sehingga  Pasal  49

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49

(1)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  bertujuan

memajukan  pendidikan  nasional  berdasarkan

Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara

Republik  Indonesia  Tahun  1945,  dengan

menerapkan  manajemen  berbasis

sekolah/madrasah  pada  jenjang  pendidikan

dasar  dan  menengah  dan  otonomi  perguruan

tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  didasarkan

pada prinsip:

a.  nirlaba,  yaitu  prinsip  kegiatan  satuan

pendidikan  yang  bertujuan  utama  tidak

mencari  keuntungan,  sehingga  seluruh  sisa

lebih  hasil  kegiatan  satuan  pendidikan

harus  digunakan  untuk  meningkatkan

kapasitas  dan/atau  mutu  layanan  satuan

pendidikan;

b.  akuntabilitas,  yaitu  kemampuan  dan

komitmen  satuan  pendidikan  untuk

mempertanggungjawabkan  semua  kegiatan

yang  dijalankan  kepada  pemangku

kepentingan  sesuai  dengan  ketentuan

peraturan perundang-undangan;

c.  penjaminan  mutu,  yaitu  kegiatan  sistemik

satuan  pendidikan  dalam  memberikan

layanan  pendidikan  formal  yang memenuhi

atau  melampaui  Standar  Nasional

Pendidikan secara berkelanjutan;

d.  transparansi,  yaitu  keterbukaan  dan

kemampuan  satuan  pendidikan menyajikan

informasi  yang  relevan  secara  tepat  waktu

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan dan standar pelaporan

yang  berlaku  kepada  pemangku

kepentingan.

e.  akses  berkeadilan,  yaitu  memberikan

layanan  pendidikan  formal  kepada  calon

peserta  didik  dan  peserta  didik,  tanpa

pengecualian.

 

3.  Ketentuan  Pasal  53  diubah  sehingga  Pasal  53

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 53

(1)  Satuan  pendidikan  wajib  memberikan  layanan

pendidikan  kepada  calon  peserta  didik  dan

peserta didik, tanpa  memandang latar belakang

agama,  ras,  etnis,  gender,  status  sosial,  dan

kemampuan ekonomi.

(2)  Satuan  pendidikan  wajib  menjamin  akses

pelayanan  pendidikan  bagi  peserta  didik  yang

membutuhkan pendidikan khusus, dan layanan

khusus.

 

4.  Di  antara  Pasal  53  dan  Pasal  54  disisipkan  2  (dua)

pasal  yakni  Pasal  53A  dan  Pasal  53B  yang  berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 53A

(1)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik

berkewarganegaraan  Indonesia,  yang  memiliki

potensi akademik memadai dan kurang mampu

secara  ekonomi, paling  sedikit 20%  (dua puluh

persen)  dari  jumlah  keseluruhan  peserta  didik

baru.

(2)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

menyediakan  beasiswa  bagi  peserta  didik

berkewarganegaraan  Indonesia  yang

berprestasi.

(3)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

menyediakan  bantuan  biaya  pendidikan  bagi

peserta  didik  berkewarganegaraan  Indonesia

yang  tidak  mampu  secara  ekonomi  dan  yang

orang  tua  atau  pihak  yang  membiayai  tidak

mampu secara ekonomi.

(4)  Bantuan  biaya  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (3),  diberikan  kepada

paling  sedikit  20%  (dua  puluh  persen)  dari

jumlah seluruh peserta didik.

(5)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  dapat  mengalokasikan

beasiswa bagi warga negara asing.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut mengenai  beasiswa  dan

bantuan  biaya  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (2),  ayat  (4),  dan  ayat  (5)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 53B

(1)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  wajib menjaring  peserta  didik

baru program  sarjana melalui pola penerimaan

secara nasional paling sedikit 60% (enam puluh

persen)  dari  jumlah  peserta  didik  baru  yang

diterima  untuk  setiap  program  studi  pada

program pendidikan sarjana.

(2)  Pola  penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  termasuk

penerimaan  mahasiswa  melalui  penelusuran

minat dan bakat atau bentuk lain yang sejenis.

