Indonesia sampai detik ini belumlah menjadi negeri yang berdaulat atas wilayah maupun kehidupan masyarakatnya. Penindasan oleh kolonialisme pada awal-awal Indonesia belum menapak kemerdekaannya digantikan dengan dominasi imperialisme yang semakin intensif penjajahannya. Melalui rezim boneka penetrasi kepentingan ekonomi dan politiknya berjalan seiring semakin memburuknya kehidupan masyarakat Indonesia. Kebijakan anti demokrasi, diskriminatif dan jauh dari rasa ketidak adilan terus saja keluar, memberikan keleluasaan bagi keberlangsungan hidup tuan tanah, borjuasi besar komprador dan merugikan bagi mayoritas kehidupan buruh, kaum tani, pemuda mahasiswa, serta sektor rakyat lainnya. Harapan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia semakin sirna dengan semakin intensifnya penindasan imperialisme ditengah terpaan krisis dunia.
Dibawah cengkraman penindasan yang dilakukan Imperialisme pimpinan AS dengan rezim boneka SBY-Boediono sudah semakin terasa kita lalui hari demi hari. Rakyat masih harus berhubungan dengan beban mahalnya biaya pendidikan ditengah ketidak pastian pendapatan. Sampai detik ini saja rakyat Indonesia yang menyelesaikan jenjang pendidikan SD mencapai angka 50 juta jiwa, sementara SMP dan SMA totalnya hampir mencapai 48 juta jiwa. Artinya kesempatan untuk mengakses pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi masih belum dirasakan oleh rakyat. Sudah pasti dengan rendahnya jenjang pendidikan bagi sekitar 98 juta rakyat Indonesia, mempengaruhi juga kualitas pengetahuan dan kemampuannya untuk menjawab segala persoalan yang semakin banyak. Sebesar jumlah tersebutlah, calon ahli-ahli pengetahun telah hilang tidak termanfaatkan dengan baik untuk kemajuan Indonesia. Sehingga kesempatan untuk memperbaiki krisis juga sirna bersama keterbelakangan pengetahun rakyat.
Faktor rendahnya pendidikan yang dialami rakyat disebabkan karena keterbatasan akses rakyat untuk menempuhnya. Hal ini ditandai dengan minimnya anggaran pemerintah untuk alokasi pendidikan. Memang anggaran pendidikan sudah dialokasikan oleh pemerintah sebesar 20% sesuai dengan mandat UUD 1945 pasal 31 ayat 2. Namun hanya 8,9% anggaran pendidikan dialokasikan untuk operasional pendidikan, seperti peningkatan mutu dan prasarana penunjang pendidikan. Sedangkan anggaran terbesar pendidikan disedot ke pembiayaan gaji guru, karyawan, dan dosen. Padahal dalam amanat UU Sisdiknas No. 23 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1, bahwa anggaran pendidikan diluar gaji tenaga pengajar, dan karyawan. Artinya kebijakan pemerintah dalam pengalokasian anggaran pendidikan bertentangan dengan mandat UU Sisdiknas.
Akibat langsung dari rendahnya alokasi anggaran untuk pendidikan adalah terjadinya komersialisasi pendidikan. Bagi peserta didik yang mau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan diatasnya sampai perguruan tinggi harus berhadapan dengan biaya yang terus melambung tinggi. Lulusan SD yang akan naik ke jenjang pendidikan SMP, yang kemudian dilanjutkan ke SMA dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi harus berhadapan dengan sumbangan wajib untuk kepentingan pembangunan yang nilainya mencapai jutaan sampai ratusan juta rupiah. Dapat dilihat dari 50 juta lulusan SD, sebesar 23,1 juta orang yang sanggup melanjutkan ke tingkat SMA/K, dan hanya sebesar 7 juta orang yang sanggup melanjutkan perguruan tinggi maupun pendidikan diploma.
Dari kenyataan tersebut sudah sepantasnya dan sepatutnya kita mengabarkan kepada kawan-kawan kita di sektor pemuda-mahasiswa dan I seluruh rakyat Indonesia. Kabar yang akan kita sampaikan kepada mereka, bahwa ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh rezim boneka SBY-Boediono sudah merenggut dan merampas hak atas pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan menggunakan semangat juang dan semangat sumpah pemuda yang berani dan lantang untuk menyebarkan kondisi obyektif yang rakyat hadapi. Kita sebisa mungkin dan semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan kegiatan luas di kampus agar dapat menggandeng kawan-kawan mahasiswa sebagai upaya perluasan pengaruh politik organisasi. Tidak ketinggalan pula untuk melakukan rekruitmen pasca penyelenggaraan kegiatan luas serta ajang konsolidasi organisasi.
Tiga aspeki inilah yang menjadi titik tekan kita, untuk memeriahkan peringatan Sumpah Pemuda dan hari Mahasiswa Internasional dalam satu rangkaian perjuangan massa di sektor pemuda mahasiswa. ***
* oleh Front Mahasiswa Nasional
Translate
Peringatan Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober dan Hari Mahasiswa Internasional tanggal 17 November 2010 Ditengah Penderitaan Rakyat Indonesia *
Songsong Kebangkitan Gerakan Mahasiswa Dunia Merebut Hak atas Pendidikan, Pekerjaan, dan Kebebasan Berserikat!*
: Hentikan Perampasan Upah, Tanah, dan Kerja!
- Sejarah Perjalanan Pemuda Indonesia
Tanggal 28 Oktober 2010, seluruh Pemuda di Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yang menginjak usianya ke 80 (delapan puluh). Usianya bahkan lebih tua di bandingkan usia dari kemerdekaan Indonesia sendiri, tentu sangat penting bagi kalangan pemuda dan mahasiswa di Indonesia menggali kembali makna dibalik sumpah pemuda tersebut dan semangat apakah yang harus dilanjutkan oleh kaum pemuda dan mahasiswa di Indonesia dalam kenyataan perjuangan rakyat di Indonesia saat ini sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal di bawah penindasan serta penghisapan imperialisme, foedalisme dan kapitalisme birokrat yang dijalankan oleh kekuasaaan bersama borjuasi besar komprador, tuan tanah besar dan kapitalis birokrat melalui pemerintahan SBY-Boediono yang saat ini sedang berkuasa.
Sumpah pemuda, janji keramat para pemuda Indonesia yang di deklarasikan tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah para pemuda ini berisikan nafas cinta terhadap rakyat Indonesia yang berjanji akan selalu mengabdikan diri pada bangsa dan negara Indonesia. Apalagi saat itu keadaan Indonesia sedang berada di bawah belenggu langsung Kolonialisme Belanda. Tentu keberadaan sumpah pemuda ini semakin menjelaskan bagaimana para pemuda Indonesia menyadari sepenuhnya peran dan tanggung jawabnya atas perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Baik atas perjuangan kaum tani, kelas buruh dan golongan lain rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Hal ini juga dapat dilihat bahwa sebelum sumpah pemuda dilahirkan oleh kaum pemuda telah memiliki andil besar dalam kancah pergerakan politik nasional ketika itu yang lebih dikenal sebagai zaman “Kebangkitan Nasional” atau lahirnya sebuah kesadaran meluas dari kalangan massa rakyat Indonesia ketika itu untuk mencapai kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dan rakyat dari belenggu kolonialisme Belanda.
Perjalanan Perjuangan Pemuda Indonesia
Kelahiran sumpah pemuda sendiri tidak terlepas dari sejarah panjang bangsa dan rakyat Indonesia dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda ratusan tahun lamanya. Tempaan-tempaan perjuangan rakyat Indonesia yang panjang dan keras dengan taruhan darah dan nyawa rakyat sepanjang ratusan tahun lamanya tersebut. Perjuangan rakyat Indonesia untuk menghilangkan rantai penindasan kolonialisme Belanda telah menjadi pelajaran tersendiri untuk melakukan sebuah perjuangan pembebasan nasional yang lebih baik. Ini ditandai dengan lahirnya kesadaran berorganisasi dan melakukan aksi-aksi perjuangan yang lebih maju dan terorganisasikan mulai dari pemogokan sampai perjuangan rakyat bersenjata.
Kemudian memasuki abad 20an, terjadi perubahan besar dalam perjuangan rakyat Indonesia, dengan mulai munculnya semangat kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dan lahirnya organisasi-organisasi modern (ormas dan partai politk) sebagai alat perjuangan rakyat. Gerakan ini banyak dimotori oleh kaum muda terpelajar. Ketika itu banyak kalangan pemuda dari golongan priyayi yang menempuh kuliah di perguruan tinggi seperti STOVIA, IHS, bahkan ke luar ngeri[1]. Kaum pemuda terpejalar ketika itu kemudian banyak mempelajari teori-teori dari negeri-negeri barat. Mereka mempelajari tentang berbagai perjuangan rakyat di berbagai negeri untuk mendapatkan kemerdekaannya seperti revolusi prancis, ataupun tentang revolusi industri, teori-teori marxis dan juga situasi tentang perkembangan internasional seperti revolusi besar Oktober 1917 di Rusia. Hal ini telah memberikan inspirasi tersendiri bagi mereka untuk menuangkan ide-ide akan perubahan dalam kenyataan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia di bawah penindasan kaum kolonial Belanda.
Selain itu, hal penting yang disadari bahwa kelahiran organisasi-organisasi modern yang dimotori kalangan pemuda pelajar, juga tidak terlepas dari mulai bangkitnya perjuangan klas buruh di Indonesia. Dalam tahun 1905, lahir organisasi buruh kereta api Staats Spoorwegen (SS) Bond. Pada tahun 1908, didirikan VSTP (Vereniging van Spoor–en Tram Personeel) yang didirikan tahun 1908. Tulang punggungnya adalah kaum buruh kereta api NIS (Nederlands Indische Spoorwegenmaatschappij).
Sesudah berdirinya VSTP, muncullah organisasi pertama dari kaum intelektual Indonesia, yaitu Budi Utomo tahun 1908. Pendorong utamanya adalah seorang dokter, Wahidin Sudirohusodo. Tujuannya ikut membantu ke arah perkembangan yang harmonis dari negeri dan rakyat Jawa dan Madura. Untuk tujuan itu, Budi Utomo akan menggunakan cara-cara yang diijinkan oleh undang-undang dan akan memberikan bantuan pada usaha-usaha yang arahnya sama. Budi Utomo tidak berkembang di kalangan massa rakyat. Keanggotaannya terbatas pada kaum lapisan atas masyarakat. Itu sebabnya mengapa Budi Utomo dalam kehidupan politik Indonesia tidak memegang peranan penting. Dalam perkembangan selanjutnya organisasi kaum intelektual dan ningrat ini ketinggalan di belakang.
Kemudian tumbuhlah berbagai organisasi massa dan partai politik. Tahun 1916, didirikan PPPB (Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra) di Yogyakarta. Tahun 1917, muncul Kweekschoolbond (Persatuan Guru keluaran Kweekschool/sekolah guru) di Yogyakarta. Tahun 1920 muncul PGB (Perserikatan Guru Bantu) berpusat di Solo. Di kalangan kaum buruh gula lahir PFB (Personeel Fabrieks Bond) di Yogyakarta, tahun 1920. Kaum buruh pekerjaan umum mendirikan VIPBOW (Vereniging van Inlandse Personeel Burgelijke Openbare Werken) di Mojokerto. Tahun 1919, buruh pelabuhan mendirikan HAB (Haven Arbeiders Bond) berpusat di Semarang. Buruh percetakan mendirikan SPP (Serekat Pegawai Percetakan) tahun 1920, berpusat di Semarang. Juga didirikan SPPH (Serekat Pegawai Pelikan Hindia) yang berpusat di Semarang. Didirikan juga PPDH (Perserikatan Pegawai Dinas Hutan) tahun 1920 dan berpusat di Purwokerto. Pada tahun 1919, telah berdiri vaksentral buruh bernama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Di awal tahun 1918, lahir Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani (PKBT) yang kemudian dipecah menjadi dua. Menjadi Perserikatan kaum Tani (PKT), di samping Perserikatan Kaum Buruh Onderneming (PKBO) di daerah-daerah pabrik gula.
Sementara itu organisasi gerakan pemuda sendiri diawali dengan lahirnya Trikoro Darmo (Tiga Tujuan Mulya) atas prakarsa Budi Utomo pada Maret 1915 di Jakarta. Tujuan organisasi ini adalah mempersatukan pemuda untuk tugas di kemudian hari sebagai patriot. Aktivitas yang dilakukan oleh Trikoro Darmo hanya terbatas pada pemuda-pemuda Jawa, organisasi ini tidak bisa berkembang baik dan menarik pemuda dari suku bangsa-suku bangsa lain karena tebalnya provinsialisme (semangat kedaerahan) ketika itu. Sekalipun demikian, kemajuan jaman terus mendorong gerakan pemuda ke arah yang lebih tinggi, sekalipun jalannya tidak begitu lancar.