(3)  Peserta  didik  baru  yang  terjaring  melalui  pola

penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), termasuk peserta didik

yang  tidak  mampu  secara  ekonomi  dan  yang

orang  tua  atau  pihak  yang  membiayai  tidak

mampu secara ekonomi.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pola

penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

 

5.  Di  antara  Pasal  58  dan  Pasal  59  disisipkan

10  (sepuluh)  pasal  yakni  Pasal  58A,  Pasal  58B,

Pasal  58C,  Pasal  58D,  Pasal  58E,  Pasal  58F,  Pasal

58G,  Pasal  58H,  Pasal  58I,  dan  Pasal  58J  yang

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58A

Satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan  menengah

yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  memiliki  paling  sedikit  2  (dua)

organ yang terdiri atas:

a.  kepala  sekolah/madrasah  yang  menjalankan

fungsi manajemen  satuan  pendidikan  anak  usia

dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan menengah; dan

b.  komite  sekolah/madrasah  yang  menjalankan

fungsi  pengarahan,  pertimbangan,  dan

pengawasan akademik.

Pasal 58B

(1)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  anak  usia  dini

jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah

menggunakan tata kelola sebagai berikut:

a.  kepala  sekolah/madrasah  menjalankan

manajemen  berbasis  sekolah/madrasah

untuk  dan  atas  nama

Gubernur/Bupati/Walikota  atau  Menteri

Agama  sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

b.  komite  sekolah/madrasah  memberi

bantuan  pengarahan,  pertimbangan,  dan

melakukan  pengawasan  akademik  kepada

dan terhadap kepala sekolah/madrasah.

(2)  Manajemen  berbasis  sekolah/madrasah

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a

merupakan  kewenangan  kepala

sekolah/madrasah menentukan  secara mandiri

untuk  satuan  pendidikan  yang  dikelolanya

dalam bidang manajemen, yang meliputi:

a.  rencana strategis dan operasional;

b.  struktur organisasi dan tata kerja;

c.  sistem audit dan pengawasan internal; dan

d.  sistem penjaminan mutu internal.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan

satuan  pendidikan  anak usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan

menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur  dengan  Peraturan

Gubernur/Bupati/Walikota  atau  Peraturan

Menteri Agama.

Pasal 58C

(1)  Organ dan pengelolaan satuan pendidikan anak

usia  dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,

dan/atau  pendidikan  menengah  yang

diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan

tata  kelola  yang  ditetapkan  oleh  badan hukum

nirlaba  yang  sah  berdasarkan  ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan

berdasarkan prinsip  sebagaimana diatur dalam

Pasal 49 ayat (2).

Pasal 58D

(1)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  memiliki  paling  sedikit

4 (empat) jenis organ yang terdiri atas:

a.  rektor,  ketua,  atau  direktur  yang

menjalankan  fungsi  pengelolaan  satuan

pendidikan tinggi;

b.  senat  universitas,  institut,  sekolah  tinggi,

akademi, atau politeknik yang menjalankan

fungsi  pertimbangan  dan  pengawasan

akademik;

c.  satuan  pengawasan  yang  menjalankan

fungsi  pengawasan  bidang  non-akademik;

dan

d.  dewan  pertimbangan  yang  menjalankan

fungsi  pertimbangan  non-akademik  dan

fungsi  lain  yang  ditentukan  dalam  statuta

satuan pendidikan tinggi masing-masing.

(2)  Nama  organ  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  huruf  c  dan  huruf  d  diatur  dalam

statuta  satuan  pendidikan  tinggi  masing-

masing.

(3)  Ketentuan  mengenai  jumlah  dan  jenis  organ

selain  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)

diatur  dalam  statuta  satuan  pendidikan  tinggi

masing-masing.

Pasal 58E

(1)  Rektor,  ketua,  atau  direktur  sebagaimana

dimaksud  dalam  Pasal  58D  ayat  (1)  huruf  a

diangkat  dan  diberhentikan  oleh Menteri  atau

Menteri  Agama,  sebagai  pemimpin  satuan

pendidikan tinggi.

(2)  Rektor,  ketua,  atau  direktur  sebagaimana

dimaksud pada ayat  (1), dibantu oleh beberapa

unsur  pimpinan  pada  tingkat  satuan

pendidikan  tinggi  dan/atau  pada  tingkat

fakultas atau sebutan lain yang sejenis.

(3)  Jumlah  dan  jenis  unsur  pimpinan  satuan

pendidikan  tinggi  sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur dalam statuta satuan pendidikan

tinggi masing-masing atas persetujuan Menteri

yang  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan

di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(4)  Ketentuan  mengenai  tata  cara  pengangkatan

dan pemberhentian rektor, ketua, atau direktur

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur

dengan Peraturan Menteri.

Pasal 58F

(1)  Tata  kelola  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sebagai

berikut:

a.  rektor,  ketua,  atau  direktur  menjalankan

otonomi  perguruan  tinggi  untuk  dan  atas

nama  Menteri  dalam  bidang  pendidikan

tinggi,  penelitian,  pengabdian  kepada

masyarakat  dan  bidang  lainnya  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan;

b.  senat  universitas,  institut,  sekolah  tinggi,

akademi,  atau  politeknik  memberi

pertimbangan  dan  melakukan  pengawasan

terhadap rektor, ketua, atau direktur dalam

pelaksanaan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang akademik;

c.  satuan pengawasan melakukan pengawasan

pelaksanaan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang non akademik untuk dan atas nama

rektor, ketua, atau direktur;

 

d.  dewan  pertimbangan  memberi

pertimbangan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang non-akademik dan fungsi lain sesuai

statuta kepada rektor, ketua, atau direktur.

(2)  Otonomi  perguruan  tinggi  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  terdiri  atas

kewenangan  rektor,  ketua,  atau  direktur

menentukan secara mandiri satuan pendidikan

yang dikelolanya antara lain dalam:

a.  bidang manajemen organisasi, yaitu:

1.  rencana strategis dan operasional;

2.  struktur organisasi dan tata kerja;

3.  sistem  pengendalian  dan  pengawasan

internal; dan

4.  sistem penjaminan mutu internal,

yang  ditetapkan  oleh  rektor,  ketua,  atau

direktur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b.  bidang akademik, yaitu:

1.  norma,  kebijakan,  dan  pelaksanaan

pendidikan:

a)  persyaratan akademik mahasiswa yang

akan diterima;

b)  pembukaan,  perubahan,  dan

penutupan program studi;

c)  kerangka  dasar  dan  struktur

kurikulum  serta  kurikulum  program

studi;

d)  proses pembelajaran;

e)  penilaian hasil belajar;

f)  persyaratan kelulusan; dan

g)  wisuda.

2.  norma,  kebijakan,  serta  pelaksanaan

penelitian  dan  pengabdian  kepada

masyarakat.

c.  bidang kemahasiswaan, yaitu:

1.  norma dan kebijakan kemahasiswaan;

2.  kegiatan  kemahasiswaan  intrakurikuler

dan ekstrakurikuler;

3.  organisasi kemahasiswaan; dan

4.  pembinaan bakat dan minat mahasiswa.

d.  bidang sumber daya manusia, yaitu:

1.  norma dan kebijakan pengelolaan sumber

daya manusia;

2.  persyaratan  dan  prosedur  penerimaan

sumber daya manusia;

3.  penugasan  dan  pembinaan  sumber  daya

manusia;

4.  penyusunan target kerja dan jenjang karir

sumber daya manusia; dan

5.  pemberhentian sumber daya manusia,

yang ditetapkan oleh  rektor, ketua, direktur

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan bidang kepegawaian.

e.  bidang sarana dan prasarana, yaitu:

1.  norma dan kebijakan pengelolaan  sarana

dan prasarana; dan

2.  penggunaan sarana dan prasarana,

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan.

(3)    Otonomi perguruan tinggi dalam:

a.  bidang keuangan yaitu:

1.  norma  dan  kebijakan  pengelolaan  bidang

keuangan;

2.  perencanaan  dan  pengelolaan  anggaran

jangka pendek dan jangka panjang;

3.  tarif setiap jenis layanan pendidikan;

4.  penerimaan,  pembelanjaan,  dan

pengelolaan uang;

5.  melakukan  investasi  jangka  pendek  dan

jangka panjang;

6.  melakukan  pengikatan  dalam  tri  dharma

perguruan tinggi dengan pihak ketiga;

7.  memiliki  utang  dan  piutang  jangka

pendek dan jangka panjang; dan

8.  sistem  pencatatan  dan  pelaporan

keuangan.