Usaha mempersatukan pemuda Jawa, Sunda dan Madura senantiasa dijadikan acara pokok dalam kongres Trikoro Darmo. Dalam kongres tahun 1918, Trikoro Darmo dirubah menjadi Jong Java untuk lebih berhasil dalam memperluas sayap. Tetapi itupun tidak mencapai hasil. Persatuan baru tercapai sesudah melewati proses yang agak panjang dan berliku-liku. Lahirnya Jong Java merangsang pemuda suku bangsa-suku bangsa lain untuk mendirikan perkumpulan mereka sendiri. Di Sumatra lahir Jong Sumatranen Bond, di Maluku muncul Jong Ambon, di Sulawesi utara Jong Minahasa, di daerah Batak Jong Batak dls. Baru pada tahun 1926 oleh berbagai organisasi pemuda itu dilangsungkan kongres bersama di Jakarta, yaitu Eerste Indonesisch Jeugd Congres dengan maksud untuk mengabdikan gerakan pemuda pada cita-cita persatuan Indonesia. Tetapi baru dalam tahun 1930 cita-cita persatuan itu dapat diwujudkan.
Selanjutnya, bermunculanlah berbagai partai-partai politik yang kemudian berperan sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia[2]. Salah satu organisasi modern terbesar yang pernah ada dan cukup ditakuti oleh pemerintah kolonial, yaitu Serikat Islam (berdiri tahun 1911 dengan nama awal Sarekat Dagang Islam). Awalnya diinisiasi oleh seorang lulusan Stovia bernama Raden Mas Tirtoadisuryo yang dalam perjalanannya (baca : Sarekat Islam) mampu menjadi corong bagi kebangkitan gerakan rakyat di Indonesia. Pergerakan dan perjuangan ini terutama yang dimotori SI Semarang. Kehadiran SI telah memberi inspirasi bagi lahirnya organisasi-organisasi modern lainnya seperti Indische Partij 1912, Indische Sociaal Democratische Vereniging (ISDV) 1914, Partai Nasional Indonesia (PNI) 1927 dan Perhimpunan Indonesia (PI) 1916 I Belanda.
Kebangkitan Perlawanan Rakyat melawan kekuasaan kolonial Belanda, 1926-1927 dan meletusnya revolusi besar Oktober 1917 di Rusia serta bangkitnya gerakan pembebasan nasional di berbagai negeri, semakin membuka kesadaran kaum pemuda dan pemuda terpejalar akan penting “kemerdekaan” bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Di zaman ini, terkenal dengan istilah gerakan Non-Kooperasi melawan Belanda. Artinya, tidak melakukan kerjasama sedikitpun dengan kaum kolonial Belanda.
Sejak tahun 1924, di berbagai kota besar lahir lingkaran-lingkaran studi dari kaum intelektual yang ingin memegang peranan dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan mendorong maju gerakan itu. Berbagai lingkaran itu menggunakan nama ”Studieclub” dan berkembang subur di kota-kota seperti Surabaya, Solo, Yogyakarta, Semarang, Bogor, Jakarta dan Bandung.
Dari beberapa studieclub yang ada, yang paling menonjol adalah Algemeene Studieclub Bandung. Begitu penting kedudukannya sampai-sampai H.Clijn dalam bukunya memberikan sorotan khusus[3]. Sutdieclub ini dalam perkembangannya menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan tokoh utamanya Ir. Soekarno (Bung Karno) yang dalam perjalanan selanjutnya menjadi orang nomor satu di Republik ini sejak Proklamasi RI, 17 Agusutsu 1945 dan terkenal dengan pledoi ini di pengadilan Belanda “Indonesia Menggugat”.
Tahun 1928, semangat berkobar-kobar pemuda Indonesia untuk mempersatukan berbagai organisasi mereka dalam satu wadah. Tanggal 27-28 Oktober 1928, berhasil diselenggarakan kongres pemuda ke II yang sangat bersejarah. Pemrakarsa kongres adalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres kali ini berhasil meletakkan dasar-dasar persatuan tidak saja di kalangan pemuda dan gerakan kemerdekaan nasional, tetapi juga dari seluruh nation Indonesia. Lahirlah sumpah pemuda yang terkenal dengan semboyan ; “Kita pemuda Indonesia berbangsa satu, Bangsa Indonesia. Kita pemuda Indonesia berbahasa satu, bahasa Indonesia. Kita pemuda Indonesia bertanah air satu, tanah air Indonesia.” Dalam kongres inilah, pertama kali lagu kebangsaan “Indonesia Raya” diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia, dipimpin langsung oleh komponisnya sendiri, Wage Rudolf Supratman.
Segera sesudah lagu “Indonesia Raya” mendengung di dalam Kongres Pemuda II, seluruh Indonesia seperti terkena arus listrik untuk terus-menerus melakukan perjuangan melawan penindasan kolonialisme Belanda. Dari mana-mana datang permintaan teks lagu itu. Sesudah itu “Indonesia Raya” dinyanyikan pada setiap ada kesempatan. Begitu antusias rakyat Indonesia menyambut lagu kebangsaannya, begitu ketakutan pemerintah kolonial terhadapnya. Keluarlah putusan “Indonesia Raya” tidak boleh dinyanyikan. Perlawanan pun timbul. Di mana-mana membanjir protes terhadap larangan tersebut. Akhirnya pemerintah mundur. “Indonesia Raya” boleh dinyanyikan asal teksnya dirubah. Ternyata yang ditakuti adalah perkataan “merdeka”. Itulah sebabnya mengapa lagu kebangsaan yang semula diberi nama “Indonesia Merdeka” dirubah menjadi “Indonesia Raya”. Permulaan refrein “Indonesia, Indonesia, Merdeka, Merdeka” lalu dirubah menjadi “Indonesia Raya, Mulia, Mulia”. Sekeluarnya Soekarno dari penjara Sukamiskin, teks dirubah lagi menjadi bentuk yang sekarang ini.[4]
Cita-cita penyatuan berbagai organisasi pemuda terlaksana pada Desember 1930. Pada saat itu, berbagai organisasi pemuda (kecuali yang berdasarkan agama) meleburkan diri dalam satu organisasi dengan nama Indonesia Muda. Bagian putrinya diberi nama Kaputrian Indonesia Muda. Di antara yang meleburkan diri dalam Indonesia Muda terdapat Jong Java yang sebelumnya bernama Trikoro Dharmo. Dalam paruh pertama tahun 30-an, muncul organisasi pemuda lainnya yang menyatakan dirinya golongan non-intelektual, yaitu “Persatuan Pemuda Revolusioner Indonesia (PERPRI)” dan Suluh pemuda Indonesia (SPI). Dalam tahun 1935, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan di rumah-rumah pimpinan PERPRI, disusul oleh penangkapan dan penahanan. Di Yogya beberapa di antara mereka di ajukan ke depan meja hijau dan dijatuhi hukuman penjara rata-rata selama 1 tahun. PERPRI dikenakan peraturan larangan bersidang. Ini berarti organisasi pemuda tersebut dibunuh secara pelan-pelan.
Setelah itu kaum pemuda banyak mengambil peran aktif dalam gerakan bawah tanah melawan penjajahan kaum imperialis-kolonialis Jepang dan mempertahankan kemerdekaan RI atau Revolusi Agustus ’45. Akan tetapi, perjuangan tanpa henti yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sejak berates-ratus tahun. Akhirnya dikhianati oleh borjuasi komprador Hatta-Sjahrir dalam Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda 1949. Dalam kesepakatan atau diplomasi ala borjuasi kompardor tersebut yang yang diketahui oleh khalyak umum. Pertama, kita Indonesia wajib mengganti kerugian perang kepada Belanda sebesar 178.000.000.000 Gulden. Kedua, menunggu hingga tahun 1960 untuk memerdekakan Papua dari belenggu kolonialisme Belanda. Ketiga, memaksa para tentara rakyat untuk tidak mendekati garis Van Mook (beberapa daerah yang masih di kooptasi oleh Belanda). Keempat, menghentikan nasionalisasi aset-aset milik Belanda.
Akhirnya membubarkan beberapa upaya konsolidasi kaum muda secara nasional yang ketika itu tergabung dalam Badan Kongres Pemuda Rebulik Indonesia (BKPRI) dan peranan laskar pemuda yang aktif dalam perjuangan revolusioner melawan kaum kolonial Belanda dan Sekutu dalam melawan upaya rekolonialisasi dan penghapusan kekuasan feudal di dalam negeri, sekaligus menandai masa setengah jajahan dan setengah foedal di Indonesia.
Pelajaran penting dari sejarah singkat ini adalah, bahwa lahirnya Sumpah Pemuda tidak terlepas dari bangkitnya perlawanan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda, baik diawali dengan terbentuknya SS Bond hingga VSTP dan bangkitnya perjuangan Rakyat Indonesia dibeberapa daerah (Jawa dan Sumatra) di Indonesia dalam pemberontakan tahun 1926-27 melawan kekuasaan kaum Kolonial Belanda. Di sisi yang lain, telah lahir satu kemenangan besar perjuangan klas buruh di Rusia tahun 1917 yang telah menjadi inspirasi tersendiri bagi kaum muda Indonesia untuk menentang kolonialisme. Karena Revolusi Besar Oktober 1917, telah membuka babak baru perjuangan rakyat di seluruh dunia dalam menentang dunia yang telah memasuki fase dominasi penindasan dan penghisapan imperialisme (tingkat tertinggi dari kapitalisme). Pelajaran penting lainnya, yang patut dicatat adalah pemuda ketika itu (sejak kebangkitan nasional hingga revolusi Agustus 45) mencurahkan sepenuhnya tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada rakyat untuk mewujudkan Indonesia sebagai rakyat dan bangsa yang merdeka dari belenggu kolonialisme.
- Sejarah Hari Mahasiswa International
Sejarah Hari Mahasiswa Internasional (International Students’ Day) berawal pada tahun 1939 di Ceko. Tahun itu merupakan saat-saat yang sangat menyakitkan bagi rakyat Ceko yang tengah menghadapi pendudukan tentara Nazi Jerman. Dengan semangat perayaan HUT kemerdekaan Republik Ceko, pada 28 Oktober, sejumlah mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Charles Praha menggelar aksi demonstrasi menentang pendudukan Nazi. Aksi ini terus berlanjut, hingga akhirnya, pada tanggal 11 November, Jan Opletal, salah satu pentolan demonstran tewas tertembak di bagian perut.
Pada tanggal 15 November, tak disangka, prosesi pemakaman Jan Opletal dibanjiri ribuan mahasiswa, yang kemudian sontak memanfatkan rombongan mereka untuk menggelar demonstrasi anti-Nazi. Gerakan inilah yang membuat Nazi berang dan mengambil tindakan menutup semua perguruan tinggi di Ceko. Selain itu, tercatat 1200 mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi, serta sembilan orang mahasiswa beserta profesor dieksekusi mati tanpa proses peradilan pada tanggal 17 November. Inilah salah satu alasan tanggal tersebut diabadikan sebagai Hari Mahasiswa Internasional, yang untuk pertama kali diperingati oleh Dewan Mahasiswa Internasional di London pada tahun 1941. Tradisi ini kemudian terus dilanjutkan oleh penggantinya, Serikat Mahasiswa Internasional, yang dengan dukungan Serikat Nasional Mahasiswa di Eropa dan sejumah organisasi lainnya mendesak PBB untuk mencatatkan secara resmi Hari Mahasiswa Internasional dalam kalender mereka.
Catatan lain menyebutkan, 17 November (1973) juga merupakan puncak perlawanan mahasiswa Yunani terhadap junta militer yang berkuasa saat itu. Sebelumnya (14 November), setelah menggelar demonstrasi, mahasiswa Politeknik Atena membangun barikade pertahanan di kampusnya, dan dengan memanfaatkan perlengkapan seadanya yang mereka temukan di laboratorium, mereka membangun stasiun radio dan memancarkan siaran pro-demokrasi. Buah dari propaganda radio itu adalah bergabungnya ribuan mahasiswa dalam barisan mereka. Saat itulah, tanggal 17 November, 30 tank AMX pemerintah menyerbu kampus, merobohkan gerbang, dan mengobrak-abrik mahasiswa. Sayangnya, masih terjadi simpang-siur terkait dengan jumlah korban jiwa. Namun yang pasti, banyak dari mahasiswa yang mengalami luka dan meninggalkan bekas secara permanen (disarikan dari wikipedia.com).