b.  bidang sumber daya manusia yaitu jenis dan

besar gaji serta tunjangan yang melekat pada

gaji  yang  diberikan  di  atas  gaji  dan

tunjangan  melekat  yang  diterima  pegawai

negeri sipil.

c.  bidang sarana dan prasarana yaitu:

1.  pembelian dan tatacara pembelian sarana

dan prasarana;

2.  pencatatan sarana dan prasarana;

3.  penghapusan sarana dan prasarana,

dapat  dijalankan  apabila  satuan  pendidikan

tinggi  menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan

badan layanan umum.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan

satuan  pendidikan  tinggi,  dan  otonomi

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diatur  dalam  statuta

masing-masing  satuan  pendidikan  tinggi  yang

ditetapkan oleh Menteri.

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  otonomi

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (3)  yang  sesuai  dengan  karakteristik

pengelolaan  satuan  pendidikan  tinggi

ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  keuangan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(6)  Dalam  hal  satuan  pendidikan  tinggi  tidak

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan  umum  maka  otonomi  sebagaimana

tercantum  pada  ayat  (3)  diatur  dengan  pola

pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Pasal 58G

(1)  Organ  dan  pengelolaan  satuan  pendidikan

tinggi  yang  diselenggarakan  oleh  masyarakat

menggunakan  tata  kelola  yang  ditetapkan  oleh

badan  hukum  nirlaba  yang  sah  berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan

berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam

Pasal 49 ayat (2).

Pasal 58H

(1)  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing

menanggung  seluruh  biaya  investasi,  biaya

operasional,  beasiswa,  dan  bantuan  biaya

pendidikan  bagi  satuan  pendidikan  dasar  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah daerah.

(2)  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kemampuan  dan  kewenangan  masing-

masing  menanggung  biaya  investasi,  biaya

operasional, beasiswa, dan/atau bantuan biaya

pendidikan  bagi  satuan  pendidikan  anak  usia

dini  jalur  formal  dan/atau  pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(3)  Pemerintah  sesuai  dengan  kemampuan

keuangan  negara menanggung  biaya  investasi,

biaya operasional, beasiswa, dan/atau bantuan

biaya pendidikan bagi satuan pendidikan  tinggi

yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(4)  Dana untuk  biaya  investasi,  biaya  operasional,

beasiswa,  dan/atau  bantuan  biaya  pendidikan

bagi  satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur

formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah disalurkan

kepada  kepala  sekolah/madrasah  dan  dikelola

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(5)  Dana untuk  biaya  investasi,  biaya  operasional,

beasiswa,  dan/atau  bantuan  biaya  pendidikan

bagi  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  disalurkan

kepada rektor, ketua, atau direktur dan dikelola

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 58I

Satuan  pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  dapat

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

Pasal 58J

(1)  Akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan

satuan  pendidikan  wajib  diwujudkan  paling

sedikit dengan:

a.  menyelenggarakan  tata  kelola  satuan

pendidikan berdasarkan prinsip  tata kelola

satuan  pendidikan  sebagaimana  dimaksud

dalam Pasal 49 ayat (2);

b.  menyeimbangkan  jumlah  peserta  didik,

kapasitas  sarana  dan  prasarana,  pendidik,

tenaga  kependidikan  serta  sumber  daya

lainnya;

c.  menyelenggarakan  pendidikan  tidak  secara

komersial; dan

d.  menyusun  laporan  penyelenggaraan

pendidikan  dan  laporan  keuangan  tepat

waktu,  transparan,  dan  akuntabel  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  akuntabilitas

pengelolaan  dan  penyelenggaraan  satuan

pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

6.  Ketentuan  Pasal  60  diubah  sehingga  Pasal  60

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60

(1)  Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:

a.  pendidikan anak usia dini;

b.  pendidikan dasar;

c.  pendidikan menengah; dan

d.  pendidikan tinggi.

(2)  Penyelenggara satuan pendidikan terdiri atas:

a.  pemerintah daerah yang menyelenggarakan

satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur

formal, pendidikan dasar dan menengah;

b.  Kementerian  yang  menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  agama

menyelenggarakan satuan pendidikan anak

usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan

menengah;

c.  Kementerian  yang  menyelenggarakan

satuan pendidikan tinggi; dan

d.  masyarakat yang menyelenggarakan satuan

pendidikan  anak  usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  menengah,  dan/atau

tinggi,  melalui  badan  hukum  yang

berbentuk  antara  lain  yayasan,

perkumpulan, dan badan lain sejenis.