- Perkembangan Krisis Umum Imperialisme
Gelombang krisis terus menghantam dunia, tak terkecuali negeri-negeri imperialis. Krisis yang berawal dari macetnya kredit perumahan kelas rendah (subprime mortgage) di Amerika (Serikat) pada penghujung 2007 tersebut, telah mencatatkan angka gagal bayar yang mencapai US$ 7 miliar atau hampir setara dengan anggaran belanja RI (Rp.854,7 triliun). Hancurnya perekonomian Amerika sebagai induk imperialis ditandai oleh bangkrut dan meruginya perusahaan-perusahaan raksasa miliknya, seperti General Motors, Merill Linch, Citigroup, Bear Stearus, HSBC, dan lain sebagainya. Hingga tahun 2008 saja, kerugian dari krisis ini menurut perkiraan ADB sudah mencapai US$50 triliun atau setara dengan 200 kali PDB Indonesia (Brosur Propaganda AGRA, 2010)
Setelah Amerika, hari ini negeri-negeri Eropa tengah ketar-ketir menghentikan dampak krisis yang semakin meluas. Pada akhir Februari lalu, Yunani menjadi negeri pertama yang diacak-acak krisis. Inggris, Perancis, dan seluruh negeri Eropa kemudian juga mengalami nasib serupa, yang selanjutnya mengambil sejumlah langkah penanggulangan, yakni dengan memberikan dana talangan (bailout) kepada perusahaan-perusaah swasta mereka, memangkas subsidi publik dan gaji pegawai, serta menambah waktu usia pensiun. Hal inilah yang menyulut kemarahan warga Eropa, terutama klas pekerja.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu (23/9), Serikat Pekerja Perancis menggelar aksi mogok yang terkonsentrasi di 232 titik di seluruh negeri. Massa aksi mogok ini diperkirakan berjumlah 2,5 juta orang, lebih besar dari aksi serupa sebelumnya (7/9) yang berjumlah 1,1 juta orang (Kompas, 24/9). Aksi lebih besar terjadi pada 29 Oktober lalu, yakni di Belgia, Yunani, Spanyol, dan Irlandia. Ini merupakan aksi yang terkoordinasi, yang menghimpun para pekerja dari 30 negara Eropa. Titik utama aksi ini adalah di Brussels, Belgia, dengan massa aksi diperkirakan mencapai 100.000 ribu orang (Kompas, 30/9).
- Persoalan Umum Pemuda-Mahasiswa di Dunia
Hari ini, sebagai imbas dari krisis global yang terus menggurita, mahasiswa di seluruh belahan dunia mengalami nasib serupa, yakni melonjaknya biaya kuliah akibat pemotongan subsidi, sempitnya lapangan pekerjaan akibat bangkrutnya perusahaan-perusahaan nasional maupun multi-nasional, serta semakin dikekangnya kebebasan berekspresi, terutama berserikat.
Selain itu juga banyak pemuda berumur 15-25 tahun, hampir 759 juta sebagai penyandang buta huruf. Menurut laporan Unicef adapun 10 negara teratas yang warganya masih menyadang buta huruf. Yakni pertama India (270 juta jiwa), China (70 juta jiwa), Bangladesh (49 juta jiwa), Pakistan (47 juta jiwa), Ethiopia (27 juta jiwa), Nigeria (23 juta jiwa), Mesir (17 juta jiwa), Brazil (14 juta jiwa), Indonesia (13 juta jiwa) dan Maroko (10 juta jiwa). Serta pemuda yang masih menyandang buta huruf lebih banyak berasal dari keluarga petani miskin, buruh tani dan buruh industri[5].
Sedangkan dari 212 juta pengangguran yang disebabkan krisis keuangan global, terdapat ¼ atau 53 juta pemuda yang menjadi pengangguran. Hal ini lebih dipengaruh oleh faktor runtuhnya perekonomia di sebagain besar negara berkembang dan juga banyaknya PHK yang terjadi secara missal diseluruh dunia. Dampak dari pengangguran yang meningkat drastis ini, menyebabkan tingkat kemiskinan pun menggelembung hingga 2,2 milyar penduduk di seluruh dunia menderita kelaparan dan kemiskinan akut[6].
Keterkungkungan dari belenggu buta huruf dan pengangguran merupakan persoalan tersendiri bagi pemuda-mahasiswa di seluruh dunia. Dua persoalan tersebut menjadi, permasalahan yang cukup akut karena dua hal tersebut akan menimbulkan dampak sosial bagi diseluruh dunia. Seperti meningkatnya kemiskninan, kriminalitas dan kelaparan akan menjadi efek domino akibat dua tersebut menghinggapi di sektor pemuda di diseluruh dunia. Peran pemuda-mahasiswa untuk ikut melakukan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di seluruh budaya pun menjadi dikerdilkan akibat minimnya akses publik seperti pendidikan dan lapangan pekerjaan yang layak bagi pemuda.
Minimnya akses publik dan pengangguran-buta huruf bagi pemuda-mahasiswa tentunya salah satu pencerabutan hak dari pemuda-mahasiswa. Kondisi yang dihadapi oleh pemuda di seluruh dunia, tak lain disebabkan oleh terkaman krisis dalam tubuh imperialisme yang dihadapi oleh pemuda mahasiswa diseluruh dunia sebagai korban utama dari keganasan yang diberikan oleh imperialisme.
Selain itu, peranan dari rezim boneka dalam negeri yang berkuasa di berbagai negara di belahan dunia, juga memiliki andil dalam proses penindasaan yang didapatkan oleh pemuda-mahasiswa. Bentuk peranan yang dapat dilihat adalah minimnya rezim boneka untuk menyediakan lapangan kerja, dan memberikan perhatian khusus pada penyelenggaraan pendidikan seperti menyediakan sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dan mendukung peningkatan akses pendidikan serta kualitas dari output dari pendidikan.
- Persoalan Umum Mahasiswa di Indonesia
Ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh rakusnya imperialisme juga dirasakan oleh pemuda-mahasiswa di Indonesia Praktik liberalisasi di sektor pendidikan meruapakan salah satu contoh penindasan yang dirasakan oleh pemuda-mahasiswa untuk mengakses pendidikan. Hal ini ditandai dengan, melonjaknya biaya kuliah baik dalam bentuk SPP, biaya pratikum dan suumbangan pendidikan seperti (BOP, BOPP, IOMA dsbnya) yanga merupakan akibat dikuranginya subsidi, semakin buramnya gambaran masa depan sebagai dampak dari menyempitnya lapangan pekerjaan, serta menguatnya represivitas terhadap kebebasan berserikat, merupkan sejumlah persoalan pokok yang semakin menghawatirkan.
Berikut data sumbangan masuk bagi mahasiswa baru (S1) dibeberapa perguruan tinggi negeri
Tabel biaya sumbangan uang masuk di beberapa Universitas Negeri di Indonesia
no | Nama Universitas | Nama Sumbangan | Besar Sumbangan |
1 | Universitas Jenderal Soedirman (Purwokerto) | BOPP | 2,5 juta – 200 juta |
2 | Universitas Padjajaran (Bandung) | 5 juta - 75 juta | |
3 | Universitas Indonesia (Jakarta) | DPP | 5 juta – 75 juta |
4 | Univerisitas Gajah Mada (Yogyakarta) | BOP | 5 juta - 160 juta |
5 | Institut Teknologi Bandung (Bandung) | SDPA | 14 juta - 175 juta |
6 | Universitas Negeri Padang | 2,5 juta – 15 juta | |
7 | Universitas Negeri Malang (Malang) | 4,5 juta – 25 juta | |
8 | Universitas Brawijaya (Malang) | 5 juta – 75 juta | |
Dari besaran biaya sumbangan masuk bagi mahasiswa memang hanya bisa dirasakan oleh rakyat lapisan menengah ke atas. Sedangkan bagi rakyat lapisan bawah, seperti petani miskin, buruh tani, dan buruh jasa maupun buruh industri hanya mampu bermimpi saja. Hal yang perlu ditekankan disini, adalah praktek komersialisasi dalam bentuk tingginya besar biaya pendidikan harus diangkat untuk dijadikan bahan propaganda dan target kampanye massa. Hal ini dikarenakan dengan tingginya biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri merugikan seluruh lapisan masyarakat Indonesia khsusunya yang paling dirugikan keluarga dari kaum tani maupun kelas buruh yang sangat kecil kemungkinan dapat membiayai anak-anaknya untuk lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi khususnya perguruan tinggi.
Privatisasi berkedok otonomisasi telah menyebabkan banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang kehilangan haknya untuk secara penuh mendapatkan pendanaan dari pemerintah. Hari ini, angka subsidi pemerintah untuk PTN hanya berkisar dari 15-60 persen. Sebagai contoh, Institut Teknologi Bandung (ITB) hanya mendapatkan 185 miliar, jauh di bawah kebutuhannya tahun ini yang mencapai Rp.700 miliar. Universitas Indonesia (UI) yang membutuhkan dana 1,4 triliun, hanya disubsidi Rp.300 miliar oleh pemerintah (Kompas, 3/5). Sementara itu Universitas Sumatra Utara (USU) hanya mendapatkan Rp.209 miliar, padahal yang diperlukan adalah Rp.533 miliar (Kompas, 4/5).
Konsekuensi dari kebijakan yang dibungkus dengan label Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan Layanan Umum (BLU), dan lain sebagainya, ini adalah semakin mahalnya biaya kuliah, mengingat mahasiswa dianggap sebagai sumber pemasukan dana yang mudah dan cepat, daripada menjalin kerjasama dengan korporasi (yang sedang dihantam krisis global) atau menjual riset pada mereka. Hari ini, PTN berlomba-lomba untuk menarik setinggi-tingginya mahasiswa baru dari jalur seleksi mandiri, yang harganya beberapa kali lipat dari biaya regular dan biaya masuknya saja bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sebagai contoh, Universitas Gajah Mada (UGM) menerima 7.145 mahasiswa baru pada tahun 2010, namun hanya 11 persen saja kuota untuk jalur SNMPTN. Universitas Negeri Semarang (UNS) yang menerima 4.859 mahasiswa baru, hanya 1.345 mahasiswa baru dari jalur SNMPTN. Kemudian Universitas Diponegoro (Undip) hanya menerima 1.619 mahasiswa baru dari jalur SNMPT dari total 8.305 mahasiswa baru tahun ini (Kompas, 3/5). Sementara cara lain yang umum dilakukan, yakni membangun unit usaha mandiri (hotel, pusat perbelanjaan, gedung pertemuan, dll.) justru semakin nyata mencitrakan komersialisasi di dunia pendidikan tinggi.
Sebagai akibat dari melambungnya harga pendidikan ini adalah pupusnya harapan rakyat miskin, seperti buruh, buruh tani, dan kaum miskin kota, untuk mengirim anak-anak mereka ke bangku kuliah. Data menyebutkan, pada tahun akademik 2007/2008, hanya 17,25 % angka partisipasi kasar (APK) jenjang PT dari total masyarakat usia kuliah. Mahalnya biaya ini jugalah yang mengakibatkan meningkatnya angka putus kuliah (DO). Pada tahun akademik 2008/2009, angka DO mencapai 7,81 persen, pada 2004/2005 bertambah menjadi 7,94 persen, pada 2005 melonjak hingga 12,86 persen, pada 2006/2007 turun sedikit menjadi 12,54 persen, dan pada 2007/2008 meningkat drastis menjadi 18,57 persen (Kompas, 3/5).
Sebagaimana dinyatakan teori, kapitalis/imperialis akan selalu melebarkan kekuasaannya sebagai cerminan dari watak ekspansif. Sudah sejak lama, tercatat sejak masuknya kongsi-kongsi dagang Eropa ke tanah air (abad ke-17), Indonesia menjadi primadona yang menjadi rebutan karena dianggap sangat ideal untuk memenuhi hasrat imperialis akan sumberdaya alam yang melimpah, buruh murah yang melimpah, dan pasar yang luas. Sejak saat itu, otomatis rakyat Indonesia mengalami kesengsaraan. Pada akhirnya, kmiskinan kemudian menjadi identitas yang sulit lepas dari bangsa Indonesia—hingga hari ini.
Kemiskinan merupakan buah dari penguasaan alat produksi yang timpang. Di tangan pemerintahan boneka, Indonesia telah habis digadai secara murah-meriah kepada imperalis. Kebijakan Soeharto yang menerbitkan UU Penanaman Modal Asing (PMA) No 1 tahun 1966, sebagai jalan untuk masuknya megakorporasi asing, seperti Freeport, Newmont, Shell, dan lain-lain, masih terus dilanjutkan oleh para penerusnya. Sebagai gambaran, dalam sepuluh tahun terakhir, 82 persen dari total investasi di Indonesia merupakan bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) (Kompas, 6/7).
Besarnya angka investasi asing tersebut tidak berbanding lurus dengan kesempatan kerja masyarakat. Data pemerintah menyebutkan bahwa tahun ini, angka pengangguran mencapai 8,59 juta orang (BPS, Maret). Sementara itu angka pengangguran terdidik terus menunjukan peningkatan. Pada tahun 2005, penganggur lulusan D3 mencapai 322.836 orang, kemudian meningkat menjadi 486.000 orang pada 2009. Pada tahun 2005, angka penganggur lulusan S1 mencapai 385.418, dan melonjak menjadi 626.000 orang pada 2009 (Kemennakertrans, 2010). Bagaimanapun, angka pengangguran akan terus dijaga oleh imperislis sebagai cadangan buruh murah, yang suatu waktu bisa direkrut saat buruh yang dia kuasai bangkit melawan bersama serikatnya.
Selain masalah pengangguran, persoalan lain adalah bahwa lapangan kerja yang tersedia merupakan industri manufaktur yang berkarakter padat karya, sehingga otomatis tidak memerlukan pekerja berpendidikan tinggi. Inilah bencana bagi mahasiswa Indonesia, karena pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menjadi media aplikasi ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah. Atas dasar ini, pemerintah kemudian menggalakan gerakan “kewirausahaan”, yang memaksa para mahasiswa untuk mencari dan membuka lapangan pekerjaannya sendiri. Sebagai gamabaran, tahun ini, dari 116 juta orang angkatan kerja, 107,4 juta orang bekerja, dan sekitar 73,6 juta orang (68,6 persen) berada di sektor informal (BPS, Februari). Persoalnnya adalah, sangat mustahil kewirausahaan yang dibangun mahasiswa bisa berkembang besar dan mampu bersaing melawan monopoli perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs) milik imperialis. Realita yang dapat dilihat adalah usaha mikro atau setara dengan PKL, membuka ruko kecil dan sejenis mendominasi dari usaha yang dapat dikembangkan di Indonesia dengan jumlah hampir 51 juta atau 98,8% (Kompas, 14/7). Dengan begitu, kita dapat menyimpulkan dan menilai bahwa memasukan program kewirausahaan bagi mahasiswa merupakan hal yang sangat-sangat kecil kemungkinan untuk berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan primer, kesehatan dan pendidikan untuk kehidupan yang dijalaninya. Program kewirausahaan juga merupakan salah satu bentuk “ímpotensi” dari rezim boneka saat ini untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Tugas dan kewajiban tersebut dilimpahkan ke rakyat untuk berusaha sendiri menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Tentunya dengan keterbatasan modal dan penguasaan alat produksi, program kewirausahaan di perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswa kreatif hanya menjadi isapan jempol semata.
Selain itu, persoalaan yang dihadapi oleh pemuda Indonesia adalah minimnya akses pemuda Indonesia untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban bangsa Indonesia. Dengan minimnya akses pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi, yang dirasakan oleh rakyat. Tentu memberikan minimnya kesempatan dan peluang bagi pemuda untuk memajukan kebudayaan dan peradaban melalui ilmu pengetahuan yang digunakan untuk diabdikan kepada rakya. Akan tetapi, pemuda hanya dijadikan sapi perah khsususnya tenaganya saja yang banyak dipekerjakan sebagai buruh-buruh murah tanpa adanya jaminan untuk dapat hidup layak dan mendapatkan kesejahteraan.
Masalah represivitas terhadap gerakan mahsiswa merupakan persoalan klasik di negeri ini. Walaupun sudah mendapatkan jaminan dalam UUD 45 pasal 28E, kebebasan berserikat dan berekspresi terus semakin dibatasi. Dengan menginduk pada regulasi NKK/BKK tahun 1979 warisan Soeharto, pemerintah dan birokrat kampus hari ini menggunakan berbagai cara untuk menjauhkan mahasiswa dari peran politiknya. Langkah yang umum diambil oleh birokrat kampus adalah memperbanyak bebaban akademik, membatasi gerak mahasiswa lewat pemberlakuan “jam malam”, menjatuhkan sanksi akademik, dari mulai skorsing hingga pemberhentian, bahkan lebih jauh lagi menggunakan cara-cara kekerasan.
Peran dan Tanggung Jawab Pemuda-Mahasiswa dalam Perjuangan Demokrtis Nasional
Dari pemaparan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pemuda-mahasiswa di Indonesia untuk turut serta dalam perjuangan menuntut hak-hak demokratis. Pemuda-mahasiswa Indonesia dengan semangat sumpah pemuda dan international student day kita harus mengorganisasikan diri dan menggerakan dalam rangka memblejeti kebijakan rezim boneka SBY-Boediono dan menuntut pemenuhan hak-hak demokratisnya. Selain itu, pemuda-mahasiswa yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang tertindas harus integrasi dengan perjuangan rakyat Indonesia seperto kaum tani dan kelas buruh. Disinilah sinkronisasi gerakan demokratis nasional akan terbangun untuk menghancurkan imperialisme pimpinan AS, feodalisme dan kapitalis birokrasi serta rezim boneka dalam negeri yaitu SBY-Boediono yang merupakan musuh utama rakyat tertindas dalam negeri.
Selain itu, pemuda-mahasiswa dengan segenap kemampuan yang sudah dikekang ruang gerak oleh rezim boneka harus dapat memaksimalkan potensi yang ada untuk mengabdiikan tenaga dan pikirannya untuk mendukung perjuangan rakyat tertindas. Hal ini merupakan peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda mahasiswa yang memiliki perspektif demokratis nasional untuk tetap konsisten dalam perjuangan menuntu hak-hak demokratis.
Salam Demokrasi!
Jakarta, 8 Oktober 2010
* L. Muh. Hasan Harry Sandy A. M. E. (Sekjen FMN Pusat)
[1] Ketika itu, pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan Poltik Etis yang memberikan kesempatan kepada kalangan pribumi—terutama kalangang priyayi—untuk mengenyam bangku sekolah termasuk perguruan tinggi. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrative yang akan mengisi pos-pos pemerintahan kolonial
[2] Fase ini dikenal dengan fase kabangkitan nasional atau pergerakkan nasional, karena tumbuh dan berkembangnya kesardaran meluas dari masyarakat Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dan maraknya pergerakkan politik di mana-mana melawan kolonial Belanda
[5] EFA Global Monitoring Reports : Progrees Toward Education For All Goals, 2010, Unicef, Hal 94-95.
SBY-Boediono Harus Bertanggungjawab atas Segala Penderitaan Rakyat!
Perluas Gerakan Massa Perkotaan untuk Mengkampanyekan Kebobrokan Rezim Boneka SBY-Boediono!
(Seruan PP FMN tentang Satu Tahun Kepemimpinan SBY-Boediono)
Salam Demokrasi!
Momentum satu tahun kepemimpinan SBY-Boediono (20/10)—atau enam tahun kepemimpinan SBY—sekali lagi menjadi tantangan bagi gerakan massa demokratis nasional untuk menunjukan kekuatannya dalam percaturan blok politik anti-SBY di tanah air.
Hampir bisa dipastikan, dalam momentum tersebut, berbagai kalangan kontra SBY akan mengambil peran, dan hampir bisa dipastikan sejumlah lingkar kekuatan besar dikoordinasikan oleh klik reaksioner anti-SBY, seperti Wiranto-Rizal Ramli, dan blok-blok lainnya.
Tugas kita dalam kampanye ini sesuai dengan karakter perjuangan kita, yakni bersifat luas, legal-demokratik, dan difensif-aktif. Artinya, Seluruh kekuatan FMN harus berusaha memperluas aliansi (diutamakan FPR) dan melakukan politik penelanjangan terhadap keboborokan rezim SBY-Boediono.
Dalam kampanye ini, tema utama kita masih tentang ‘Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja!’. Adapun sejumlah tuntutan lainnya adalah:
1. Hentikan Komersialisai Pendidikan!
2. Hentikan Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)!
3. Tolak Rencana Revisi UU Ketenagakerjaan!
4. Wujudkan Reforma Agraria Sejati!
5. Hentikan Kekerasan terhadap Buruh dan Tani!
6. Wujudkan Penanganan Bencana yang Responsif dan Komprehensif!
7. Adili Koruptor!
Demikian seruan ini kami terbitkan, semoga bisa menjadi garis pandu kawan-kawan dalam bekerja.
Salam Demokrasi!
L. Muh. Hari Sandy AME.
Sekjen PP FMN
SETAHUN REZIM MENIPU, SETAHUN RAKYAT MELAWAN
SBY-Boediono Harus Bertanggungjawab atas Segala Penderitaan Rakyat!
(Brosur Propaganda FMN tentang Satu Tahun Kepemimpinan SBY-Boediono)
Pada 20 Oktober 2010, genap satu tahun duet rezim boneka SBY-Boediono memimpin Indonesia. Di tanggal dan bulan yang sama tahun lalu, pasangan ini diambil sumpah jabatan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai kampiun dalam laga Pilpres dengan mengantongi 73.874.562 suara (60,80 persen), mengalahkan para pesaingnya, pasangan Megawati-Prabowo (32.548.105 suara/26,79 persen) dan pasangan Kalla-Wiranto (15.081.814/12,41 persen).
Dengan mengusung visi “terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”, duet militer/politisi-akademisi/ekonom ini memulai debut kepemimpinannya. Pertanyaannya, seberapa dekatkah Indonesia hari ini dengan apa yang mereka cita-citakan? Mari kita diskusikan.
Dengan mengetahui bahwa beban hutang luar negeri RI mencapai Rp 1.688,3 triliun (perkiraan akhir 2010) dan diprediksi meningkat menjadi Rp 1.807,5 triliun pada 2011, dengan mengetahui bahwa 82 persen dari total investasi di Indonesia bernentuk Penanaman Modal Asing (PMA), atau dengan mengathui bahwa 45 persen (2009) dari total aset perbankan Indonesia di kuasai oleh pihak asing, masihkah kita akan berpikir bahwa Indonesia mandiri?
Kemandirian bangsa memang bukanlah suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan. Tetapi sebelumnya, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adalah kedaulatan pemerintah dalam urusan politik. Kedualatan politik sangat penting agar bangsa dan negara tidak diombang-ambing oleh berbagai intervensi politik dari luar. Mungkinkah SBY-Boediono mampu mewujudkannya? Nampaknya tidak akan pernah, selama mereka masih membiarkan hutang dan investasi asing membebani rakyat Indonesia. Kondisi ini secara otomatis tidak akan mungkin membawa Indonesia ke pintu gerbang kemajuan dan kemakmuran. Berbagai peningkatan yang ditunjukan grafik pemerintah tidak lebih dari akal-akalan untuk menenangkan hati rakyat yang sedang dirudung berbagai kesusahan.
Berbicara keadilan, hukum Indonesia hari ini semakin menunjukan keidakberpihakannya pada rakyat kecil. Sebagai contoh, berbagai kasus pelangaran HAM baru terus terjadi, sementara yang lama tidak pernah terselesaikan. Berbagai kasus kekerasan, penculikan, penghilangan, pemenjaraan terhadap para aktivis, petani, buruh dan golongan lainnya tidak juga menemui titik terang. Seolah menguatkan kesimpulan di atas, tahun ini publik tanah air dibuat geram dengan pemberitaan seputar mafia hukum atau mafia peradilan, yang tak lain adalah merupakan orang-orang dalam jajaran birokrasi yang hari ini dipimpin oleh SBY-Boediono.
Pendiskusian tentang keadilan di atas baru sebatas dalam persoalan hukum. Dalam persoalan ekonomi, berbagai program liberaliasasi secara nyata telah semakin menjauhkan peran negara dari rakyatnya dan menciptakan jurang sosial yang semakin lebar akibat privatisasi. Inilah yang memebuat rakyat—yang memang tidak pernah diberi pendidikan hukum—semakin tidak percaya dan masabodoh dengan persoalan hukum di negeri ini. Untuk memperjuangkan keadilan, berbagai kalangan rakyat hari ini memilh jalan demonstrasi, bahkan secara spontan sekalipun.
Perekonomian
Sebagai pucuk pimpinan negara setengah jajahan dan setengah feodal, SBY-Boediono telah membuktikan perannya sebagai boneka imperialis yang baik, tak terkecuali dalam urusan perekonomian. Berbagai kebijakan yang diterbitkan menggambarkan secara jelas bahwa mereka sangat tunduk terhadap segala ketentuan internasional yang dirumuskan imperialis di bawah kepemimpinan Amerika (Serikat). Bermacam kebijakan yang mereka produksi di berbagai sektor secara kuat mengindikasikan komitmennya terhadap imperialis untuk menyuguhkan sumberdaya alam yang melimpah, tenaga kerja murah yang melimpah, serta pasar yang luas kepada negeri-negeri imperialis. Pembukaan area-area perdagangan bebas, perluasan lahan investasi asing, atau penjualan asset-aset BUMN adalah sejumlah gambaran tentang ekonomi liberal yang dipraktikan pemerintah.
Kemiskinan
Dalam bidang ini, SBY-Boediono menawarkan program aksi, di antaranya adalah:
1. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang selama ini efektif dalam mengatasi gejolak yang temporer akan selalu disiagakan untuk dipergunakan setiap waktu.