 

7.  Ketentuan  Pasal  170  diubah  sehingga  Pasal  170

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 170

(1)  Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan

pendidikan  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah,  berstatus

sebagai  pegawai  negeri  sipil  dan  non-pegawai

negeri  sipil  sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2)  Pendidik dan tenaga kependidikan non-pegawai

negeri  sipil  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  membuat  perjanjian  dengan  kepala

sekolah/madrasah  atau  rektor,  ketua,  atau

direktur.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  jenis  dan  isi

perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan Peraturan Menteri.

 

8.  Judul  BAB  XIII  diubah  sehingga  BAB  XIII  berbunyi

sebagai berikut:

BAB XIII

PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENUTUPAN SATUAN

PENDIDIKAN

 

9.  Ketentuan  Pasal  182  diubah  dan  di  antara  ayat  (9)

dan ayat  (10) disisipkan 1  (satu) ayat yakni ayat  (9a)

sehingga Pasal 182 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 182

(1)  Pendirian  program  atau  satuan  pendidikan

anak  usia  dini  formal,  pendidikan  dasar,

pendidikan  menengah,  dan  pendidikan  tinggi

wajib  memperoleh  izin  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  sesuai  dengan

kewenangannya.

(2)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  TK,  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  standar  pelayanan  minimum

sampai  dengan  Standar  Nasional  Pendidikan,

diberikan oleh bupati/walikota.

(3)  Izin  pengembangan  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan

menjadi  satuan  dan/atau  program  pendidikan

bertaraf internasional diberikan oleh Menteri.

(4)  Izin  pengembangan  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan

menjadi  satuan  dan/atau  program  pendidikan

berbasis  keunggulan  lokal,  diberikan  oleh

bupati/walikota.

(5)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1) untuk satuan pendidikan khusus pada

jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah

diberikan oleh gubernur.

(6)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  RA,  MI,  MTs,  MA,  MAK,  dan

pendidikan  keagamaan  dikeluarkan  oleh

Menteri Agama.

(7)  Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan

pendidikan  keagamaan  menjadi  satuan

dan/atau  program  pendidikan  bertaraf

internasional  atau  berbasis  keunggulan  lokal

dikeluarkan oleh Menteri Agama.

(8)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  universitas  dan  institut  yang

diselenggarakan oleh Pemerintah diberikan oleh

Presiden atas usul Menteri.

(9)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  sekolah  tinggi,  politeknik,  dan

akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah

diberikan  oleh  Menteri  setelah  mendapat

persetujuan  tertulis  dari  Menteri  yang

menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di

bidang pendayagunaan aparatur Negara.

(9a)   Izin  pendirian  perguruan  tinggi  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  yang  diselenggarakan

oleh  masyarakat  diberikan  oleh  Menteri  atas

usul pengurus atau nama lain yang sejenis dari

badan  hukum  nirlaba  yang  sah  berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  satuan  pendidikan  Indonesia  di

luar negeri diberikan oleh Menteri.

(11)  Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  tata  cara

pemberian  izin  satuan  pendidikan  formal

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  sampai

dengan  ayat  (10)  diatur  dengan  Peraturan

Menteri.

 

10. Ketentuan  Pasal  184  diubah,  dan  ditambahkan

1  (satu)  ayat  yakni  ayat  (6)  sehingga  Pasal  184

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 184

(1)  Syarat-syarat  pendirian  satuan  pendidikan

formal  meliputi  isi  pendidikan,  jumlah  dan

kualifikasi  pendidik  dan  tenaga  kependidikan,

sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan

pendidikan,  sistem  evaluasi  dan  sertifikasi,

serta manajemen dan proses pendidikan.

(2)  Syarat-syarat  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  berpedoman  pada  ketentuan  dalam

Standar Nasional Pendidikan.