2. Pemihakan kepada Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, antara lain dengan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil.
Berbagai program tersebut nyatanya tidak bisa memperbaiki kualitas hidup rakyat. BLT menuai banyak kritik dan memicu konflik horisontal di kalangan rakyat. Sementara itu, pada praktiknya KUR menjadi program yang juga dari jangkauan rakyat karena untuk mendapatkannnya dalam jumlah yang mencukupi untuk usaha, rakyat harus memiliki aset sebagai jaminan. Apa yang bisa dijaminkan rakyat yang tidak bermilik? Secara ekstrim, kita bisa menuding bahwa berbagai program ‘murah hati’ pemerintah tak lebih dari upaya untuk menjaga daya beli minimal rakyat agar kelebihan produksi imperialis bisa terserap, dan selebihnya adalah upaya untuk meredam perlawanan rakyat yang semakin meningkat akibat degradasi kualitas hidup. Kegagalan program-program SBY-Boediono di sektor ini secara terang didukung oleh angka kemiskinan masih sangat tinggi, yakni mencapai 31,03 juta orang atau 13, 33 persen (2010).
Lapangan Pekerjaan dan Ketenagakerjaan
Pada dua sektor ini, SBY-Boediono memiliki sejumlah program aksi, di antaranya:
1. Peningkatan kualitas pekerja baik dilihat dari upah yang diterima, produktivitas dan standar kualifikasinya untuk dapat memperluas peningkatan kesempatan di sektor formal, serta mengurangi jumlah pengangguran terbuka usia muda.
2. Peningkatkan investasi melalui perbaikan iklim investasi baik di pusat maupun di daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta.
Menurut data BPS (Februari, 2010), dari total 116 juta orang angkatan kerja tahun ini, pengangguran tercatat sebesar 8,59 juta orang. Kondisinya hari ini, sekitar 73,6 juta orang (68 persen) bekerja di sektor informal. Mereka adalah orang-orang yang bekerja sebagai tukang parkir, tukang ojeg, pedagang, dan lain sebagainya. Kita bisa membayangkan bagaimana tidak terjaminnya masadepan mereka di tengah krisis global yang semakin luas. Lebih menyedihkan, angka penganguran terdidik (D3 dan S1) terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 13,45 persen per tahun. Tahun 2009, penangguran lulusan D3 mencapai 486.000 orang, semntara lulusan S1 mencapai 62.000 orang.
Di sektor perburuhan, setelah maraknya praktik outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Terentu (PKWT), hari ini berkembang isu mengenai revisi UU Ketenagakerjaan (UUK) yang menghendaki penghapusan standarisasi Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan menyerahkan sepenuhnya pada Upah Minimum Regional (UMR) serta mengatur ulang aturan tentang masa kerja dan pemberian pesangon, yang prinsipnya merugikan buruh. Bagaimanapun bentuknya, hal ini menyiratkan kepentingan imperialis di masa krisis untuk menekan ongkos produksi.
Kondisi di sektor perburuhan migran lebih ‘menarik’ lagi. Angka kematian tenaga kerja Indonesia (TKI) di 14 negara penempatan selama 2009 mencapai 1.018 orang, di mana 683 orang di antaranya (67%) meninggal di Malaysia. Berbicara investasi, sudah disinggung sebelumnya bahwa hari ini PMA memiliki porsi 82 persen dari total investasi di Indonesia. Artinya adalah bahwa sedari awal SBY-Boediono ingin mengobral murah meriah negeri kaya bernama Indonesia ini.
Reformasi Birokrasi
Di bidang ini, program aksi SBY-Boediono di antaranya adalah:
Meneruskan reformasi birokrasi di lembaga-lembaga pemerintah (departemen dan lembaga serta pemerintah daerah) secara bertahap, terukur dan terus dijaga kualitas hasil kinerjanya serta pertangungjawaban publik.
Hal pertama yang layak kita perbincangkan di sektor ini adalah korupsi. Seberapa seringpun mulut manis SBY-Boediono berjanji akan memeberantas korupsi, pada praktiknya angka korupsi masih sangat tinggi, dan proses hukum terkait persoalan ini sangatlah lemah. Kita tentu masih ingat isu tentang korupsi yang merebak dalam kepemimpinan SBY-Boediono, yakni kasus Bank Century yang merugikan rakyat mencapai Rp 6,7 triliun atau kasus ‘Gayus’ yang mengggasak uang rakyat lewat korupsi pajaknya. Di samping itu, masih banyak persoalan korupsi lainnya yang tidak terselesaikan. Tahu sama tahu sepertinya menjadi ajimat bagi aparat pemerintah untuk saling memaklumi tabiat korup masing-masing.
Kesehatan
Berikut adalah salah satu program aksi pemerintahan SBY-Boediono di bidang tersebut:
Menyempurnakan dan memantapkan pelaksaan program jaminan kesehatan masyarakat baik dari segi kualitas pelayanan, akses pelayanan, akuntabilitas anggaran, dan penataan administrasi yang transparan dan bersih.
Dalam persoalan ini, tidak perlu lagi kita memperdebatkan kegagalan pemerintah yang sangat nyata, yang terbukti dengan ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi program Millennium Development Goals (MDGs). Angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi, yakni 228 per 100.000 kelahiran. Padahal, berdasarkan sasaran pembangunan MDGs, kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran. Selain itu, angka kasus gizi buruk juga sangat mengkhawatirkan, yakni mencapai 1,389 juta jiwa (2010).
Kegagalan pemerintah juga bisa kita rasakan saat membayangkan bagaimana akses rakyat miskin atas kesehatan. Privatisasi juga sangat terasa dalam bidang ini, salah satunya dalam persoalan dominasi obat-obatan produk swasta yang harganya bisa sangat jauh dari jangkauan rakyat yang tak bermilik.
Pendidikan
Berikut adalah sejumlah program aksi SBY-Boediono di bidang Pendidikan:
1. Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
2. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.
Menlik dan membandingkan relaita di lapangan dengan misi pemerintah terkait dengan pendidikan di atas, rasanya siapapun pasti sepakat SBY-Boediono tidak mamapu menciptakan perbaikan yang fundamental dalam setahun duet kepemimpinan mereka—atau dalam enam tahun kepemimpinan SBY (empat tahun bersama JK).
Sebelumnya, gagasan mereka tentang privatisasi pendidikan lewat bentuk badan hukum mendapat penentangan yang luar biasa dari rakyat dan harus berujung dengan pencabutan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Setelah mengalami penolakan, hari ini pemerintah sedang memutar otak untuk melanjutkan program liberalisasinya, salah satunya adalah dengan menerbitkan regulasi pengganti UU BHP berbentuk PP No 66 tahun 2010.
Persoalan penting dalam dunia adalah semakin meningkatnya biaya pendidikan di bawah kepemimpinan SBY(-Boediono). Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini, anggaran untuk sektor pendidikan tercatat sejumlah Rp.221,4 triliun atau naik Rp.11,9 triliun, dari sebelumnya yang hanya 209,5 triliun. Namun ironisnya, penambahan anggaran ini berbanding terbalik dengan biaya pendidikan yang mengalami kenaikan signifikan.
Menurut data BPS, kenaikan pada bulan Juli 2009 di banding tahun 2000 mencapai 227 persen. Angka ini lebih tinggi dari angka kenaikan harga secara umum yang mencapai 115 persen, dan kenaikan harga pangan yang sebesar 112 persen. Hari ini, biaya masuk PTN sudah menembus angka ratusan juta. Jika kita membandingkan penghasilan buruh tani yang hanya Rp.37.897 per hari atau buruh industri yang tidak lebih dari Rp 1.118.000 per bulan (standar pemerintah 2010), biaya masuk PT tersebut sangatlah tidak realistis.
Lingkungan
Dalam beberapa waktu terakhir, isu yang tidak kalah hangatnya adalah tentang lingkungan dan bencana. Di sektor ini, SBY-Boediono, salah satunya memiliki program aksi:
Memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan dan mencegah bencana alam dengan melakukan reboisasi, penghutanan kembali, dan perbaikan daerah aliran sungai.
Dengan membuka pintu investasi bagi koorporasi-koorporasi imperialis yang berwatak eksploitatif dan destruktif terhadap lingkungan, mimpi SBY-Boediono ini terdengar seperti guyonan. Akibat dari rusaknya lingkungan, berbagai bencana alam pun tak bisa lagi dihindari. Kasus terakhir adalah banjir di Wasior, Papua Barat yang menelan korban jiwa hingga 156 orang dan korban hilang mencapai 158 orang (Tempo Interaktif, 16/10). Pada perkembangannya, SBY-Boediono dinilai sangat tidak tanggap terhadap kasus ini dan menyebabkan semakin menurunnya kepercayaan rakyat terhadap duet pemimpin ini.
Gerakan Rakyat
Buah dari kegagalan kepemimpinan SBY-Boediono ini adalah meningkatnya resistensi rakyat, yang diekspresikan dengan berbagai cara. Dalam setiap edisi pemberitaan media massa hari ini, tidak pernah terlewatkan warta tentang demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Hal tersebut bisa kita jadikan dasar pijakan bahwa rakyat semakin tidak puas terhadap kepemimpinan rezim boneka SBY-Boediono. Meningkatnya intensitas gerakan rakyat ini jugalah yang membuat sejumlah klik reaksi yang kontra SBY unjuk gigi untuk berkonfrontasi secara terbuka. Satu lingkaran yang paling kuat di antara yang lainnya adalah blok di bawah koordinasi Wiranto dan Rizal Ramli. Sikap kontra mereka ini niscaya akan semakin terbuka seiring menaiknya intensitas dan kekuatan politik gerakan rakyat.***
Lampiran
Visi, Misi dan Program Kerja Pasangan SBY
Boediono 2009-2014
Visi SBY Boediono2009-2014 adalah TERWUJUDNYA INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL, DAN MAKMUR [Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 17/2007].
Misi SBY Boediono 2009-2014: MEWUJUDKAN INDONESIA YANG LEBIH SEJAHTERA, AMAN DAN DAMAI DAN MELETAKKAN FONDASI YANG LEBIH KUAT BAGI INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS.
Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2009-2010 sebagai berikut.
- Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera
- Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi
- Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang
Pasangan Capres-Cawapres SBY-Boediono telah merancang 5 Strategi Pokok sebagai berikut:
- Melanjutkan Pembangunan Ekonomi Indonesia untuk mencapai Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
- Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.
- Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen Bangsa.
- Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
- Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka Pembangunan Masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
Untuk melaksanakan hal-hal tersebut diatas, maka telah dirancang 13 Pokok-pokok Program Kerja sebagai berikut:
PROGRAM AKSI BIDANG PENDIDIKAN
- Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.
- Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA.
- Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.
- Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya. Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.
- Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti.
- Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan.
- Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.
- Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.
PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN
Fokus utama program aksi bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
- Menyempurnakan dan memantapkan pelaksaan program jaminan kesehatan masyarakat baik dari segi kualitas pelayanan, akses pelayanan, akuntabilitas anggaran, dan penataan administrasi yang transparan dan bersih.
- Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat seperti yang telah dilakukan selama 3 tahun terakhir.
- Mempermudah pembangunan klinik atau rumah sakit yang berkualitas internasional baik melalui profesionalisasi pengolaan rumah sakit pemerintah maupun mendorong tumbuhnya rumah sakit swasta.
- Upaya untuk meningkatkan kapasitas generasi mendatang sudahharus dimulai sejak bayi dalam kandungan.
- Penurunan tingkat kematian ibu yang melahirkan, pencegahanpenyakit menular seperti HIV/AIDS, malaria dan TBC.
- Mengurangi tingkat prevelansi gizi buruk balita menjadi di bawah 15% pada tahun 2014 dari keadaan terakhir sekitar 18%.
- Revitalisasi program keluarga berencana yang telah dimulai kembali dalam periode 2005-2009 akan dilanjutkan dan diperkuat.
- Upaya pencapaian dalam bidang kesehatan tidak tercapai jika kesejahteraan dan sistem insentif bagi tenaga medis dan paramedis khususnya yang bertugas di daerah terpencil tidak memadai.
- Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, utamanya yang diarahkan untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor dalam proses produksi obat.
- Meningkatkan kualitas pelayanan dan praktek kedokteran yang sesuai dengan etika dan menjaga kepentingan dan perlindungan masyarakat awam dari mal-praktek dokter dan rumah sakit yang tidak bertanggung jawab.
- Mengembangkan sistem peringatan dini untuk penyebaran informasi terjadinya wabah dan cara menghindarinya untuk mencegah kepanikan dan jatuhnya banyak korban
- Evakuasi, perawatan dan pengobatan masyarakat di daerah bencana alam
PROGRAM AKSI BIDANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Program aksi penanggulangan kemiskinan harus dilakukan melalui beberapa program aksi sebagai berikut:
- Meneruskan, meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
- Melanjutkan program pengarusutamaan semua program penanggulangan kemiskinan yang ada di kementerian dan lembaga sebagai pendukung program PNPM (PNPM pendukung).
- Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang selama ini efektif dalam mengatasi gejolak yang temporer akan selalu disiagakan untuk dipergunakan setiap waktu.
- Penyediaan beras murah bagi keluarga miskin untuk menjamin ketahanan pangan.
- Pengembangan program-program berlapis untuk rakyat miskin yang dilakukan secara intensif, antara lain: Program Jamkesmas, BOS, PKH, BLT, PNPM, Raskin
- Pemihakan kepada Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, antara lain dengan pemberian Kredit Usaha Rakyat untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil.
PROGRAM AKSI PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA
Fokus dalam program aksi ketenagakerjaan ini akan menekankan pada:
- Peningkatan kualitas pekerja baik dilihat dari upah yang diterima, produktivitas dan standar kualifikasinya untuk dapat memperluas peningkatan kesempatan di sektor formal, serta mengurangi jumlah pengangguran terbuka usia muda.
- Peningkatkan investasi melalui perbaikan iklim investasi baik di pusat maupun di daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta.
- Reformasi tingkat mikro-ekonomi,
- Membangun infrastruktur fisik yang dapat memperlancar arus lalu-lintas barang dan informasi, serta mendorong program industrialisasi yang dapat menarik industri lanjutan (PMDN, PMA, dan Perusahaan Global) untuk berinvestasi di Indonesia.
- Memperluas permintaan domestik di luar barang-barang konsumsi, serta memanfaatkan pasar regional.
- Memperluas dan meningkatkan industri kreatif dan pariwisata sebagai sumber potensi perekonomian Indonesia yang sangat besar.
- Pembangunan kawasan-kawasan ekonomi khusus seperti Batam, Bintan, Karimun, Suramadu, Sabang dan berbagai kawasan khusus lainnya.
PROGRAM AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR
Program aksi pemerintah mendatang di bidang pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut:
- Melanjutkan pelaksanaan dual track strategy dalam pembangunan infrastruktur, yaitu memperluas kesempatan bagi masyarakat (baik swasta nasional maupun asing) untuk berpartisipasi secara transparan, adil, bebas dari kepentingan kelompok, bersih, dan kompetitif dalam pembangunan dan pengoperasian kegiatan infrastruktur.
- Menjamin akses masyarakat terhadap jasa kegiatan infrastruktur, pemerintah tetap akan mempertahankan fungsi regulasi yang fair kepada setiap pelaku dan konsumen.
- Untuk mendukung partisipasi swasta dan BUMN dalam pembangunan infrastruktur, kebijakan penjaminan resiko oleh pemerintah dapat diberikan secara selektif berdasarkan criteria yang obyektif, matang, terukur, transparan, dan adil serta dapat dipertanggungjawabkan.
- Pelayanan dan akses air bersih dengan harga terjangkau bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
- Melakukan unbundling pembangunan infrastruktur dimana pemerintah akan menanggung pembangunan infrastruktur dasar, sementara badan usaha menanggung pembangunan yang bersifat komersial untuk berbagai infrastruktur penting di daerah.
- Meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang penggunaannya akan diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur dasar yang sifatnya non komersial.
- Meningkatkan pembangunan telekomunikasi pita lebar untuk mendekatkan jarak fisik yang berjauhan mengingat Negara Indonesia adalah negara kepulauan.
- Dalam rangka mengatasi bencana alam banjir diberbagai daerah, pengelolaan sungai beserta daerah tangkapan air akan terus dilakukan, antara lain melalui pembangunan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, Banjir Kanal Jakarta.
PROGRAM AKSI KETAHANAN PANGAN
Program aksi peningkatan pangan meliputi antara lain:
- Memperbaiki infrastruktur pertanian
- Meningkatkan kualitas input baik dengan dukungan penelitian dan pengembangan bibit unggul, dan penyuluhan untuk penggunaan secara tepat dan akurat dengan resiko yang dapat dijaga.
- Memperbaiki kebijakan penyediaan dan subsidi pupuk, agar tidak terjadi kelangkaan, penyelundupan, dan penggunaan pupuk subsidi kepada yang tidak berhak
- Perbaikan sistem distribusi dan logistik termasuk pergudangan secara terintegrasi dengan memperhatikan supply chain, agar mampu mengurangi gejolak harga dan pasokan secara musiman pada komoditas pangan utama.
- Perkuatan dan pemberdayaan petani, nelayan, petambak dan menjaga daya beli dan nilai tukar petani dengan menjaga stabilitas harga-harga komoditas yang dapat memberikan keuntungan pada petani namun tidak memberatkan konsumen yang berpendapatan rendah.
- Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya tawar dan kompetisi (competitive advantage) dari sektor pertanian di pasar regional dan dunia, terutama pada komoditas yang merupakan produk utama dan terbesar di kawasan Asia dan dunia seperti CPO, Kayu manis, dll.
- Melaksanakan kebijakan pengembangan industri hilir pertanian dengan penciptaan iklim investasi yang baik dan bila perlu diberikan insentif (fiskal) bagi pengembangannya.
- Penyediaan informasi secara transparan tentang harga pasar dari hasil panen yang akurat dan up to date kepada petani dan nelayan, harga dan ketersediaan pupuk, peringatan dini cuaca dan wabah sehingga petani dapat lebih cerdas dalam menentukan tindakannya.
PROGRAM AKSI KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN ENERGI
Program aksi dalam sektor energi adalah sebagai berikut:
- Mendorong diversifikasi penggunaan energi domestik kepada gas alam dan batubara. Program ini akan mengurangi tekanan tambahan permintaan pada sumber energi minyak bumi.
- Program aksi peningkatan kemandirian energi akan dilakukan secara integratif antara penguasaan teknologi energi, pembangunan infrastruktur, kebijakan harga, dan insentif di dalamnya.
- Meningkatkan daya tarik dan kepastian investasi untuk eksplorasi dan produksi di bidang pertambangan dan energi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sektor energi.
- Meningkatkan transparansi, tata kelola, dan menghilangkan korupsi dan biaya yang tidak efisien di sektor hulu energi.
- Meningkatkan kompetisi yang sehat dan transparan di sektor hilir energi, agar tercapai pelayanan yang baik dan harga yang rasional dan terjangkau bagi masyarakat luas.
- Melaksanakan kebijakan pengembangan dan pemakaian energy terbarukan (renewable energy) yang konsisten dan sesuai dengan partispasi dan tanggung jawab Indonesia dalam agenda global untuk mencegah pemburukan iklim dunia (climate change) dan memperkuat ketahan energi nasional.
- Meningkatkan kegiatan-kegiatan penelitian sektor energi untuk menghasilkan sumber-sumber energi baru non-konvensional, meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan penurunan emisi karbon.
- Peningkatan efisiensi energi untuk mendorong perekonomian, peningakatan kesejahteraan dan memperbaiki daya saing.
- Peningkatan diversifikasi, distribusi serta akses energi sehingga setiap rakyat Indonesia mampu memperoleh energi sesuai kebutuhan dan kemampuan daya belinya.
PROGRAM AKSI PERBAIKAN DAN PELAKSANAAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
Program aksi itu terdiri dari:
- Meneruskan reformasi birokrasi di lembaga-lembaga pemerintah (departemen dan lembaga serta pemerintah daerah) secara bertahap, terukur dan terus dijaga kualitas hasil kinerjanya serta pertangungjawaban publik.
- Program perbaikan peraturan yang menyangkut rekrutmen, perkembangan karier secara transparan, akuntabel dan berdasarkan prestasi (merit based), serta aturan disiplin dan pemberhentian pegawai negeri sispil.
- Meningkatkan kinerja dengan memperbaiki prosedur kerja (business process), pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kecepatan dan keakuratan layanan, dan mengatur kembali struktur organisasi agar makin efisien dan efektif dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, regulasi, pengawasan dan penegakan aturan.
- Memperbaiki remunerasi sehingga makin mencerminkan resiko, tanggung jawab, beban kerja yang realistis dan berimbang.
- Memperbaiki sistem dan tunjangan pensiun agar mencerminkan imbalan prestasi yang manusiawi namun tetap dapat dipenuhi oleh kemampuan anggaran.
- Melakukan pengawasan kinerja dan dampak reformasi, termasuk pemberantasan korupsi dan penerapan disiplin dan hukuman yang tegas bagi pelanggaran sumpah jabatan, aturan, disiplin, dan etika kerja birokrasi.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas layanan pemerintahan dengan perumusan standar pelayanan minimum yang diketahui masyarakat beserta pemantauan pelaksanaannya oleh masyarakat.
PROGRAM AKSI PENEGAKAN PILAR DEMOKRASI
Penegakan pilar demokrasi akan diimplementasi melalui program aksi penguatan sistem demokrasi yang meliputi:
- Mengatur kembali hubungan eksekutif dan legislatif sehingga dapat menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan fungsi anggaran yang efektif dan seimbang dan terbentuk suatu system yang dapat melancarkan tujuan bernegara secara bermartabat.
- Memperbaiki peraturan dan penyelenggaran Pemilu dan Pilkada, agar tercapai Pemilu yang jujur, adil, dan dapat menghindarkan warga negara yang kehilanggan hak untuk berpartisipasi dalam Pemilu.
- Memperbaiki administrasi, penganggaran, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu agar terjadi kepastian dan efisiensi kerja insitusi penyelenggara pemilu tanpa mengorbankan kualitas pemilu.
- Mengembangkan substansi demokrasi, yaitu nilai-nilai hakiki seperti kebebasan, penegakan hukum, keadilan dan rasa tanggung jawab.
PROGRAM AKSI PENEGAKAN HUKUM
Implementasi agenda reformasi penegakan hukum akan dilakukan ke dalam dua program aksi yaitu reformasi penegakan hukum (rule of law) dan penegakan ketertiban umum, dengan cara:
- Memperbaiki law enforcement.
- Memperkuat kinerja dan pengawasan kepolisian dan kejaksaan melalui reformasi kepolisian dan kejaksaan, perbaikan kinerja kepolisian dan kejaksaan di daerah, baik melalui program quick win maupun perbaikan struktural menyeluruh dan komprehensif pada kepolisian dan kejaksaan.
- Meninjau ulang dan memperbaiki peraturan yang menyangkut penegakan hukum termasuk pengaturan hak-hak polisi, peraturan-peraturan pelaporan, dan aturan pelayanan dari aparat penegak hukum.
- Mendukung perbaikan adminsitrasi dan anggaran di Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya.
- Pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten dan tanpa tebang pilih.
PROGRAM AKSI PEMBANGUNAN YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN
Program aksi yang inklusif dan berkeadilan meliputi:
- Penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah dengan perluasan akses kredit untuk UMKM termasuk dan utamanya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), penciptaan dan pendidikan bagi para pengusaha (enterpreneur) baru di tingkat kecil dan menengah di daerah-daerah, mendukung inovasi dan kreativitas masyarakat dan pengusaha dalam menciptakan produk, mengemas, memasarkan dan memelihara kesinambungan dalam persaingan yang sehat.
- Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan melakukan terus menerus perbaikan kebijakan transfer anggaran kedaerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana otonomi khusus (otsus).
- Mempercepat pembangunan daerah-daerah tertinggal dan daerah perbatasan terluar dan terpencil dengan pemberian anggaran yang cukup bagi pembangunan infrastruktur dan pos penjagaan terluar.
- Mengurangi kesenjangan jender dengan meningkatkan kebijakan pemihakan kepada perempuan dan pengarusutamaan jender dalam strategi pembangunan.
PROGRAM AKSI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
Progam di bidang lingkungan hidup bertujuan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, menjaga kelestarian alam, dan menjaga kesinambungan daya dukung alam terhadap aktivitas ekonomi dan masyarakat.
- Memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan dan mencegah bencana alam dengan melakukan reboisasi, penghutanan kembali, dan perbaikan daerah aliran sungai.
- Mengembangkan strategi pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable) sesuai dengan tujuan untuk mengurangi ancaman dan dampak perubahan iklim globalkhususnya melalui upaya pengurangan emisi karbon- baik di sektor kehutanan, energi, transportasi, kelautan, dan pertanian.
- Mengajak seluruh masyarakat luas, rumah tangga maupun dunia usaha untuk aktif menjaga lingkungan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN
Pengembangan budaya ditujukan untuk menciptakan masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan peradaban luhur dan mampu menjaga jati diri ditengah pergaulan global.
- Menjaga suasana kebebasan kreatif dibidang seni dan keilmuan.