(3)  Selain  syarat-syarat  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  pendirian  satuan  pendidikan

harus melampirkan:

a.  hasil  studi  kelayakan  tentang  prospek

pendirian satuan pendidikan formal dari segi

tata ruang, geografis, dan ekologis;

b.  hasil  studi  kelayakan  tentang  prospek

pendirian satuan pendidikan formal dari segi

prospek  pendaftar,  keuangan,  sosial,  dan

budaya;

c.  data  mengenai  perimbangan  antara  jumlah

satuan pendidikan formal dengan penduduk

usia sekolah di wilayah tersebut;

d.  data  mengenai  perkiraan  jarak  satuan

pendidikan  yang  diusulkan  di  antara  gugus

satuan pendidikan formal sejenis;

e.  data mengenai kapasitas daya  tampung dan

lingkup jangkauan satuan pendidikan formal

sejenis yang ada; dan

f.  data mengenai perkiraan pembiayaan untuk

kelangsungan  pendidikan  paling  sedikit

untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.

(4)  Satuan pendidikan  tinggi yang diselenggarakan

oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah

nonkementerian,  selain  harus  memenuhi

persyaratan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (2)  dan  ayat  (3)  harus  pula  memenuhi

persyaratan:

a.  memiliki  program-program  studi  yang

diselenggarakan  secara  khas  terkait  dengan

tugas dan  fungsi kementerian atau  lembaga

pemerintah  nonkementerian  yang

bersangkutan; dan

b.  adanya  undang-undang  sektor  terkait  yang

menyatakan  perlu  diadakannya  pendidikan

yang  diselenggarakan  secara  khas  terkait

dengan  tugas  dan  fungsi  kementerian  atau

lembaga  pemerintah  nonkementerian  yang

bersangkutan.

(5)  Kewenangan  membuka,  mengubah,  dan

menutup program studi sebagaimana dimaksud

dalam  Pasal  58F  ayat  (2)  huruf  (b)  butir  (1.b)

diberikan  secara  bertahap  kepada  perguruan

tinggi.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pentahapan

pemberian  kewenangan  untuk  membuka  dan

menutup program studi sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

11. Di antara Pasal 184 dan Pasal 185 disisipkan 2 (dua)

pasal  baru  yakni  Pasal  184A  dan  Pasal  184B  yang

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 184A

(1)  Perubahan  perguruan  tinggi  dapat  dilakukan

melalui:

a.  perubahan  nama  dan/atau  bentuk  dari

nama  dan/atau  bentuk  perguruan  tinggi

tertentu  menjadi  nama  dan/atau  bentuk

perguruan tinggi yang lain;

b.  penggabungan 2  (dua) atau  lebih perguruan

tinggi  menjadi  1  (satu)  perguruan  tinggi

baru;

c.  1  (satu)  atau  lebih  perguruan  tinggi

bergabung ke perguruan tinggi lain;

d.  pemecahan  dari  1  (satu)  bentuk  perguruan

tinggi  menjadi  2  (dua)  atau  lebih  bentuk

perguruan tinggi yang lain.

(2)  Perubahan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  dilakukan

setelah  mendapat  pertimbangan  dari  Menteri

yang  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan

di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  perubahan

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 184B

(1)  Penutupan  universitas  dan  institut  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  ditetapkan

oleh Presiden atas usul Menteri.

(2)  Penutupan  sekolah  tinggi,  politeknik,  dan

akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah

ditetapkan oleh Menteri.

(3)  Penutupan  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  masyarakat  dilakukan

oleh  badan  hukum  penyelenggara  pendidikan

setelah ijin dicabut oleh Menteri.

(4)  Penutupan  perguruan  tinggi  atau  pencabutan

ijin  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),

ayat  (2),  dan  ayat  (3)  dilakukan  apabila

perguruan  tinggi  yang  bersangkutan  tidak  lagi

memenuhi  syarat  pendirian  atau  proses

penyelenggaraan  perguruan  tinggi  tidak  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penutupan

perguruan  tinggi  atau  pencabutan  ijin

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur

dengan Peraturan Menteri.

 

12. Pasal  207  diubah  sehingga  Pasal  207  berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 207

(1)  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai

dengan  kewenangannya  dapat  memberikan

sanksi  administratif  berupa  peringatan,

penundaan  atau  pembatalan  pemberian

sumber  daya  pendidikan  kepada  satuan

pendidikan,  penutupan  satuan  pendidikan

dan/atau  program  pendidikan  yang

melaksanakan  pendidikan  yang  tidak  sesuai

dengan  ketentuan  sebagaimana  dimaksud

dalam  Pasal  51,  Pasal  53,  Pasal  53B  ayat  (1),

Pasal  54,  Pasal  55,  Pasal  57,  Pasal  58,  Pasal

58J ayat (1), Pasal 69 ayat (4), Pasal 71 ayat (2)

dan ayat  (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat  (6), Pasal

95, Pasal 122 ayat (1), Pasal 131 ayat (5), Pasal

162 ayat (2), Pasal 184, dan Pasal 184A.

(2)  Pengenaan  sanksi  administratif  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  meniadakan

pengenaan sanksi lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara

pemberian  sanksi  administratif  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

 

13. Di  antara  Pasal  220  dan  Pasal  221  disisipkan

6  (enam)  pasal  yakni  Pasal  220A,  Pasal  220B,

Pasal 220C, Pasal 220D, Pasal 220E, dan Pasal 220F

yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 220A

(1)  Pengelolaan  pendidikan  yang  dilakukan  oleh

Universitas  Indonesia,  Universitas  Gadjah

Mada,  Institut  Teknologi  Bandung,  Institut

Pertanian  Bogor,  Universitas  Sumatera  Utara,

Universitas  Pendidikan  Indonesia,  dan

Universitas  Airlangga masih  tetap  berlangsung

sampai  dilakukan  penyesuaian  pengelolaannya

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(2)  Penyesuaian  pengelolaan  sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3

(tiga)  tahun  sebagai  masa  transisi  sejak

Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

(3)  Pengalihan  status  kepegawaian  dosen  dan

tenaga  kependidikan  pada  Universitas

Indonesia,  Universitas  Gadjah  Mada,  Institut

Teknologi  Bandung,  Institut  Pertanian  Bogor,

Universitas  Sumatera  Utara,  Universitas

Pendidikan  Indonesia,  dan  Universitas

Airlangga  yang  sebelumnya  berstatus  sebagai

pegawai  Perguruan  Tinggi Badan Hukum Milik

Negara diatur berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4)  Universitas  Indonesia,  Universitas  Gadjah

Mada,  Institut  Teknologi  Bandung,  Institut

Pertanian  Bogor,  Universitas  Sumatera  Utara,

Universitas  Pendidikan  Indonesia,  dan

Universitas  Airlangga  ditetapkan  sebagai

perguruan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

pemerintah.

(5)  Penetapan  lebih  lanjut  masing-masing

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  sebagai  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  ditetapkan

dengan Peraturan Presiden.

Pasal 220B

(1)  Pengelolaan  keuangan  Universitas  Indonesia,

Universitas  Gadjah  Mada,  Institut  Teknologi

Bandung,  Institut  Pertanian  Bogor,  Universitas

Sumatera  Utara,  Universitas  Pendidikan

Indonesia,  dan  Universitas  Airlangga,

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

(2)  Penetapan  penerapan  pola  pengelolaan

keuangan  badan  layanan  umum  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  ditetapkan  dalam

peraturan  pemerintah  mengenai  pengelolaan

keuangan badan layanan umum.

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  keuangan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselesaikan  paling

lambat 31 Desember 2012.

Pasal 220C

(1)  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik  Negara

yang  telah  memperoleh  pemisahan  kekayaan

negara  yang  ditempatkan  sebagai  kekayaan

awal  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik

Negara dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

tahun  wajib  menyelesaikan  pengalihan

kekayaan negara kepada Menteri.

(2)  Para  pihak  pada  perjanjian  yang  telah  dibuat

oleh  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik

Negara  dengan  pihak  lain  wajib  disesuaikan

dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

ini.

Pasal 220D

(1)  Satuan pendidikan anak usia dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  tetap

mengelola satuan pendidikan sampai dilakukan

penyesuaian  tata  kelola  paling  lama  4  (empat)

tahun  sejak  Peraturan  Pemerintah  ini

diundangkan.

(2)  Satuan pendidikan  tinggi yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  tetap  mengelola  satuan

pendidikan sampai dilakukan penyesuaian  tata

kelola  paling  lama  3  (tiga)  tahun  sejak

Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  satuan  pendidikan

anak  usia  dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,

dan/atau  pendidikan  menengah  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  dilakukan  oleh  Menteri  Agama

atau Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya.