- Menyediakan prasarana untuk mendukung kegiatan kebudayaan dan keilmuan yang bersifat non-komersial
- Memberikan insentif kepada kegiatan kesenian dan keilmuan untuk mengembangkan kualitas seni dan budaya serta melestarikan warisan kebudayaan lokal dan nasional, modern dan tradisional
PP Pengganti UU BHP
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 66 TAHUN 2010
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
tidak mengatur tata kelola satuan pendidikan karena
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2009 tentang Badan Hukum Pendidikan;
b. bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal
31 Maret 2010, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009
tentang Badan Hukum Pendidikan dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4301);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5105), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, di antara angka 17 dan
angka 18 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 17A
dan ketentuan angka 22 diubah, sehingga Pasal 1
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud
dengan:
1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan
kewenangan dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional oleh Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang
didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan
agar proses pendidikan dapat berlangsung
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan
pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada
satuan atau program pendidikan pada jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan agar proses
pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
3. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
4. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat
TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan
bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai
dengan 6 (enam) tahun.
5. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat
RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan
dengan kekhasan agama Islam bagi anak
berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)
tahun.
6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
7. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan
pada jalur pendidikan formal yang melandasi
jenjang pendidikan menengah, yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan
berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta
menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan
pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah
Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah,
atau bentuk lain yang sederajat.
8. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD,
adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar.
9. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat
MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan Menteri Agama yang
menyelenggarakan pendidikan umum dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
dasar.
10. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya
disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan
dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk
lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama atau setara SD atau
MI.
11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya
disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
yang menyelenggarakan pendidikan umum
dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI,
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan
dari hasil belajar yang diakui sama atau setara
SD atau MI.
12. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan
pada jalur pendidikan formal yang merupakan
lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah
Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah
Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.
13. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya
disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan umum pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP
atau MTs.
14. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat
MA, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
yang menyelenggarakan pendidikan umum
dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari
SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau
setara SMP atau MTs.
15. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya
disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari
hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP
atau MTs.
16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya
disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan
dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
pendidikan menengah sebagai lanjutan dari
SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau
setara SMP atau MTs.
17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan
pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan
menengah yang dapat berupa program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,
dan doktor, yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
17A. Akademi adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam
1 (satu) cabang atau sebagian cabang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.
18. Politeknik adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam
sejumlah bidang pengetahuan khusus.
19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin
ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
20. Institut adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok
disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau
seni dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi.
21. Universitas adalah perguruan tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan
jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
pendidikan profesi.
22. Program studi adalah program yang mencakup
kesatuan rencana belajar sebagai pedoman
penyelenggaraan pendidikan yang
diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum
serta ditujukan agar peserta didik dapat
menguasai pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sesuai dengan sasaran kurikulum.
23. Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah
himpunan sumber daya pendukung program
studi dalam 1 (satu) rumpun disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
olahraga.
24. Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah
himpunan sumber daya pendukung, yang dapat
dikelompokkan menurut jurusan, yang
menyelenggarakan dan mengelola pendidikan
akademik, vokasi, atau profesi dalam 1 (satu)
rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, dan/atau olahraga.
25. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
26. Standar pelayanan minimal adalah kriteria
minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan
Standar Nasional Pendidikan yang harus
dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
27. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan.
28. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
pada perguruan tinggi dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
29. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar
dan belajar pada perguruan tinggi.
30. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan
mahasiswa pada perguruan tinggi.
31. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
32. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan
nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga
masyarakat yang saling membelajarkan
pengalaman dan kemampuan dalam rangka
meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya.
33. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah
satuan pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar
sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar
prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.
34. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah
pendidikan yang diselenggarakan setelah
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan
diperkaya dengan keunggulan kompetitif
dan/atau komparatif daerah.
35. Pendidikan bertaraf internasional adalah
pendidikan yang diselenggarakan setelah
memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan
diperkaya dengan standar pendidikan negara
maju.
36. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
37. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang
peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
pembelajarannya menggunakan berbagai
sumber belajar melalui teknologi komunikasi,
informasi, dan media lain.
38. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
39. Pendidikan berbasis masyarakat adalah
penyelenggaraan pendidikan berdasarkan
kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan
potensi masyarakat sebagai perwujudan
pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
40. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan.
41. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota
masyarakat yang memiliki keahlian tertentu
yang berbadan hukum dan bersifat
nonkomersial.
42. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang
peduli pendidikan.
43. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga
mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh
masyarakat yang peduli pendidikan.
44. Kementerian adalah kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan nasional.
45. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
46. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan
nasional.
2. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga Pasal 49
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan pendidikan bertujuan
memajukan pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dengan
menerapkan manajemen berbasis
sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah dan otonomi perguruan
tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan didasarkan
pada prinsip:
a. nirlaba, yaitu prinsip kegiatan satuan
pendidikan yang bertujuan utama tidak
mencari keuntungan, sehingga seluruh sisa
lebih hasil kegiatan satuan pendidikan
harus digunakan untuk meningkatkan
kapasitas dan/atau mutu layanan satuan
pendidikan;
b. akuntabilitas, yaitu kemampuan dan
komitmen satuan pendidikan untuk
mempertanggungjawabkan semua kegiatan
yang dijalankan kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik
satuan pendidikan dalam memberikan
layanan pendidikan formal yang memenuhi
atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan secara berkelanjutan;
d. transparansi, yaitu keterbukaan dan
kemampuan satuan pendidikan menyajikan
informasi yang relevan secara tepat waktu
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan standar pelaporan
yang berlaku kepada pemangku
kepentingan.
e. akses berkeadilan, yaitu memberikan
layanan pendidikan formal kepada calon
peserta didik dan peserta didik, tanpa
pengecualian.
3. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga Pasal 53
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Satuan pendidikan wajib memberikan layanan
pendidikan kepada calon peserta didik dan
peserta didik, tanpa memandang latar belakang
agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan
kemampuan ekonomi.
(2) Satuan pendidikan wajib menjamin akses
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
membutuhkan pendidikan khusus, dan layanan
khusus.
4. Di antara Pasal 53 dan Pasal 54 disisipkan 2 (dua)
pasal yakni Pasal 53A dan Pasal 53B yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 53A
(1) Satuan pendidikan menengah dan satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan masing-masing wajib
mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik
berkewarganegaraan Indonesia, yang memiliki
potensi akademik memadai dan kurang mampu
secara ekonomi, paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari jumlah keseluruhan peserta didik
baru.
(2) Satuan pendidikan menengah dan satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan masing-masing wajib
menyediakan beasiswa bagi peserta didik
berkewarganegaraan Indonesia yang
berprestasi.
(3) Satuan pendidikan menengah dan satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan masing-masing wajib
menyediakan bantuan biaya pendidikan bagi
peserta didik berkewarganegaraan Indonesia
yang tidak mampu secara ekonomi dan yang
orang tua atau pihak yang membiayai tidak
mampu secara ekonomi.
(4) Bantuan biaya pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diberikan kepada
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah seluruh peserta didik.
(5) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dapat mengalokasikan
beasiswa bagi warga negara asing.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa dan
bantuan biaya pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 53B
(1) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah wajib menjaring peserta didik
baru program sarjana melalui pola penerimaan
secara nasional paling sedikit 60% (enam puluh
persen) dari jumlah peserta didik baru yang
diterima untuk setiap program studi pada
program pendidikan sarjana.
(2) Pola penerimaan secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
penerimaan mahasiswa melalui penelusuran
minat dan bakat atau bentuk lain yang sejenis.
(3) Peserta didik baru yang terjaring melalui pola
penerimaan secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), termasuk peserta didik
yang tidak mampu secara ekonomi dan yang
orang tua atau pihak yang membiayai tidak
mampu secara ekonomi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola
penerimaan secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
5. Di antara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan
10 (sepuluh) pasal yakni Pasal 58A, Pasal 58B,
Pasal 58C, Pasal 58D, Pasal 58E, Pasal 58F, Pasal
58G, Pasal 58H, Pasal 58I, dan Pasal 58J yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58A
Satuan pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah memiliki paling sedikit 2 (dua)
organ yang terdiri atas:
a. kepala sekolah/madrasah yang menjalankan
fungsi manajemen satuan pendidikan anak usia
dini jalur formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah; dan
b. komite sekolah/madrasah yang menjalankan
fungsi pengarahan, pertimbangan, dan
pengawasan akademik.
Pasal 58B
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini
jalur formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
menggunakan tata kelola sebagai berikut:
a. kepala sekolah/madrasah menjalankan
manajemen berbasis sekolah/madrasah
untuk dan atas nama
Gubernur/Bupati/Walikota atau Menteri
Agama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
b. komite sekolah/madrasah memberi
bantuan pengarahan, pertimbangan, dan
melakukan pengawasan akademik kepada
dan terhadap kepala sekolah/madrasah.
(2) Manajemen berbasis sekolah/madrasah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kewenangan kepala
sekolah/madrasah menentukan secara mandiri
untuk satuan pendidikan yang dikelolanya
dalam bidang manajemen, yang meliputi:
a. rencana strategis dan operasional;
b. struktur organisasi dan tata kerja;
c. sistem audit dan pengawasan internal; dan
d. sistem penjaminan mutu internal.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota atau Peraturan
Menteri Agama.
Pasal 58C
(1) Organ dan pengelolaan satuan pendidikan anak
usia dini jalur formal, pendidikan dasar,
dan/atau pendidikan menengah yang
diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan
tata kelola yang ditetapkan oleh badan hukum
nirlaba yang sah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam
Pasal 49 ayat (2).
Pasal 58D
(1) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah memiliki paling sedikit
4 (empat) jenis organ yang terdiri atas:
a. rektor, ketua, atau direktur yang
menjalankan fungsi pengelolaan satuan
pendidikan tinggi;
b. senat universitas, institut, sekolah tinggi,
akademi, atau politeknik yang menjalankan
fungsi pertimbangan dan pengawasan
akademik;
c. satuan pengawasan yang menjalankan
fungsi pengawasan bidang non-akademik;
dan
d. dewan pertimbangan yang menjalankan
fungsi pertimbangan non-akademik dan
fungsi lain yang ditentukan dalam statuta
satuan pendidikan tinggi masing-masing.
(2) Nama organ sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dan huruf d diatur dalam
statuta satuan pendidikan tinggi masing-
masing.
(3) Ketentuan mengenai jumlah dan jenis organ
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam statuta satuan pendidikan tinggi
masing-masing.
Pasal 58E
(1) Rektor, ketua, atau direktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58D ayat (1) huruf a
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atau
Menteri Agama, sebagai pemimpin satuan
pendidikan tinggi.
(2) Rektor, ketua, atau direktur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh beberapa
unsur pimpinan pada tingkat satuan
pendidikan tinggi dan/atau pada tingkat
fakultas atau sebutan lain yang sejenis.
(3) Jumlah dan jenis unsur pimpinan satuan
pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam statuta satuan pendidikan
tinggi masing-masing atas persetujuan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan
dan pemberhentian rektor, ketua, atau direktur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 58F
(1) Tata kelola satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai
berikut:
a. rektor, ketua, atau direktur menjalankan
otonomi perguruan tinggi untuk dan atas
nama Menteri dalam bidang pendidikan
tinggi, penelitian, pengabdian kepada
masyarakat dan bidang lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. senat universitas, institut, sekolah tinggi,
akademi, atau politeknik memberi
pertimbangan dan melakukan pengawasan
terhadap rektor, ketua, atau direktur dalam
pelaksanaan otonomi perguruan tinggi
bidang akademik;
c. satuan pengawasan melakukan pengawasan
pelaksanaan otonomi perguruan tinggi
bidang non akademik untuk dan atas nama
rektor, ketua, atau direktur;
d. dewan pertimbangan memberi
pertimbangan otonomi perguruan tinggi
bidang non-akademik dan fungsi lain sesuai
statuta kepada rektor, ketua, atau direktur.
(2) Otonomi perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas
kewenangan rektor, ketua, atau direktur
menentukan secara mandiri satuan pendidikan
yang dikelolanya antara lain dalam:
a. bidang manajemen organisasi, yaitu:
1. rencana strategis dan operasional;
2. struktur organisasi dan tata kerja;
3. sistem pengendalian dan pengawasan
internal; dan
4. sistem penjaminan mutu internal,
yang ditetapkan oleh rektor, ketua, atau
direktur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. bidang akademik, yaitu:
1. norma, kebijakan, dan pelaksanaan
pendidikan:
a) persyaratan akademik mahasiswa yang
akan diterima;
b) pembukaan, perubahan, dan
penutupan program studi;
c) kerangka dasar dan struktur
kurikulum serta kurikulum program
studi;
d) proses pembelajaran;
e) penilaian hasil belajar;
f) persyaratan kelulusan; dan
g) wisuda.