(4)  Penyesuaian  tata  kelola  satuan  pendidikan

tinggi  yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

oleh Menteri.

 

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyesuaian

tata  kelola  satuan  pendidikan  anak  usia  dini

jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur

dengan  Peraturan  Menteri  Agama  atau

Peraturan  Gubernur/Bupati/Walikota  sesuai

dengan kewenangannya.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyesuaian

tata  kelola  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (4)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

Pasal 220E

Yayasan,  perkumpulan,  dan  badan  lain  sejenis  yang

telah  berstatus  badan  hukum,  tetap

menyelenggarakan  satuan  pendidikan  sepanjang

tidak  bertentangan  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan  yang  mengatur  mengenai

badan hukum nirlaba.

Pasal 220F

(1)  Pengelolaan  pendidikan  yang  dilakukan  oleh

Universitas  Pertahanan  yang  sebelumnya

adalah  Badan  Hukum  Pendidikan  Pemerintah

Universitas Pertahanan dinyatakan masih tetap

berlangsung  sejak  tanggal  31  Maret  2010

sampai  Universitas  Pertahanan  menyesuaikan

tata  kelola  berdasarkan  Peraturan  Pemerintah

ini.

(2)  Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud

pada  ayat  (1)  dilakukan  paling  lama  3  (tiga)

tahun  sejak  Peraturan  Pemerintah  ini

diundangkan.

(3)  Universitas  Pertahanan  ditetapkan  sebagai

perguruan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

pemerintah.

(4)  Penetapan  lebih  lanjut  Universitas  Pertahanan

sebagai  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan

Peraturan Presiden.

 

Pasal 220G

(1)  Pengelolaan  keuangan  Universitas  Pertahanan

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

(2)  Penetapan penerapan pola pengelolaan keuangan

badan  layanan  umum  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  ditetapkan  dalam  Peraturan

Pemerintah  mengenai  Pengelolaan  Keuangan

Badan Layanan Umum

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  keuangan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselesaikan  paling

lambat 31 Desember 2012.

 

Pasal 220H

Pada  saat  Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku,

tata kelola perguruan tinggi yang diatur dalam:

a.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  152  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Universitas  Indonesia  sebagai

Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 270);

b.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  153  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Universitas  Gadjah  Mada

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000  Nomor

271);

c.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  154  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Institut  Pertanian  Bogor

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000

Nomor 272);

d.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  155  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Institut  Teknologi  Bandung

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000

Nomor 273);

e.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  56  Tahun  2003

tentang  Penetapan  Universitas  Sumatera  Utara

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2003

Nomor 125);

f.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  6  Tahun  2004

tentang  Penetapan  Universitas  Pendidikan

Indonesia  sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 13);

g.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  30  Tahun  2006

tentang  Penetapan  Universitas  Airlangga  sebagai

Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6); dan

h.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  38  Tahun  2010

tentang  Badan  Hukum  Pendidikan  Pemerintah

Universitas  Pertahanan  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 48);

masih  tetap  berlaku  sepanjang  dimaknai  sebagai

fungsi  penyelenggara  pendidikan  tinggi  yang  tidak

bertentangan  dengan  Peraturan  Pemerintah  ini  dan

peraturan  perundang-undangan  sesudah  masa

transisi.

 

Pasal 220I

Tata kelola perguruan tinggi yang dinyatakan masih tetap

berlaku  sebagaimana  dimaksud  dalam  pasal  220H

adalah tidak termasuk tata kelola keuangan.

 

 

Pasal II

 

Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal

diundangkan.

 

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan

pengundangan  Peraturan  Pemerintah  ini  dengan

penempatannya  dalam  Lembaran  Negara  Republik

Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta,

pada tanggal 28 September 2010

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta,

pada tanggal 28 September 2010

 

MENTERI  HUKUM  DAN  HAK  ASASI  MANUSIA

REPUBLIK  INDONESIA,

 

 

 

 

PATRIALIS AKBAR

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2010 NOMOR 112

 

 

 

 

www.djpp.depkumham.go.id

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 Berkawan untuk MelawanTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.