2. norma, kebijakan, serta pelaksanaan
penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
c. bidang kemahasiswaan, yaitu:
1. norma dan kebijakan kemahasiswaan;
2. kegiatan kemahasiswaan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler;
3. organisasi kemahasiswaan; dan
4. pembinaan bakat dan minat mahasiswa.
d. bidang sumber daya manusia, yaitu:
1. norma dan kebijakan pengelolaan sumber
daya manusia;
2. persyaratan dan prosedur penerimaan
sumber daya manusia;
3. penugasan dan pembinaan sumber daya
manusia;
4. penyusunan target kerja dan jenjang karir
sumber daya manusia; dan
5. pemberhentian sumber daya manusia,
yang ditetapkan oleh rektor, ketua, direktur
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bidang kepegawaian.
e. bidang sarana dan prasarana, yaitu:
1. norma dan kebijakan pengelolaan sarana
dan prasarana; dan
2. penggunaan sarana dan prasarana,
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Otonomi perguruan tinggi dalam:
a. bidang keuangan yaitu:
1. norma dan kebijakan pengelolaan bidang
keuangan;
2. perencanaan dan pengelolaan anggaran
jangka pendek dan jangka panjang;
3. tarif setiap jenis layanan pendidikan;
4. penerimaan, pembelanjaan, dan
pengelolaan uang;
5. melakukan investasi jangka pendek dan
jangka panjang;
6. melakukan pengikatan dalam tri dharma
perguruan tinggi dengan pihak ketiga;
7. memiliki utang dan piutang jangka
pendek dan jangka panjang; dan
8. sistem pencatatan dan pelaporan
keuangan.
b. bidang sumber daya manusia yaitu jenis dan
besar gaji serta tunjangan yang melekat pada
gaji yang diberikan di atas gaji dan
tunjangan melekat yang diterima pegawai
negeri sipil.
c. bidang sarana dan prasarana yaitu:
1. pembelian dan tatacara pembelian sarana
dan prasarana;
2. pencatatan sarana dan prasarana;
3. penghapusan sarana dan prasarana,
dapat dijalankan apabila satuan pendidikan
tinggi menerapkan pola pengelolaan keuangan
badan layanan umum.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan
satuan pendidikan tinggi, dan otonomi
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam statuta
masing-masing satuan pendidikan tinggi yang
ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai otonomi
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) yang sesuai dengan karakteristik
pengelolaan satuan pendidikan tinggi
ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Dalam hal satuan pendidikan tinggi tidak
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum maka otonomi sebagaimana
tercantum pada ayat (3) diatur dengan pola
pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Pasal 58G
(1) Organ dan pengelolaan satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
menggunakan tata kelola yang ditetapkan oleh
badan hukum nirlaba yang sah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam
Pasal 49 ayat (2).
Pasal 58H
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangan masing-masing
menanggung seluruh biaya investasi, biaya
operasional, beasiswa, dan bantuan biaya
pendidikan bagi satuan pendidikan dasar yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah.
(2) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan kemampuan dan kewenangan masing-
masing menanggung biaya investasi, biaya
operasional, beasiswa, dan/atau bantuan biaya
pendidikan bagi satuan pendidikan anak usia
dini jalur formal dan/atau pendidikan
menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Pemerintah sesuai dengan kemampuan
keuangan negara menanggung biaya investasi,
biaya operasional, beasiswa, dan/atau bantuan
biaya pendidikan bagi satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dana untuk biaya investasi, biaya operasional,
beasiswa, dan/atau bantuan biaya pendidikan
bagi satuan pendidikan anak usia dini jalur
formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan
menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah disalurkan
kepada kepala sekolah/madrasah dan dikelola
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Dana untuk biaya investasi, biaya operasional,
beasiswa, dan/atau bantuan biaya pendidikan
bagi satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah disalurkan
kepada rektor, ketua, atau direktur dan dikelola
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 58I
Satuan pendidikan menengah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum.
Pasal 58J
(1) Akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan
satuan pendidikan wajib diwujudkan paling
sedikit dengan:
a. menyelenggarakan tata kelola satuan
pendidikan berdasarkan prinsip tata kelola
satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (2);
b. menyeimbangkan jumlah peserta didik,
kapasitas sarana dan prasarana, pendidik,
tenaga kependidikan serta sumber daya
lainnya;
c. menyelenggarakan pendidikan tidak secara
komersial; dan
d. menyusun laporan penyelenggaraan
pendidikan dan laporan keuangan tepat
waktu, transparan, dan akuntabel sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai akuntabilitas
pengelolaan dan penyelenggaraan satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga Pasal 60
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60
(1) Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah; dan
d. pendidikan tinggi.
(2) Penyelenggara satuan pendidikan terdiri atas:
a. pemerintah daerah yang menyelenggarakan
satuan pendidikan anak usia dini jalur
formal, pendidikan dasar dan menengah;
b. Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama
menyelenggarakan satuan pendidikan anak
usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan
menengah;
c. Kementerian yang menyelenggarakan
satuan pendidikan tinggi; dan
d. masyarakat yang menyelenggarakan satuan
pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar, menengah, dan/atau
tinggi, melalui badan hukum yang
berbentuk antara lain yayasan,
perkumpulan, dan badan lain sejenis.
7. Ketentuan Pasal 170 diubah sehingga Pasal 170
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 170
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah, berstatus
sebagai pegawai negeri sipil dan non-pegawai
negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan non-pegawai
negeri sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) membuat perjanjian dengan kepala
sekolah/madrasah atau rektor, ketua, atau
direktur.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan isi
perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
8. Judul BAB XIII diubah sehingga BAB XIII berbunyi
sebagai berikut:
BAB XIII
PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENUTUPAN SATUAN
PENDIDIKAN
9. Ketentuan Pasal 182 diubah dan di antara ayat (9)
dan ayat (10) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (9a)
sehingga Pasal 182 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 182
(1) Pendirian program atau satuan pendidikan
anak usia dini formal, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
wajib memperoleh izin Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK,
yang memenuhi standar pelayanan minimum
sampai dengan Standar Nasional Pendidikan,
diberikan oleh bupati/walikota.
(3) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK,
yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
menjadi satuan dan/atau program pendidikan
bertaraf internasional diberikan oleh Menteri.
(4) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK,
yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
menjadi satuan dan/atau program pendidikan
berbasis keunggulan lokal, diberikan oleh
bupati/walikota.
(5) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk satuan pendidikan khusus pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah
diberikan oleh gubernur.
(6) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan
pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh
Menteri Agama.
(7) Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan
pendidikan keagamaan menjadi satuan
dan/atau program pendidikan bertaraf
internasional atau berbasis keunggulan lokal
dikeluarkan oleh Menteri Agama.
(8) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk universitas dan institut yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diberikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
(9) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk sekolah tinggi, politeknik, dan
akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
diberikan oleh Menteri setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendayagunaan aparatur Negara.
(9a) Izin pendirian perguruan tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang diselenggarakan
oleh masyarakat diberikan oleh Menteri atas
usul pengurus atau nama lain yang sejenis dari
badan hukum nirlaba yang sah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk satuan pendidikan Indonesia di
luar negeri diberikan oleh Menteri.
(11) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
pemberian izin satuan pendidikan formal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (10) diatur dengan Peraturan
Menteri.
10. Ketentuan Pasal 184 diubah, dan ditambahkan
1 (satu) ayat yakni ayat (6) sehingga Pasal 184
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 184
(1) Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan
formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan
kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi,
serta manajemen dan proses pendidikan.
(2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
(3) Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan
harus melampirkan:
a. hasil studi kelayakan tentang prospek
pendirian satuan pendidikan formal dari segi
tata ruang, geografis, dan ekologis;
b. hasil studi kelayakan tentang prospek
pendirian satuan pendidikan formal dari segi
prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan
budaya;
c. data mengenai perimbangan antara jumlah
satuan pendidikan formal dengan penduduk
usia sekolah di wilayah tersebut;
d. data mengenai perkiraan jarak satuan
pendidikan yang diusulkan di antara gugus
satuan pendidikan formal sejenis;
e. data mengenai kapasitas daya tampung dan
lingkup jangkauan satuan pendidikan formal
sejenis yang ada; dan
f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk
kelangsungan pendidikan paling sedikit
untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.
(4) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah
nonkementerian, selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) harus pula memenuhi
persyaratan:
a. memiliki program-program studi yang
diselenggarakan secara khas terkait dengan
tugas dan fungsi kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian yang
bersangkutan; dan
b. adanya undang-undang sektor terkait yang
menyatakan perlu diadakannya pendidikan
yang diselenggarakan secara khas terkait
dengan tugas dan fungsi kementerian atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang
bersangkutan.
(5) Kewenangan membuka, mengubah, dan
menutup program studi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58F ayat (2) huruf (b) butir (1.b)
diberikan secara bertahap kepada perguruan
tinggi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pentahapan
pemberian kewenangan untuk membuka dan
menutup program studi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
11. Di antara Pasal 184 dan Pasal 185 disisipkan 2 (dua)
pasal baru yakni Pasal 184A dan Pasal 184B yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 184A
(1) Perubahan perguruan tinggi dapat dilakukan
melalui:
a. perubahan nama dan/atau bentuk dari
nama dan/atau bentuk perguruan tinggi
tertentu menjadi nama dan/atau bentuk
perguruan tinggi yang lain;
b. penggabungan 2 (dua) atau lebih perguruan
tinggi menjadi 1 (satu) perguruan tinggi
baru;
c. 1 (satu) atau lebih perguruan tinggi
bergabung ke perguruan tinggi lain;
d. pemecahan dari 1 (satu) bentuk perguruan
tinggi menjadi 2 (dua) atau lebih bentuk
perguruan tinggi yang lain.
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan
setelah mendapat pertimbangan dari Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 184B
(1) Penutupan universitas dan institut yang
diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan
oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Penutupan sekolah tinggi, politeknik, dan
akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
ditetapkan oleh Menteri.
(3) Penutupan perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan
oleh badan hukum penyelenggara pendidikan
setelah ijin dicabut oleh Menteri.
(4) Penutupan perguruan tinggi atau pencabutan
ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) dilakukan apabila
perguruan tinggi yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi syarat pendirian atau proses
penyelenggaraan perguruan tinggi tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan
perguruan tinggi atau pencabutan ijin
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
12. Pasal 207 diubah sehingga Pasal 207 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 207
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya dapat memberikan
sanksi administratif berupa peringatan,
penundaan atau pembatalan pemberian
sumber daya pendidikan kepada satuan
pendidikan, penutupan satuan pendidikan
dan/atau program pendidikan yang
melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51, Pasal 53, Pasal 53B ayat (1),
Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58, Pasal
58J ayat (1), Pasal 69 ayat (4), Pasal 71 ayat (2)
dan ayat (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat (6), Pasal
95, Pasal 122 ayat (1), Pasal 131 ayat (5), Pasal
162 ayat (2), Pasal 184, dan Pasal 184A.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak meniadakan
pengenaan sanksi lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemberian sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
13. Di antara Pasal 220 dan Pasal 221 disisipkan
6 (enam) pasal yakni Pasal 220A, Pasal 220B,
Pasal 220C, Pasal 220D, Pasal 220E, dan Pasal 220F
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 220A
(1) Pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh
Universitas Indonesia, Universitas Gadjah
Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut
Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara,
Universitas Pendidikan Indonesia, dan
Universitas Airlangga masih tetap berlangsung
sampai dilakukan penyesuaian pengelolaannya
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penyesuaian pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3
(tiga) tahun sebagai masa transisi sejak
Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(3) Pengalihan status kepegawaian dosen dan
tenaga kependidikan pada Universitas
Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut
Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Sumatera Utara, Universitas
Pendidikan Indonesia, dan Universitas
Airlangga yang sebelumnya berstatus sebagai
pegawai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik
Negara diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Universitas Indonesia, Universitas Gadjah
Mada, Institut Teknologi Bandung, Institut
Pertanian Bogor, Universitas Sumatera Utara,
Universitas Pendidikan Indonesia, dan
Universitas Airlangga ditetapkan sebagai
perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintah.
(5) Penetapan lebih lanjut masing-masing
perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagai perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan
dengan Peraturan Presiden.
Pasal 220B
(1) Pengelolaan keuangan Universitas Indonesia,
Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi
Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas
Sumatera Utara, Universitas Pendidikan
Indonesia, dan Universitas Airlangga,
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum.
(2) Penetapan penerapan pola pengelolaan
keuangan badan layanan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
peraturan pemerintah mengenai pengelolaan
keuangan badan layanan umum.
(3) Penyesuaian tata kelola keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling
lambat 31 Desember 2012.
Pasal 220C
(1) Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara
yang telah memperoleh pemisahan kekayaan
negara yang ditempatkan sebagai kekayaan
awal Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik
Negara dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
tahun wajib menyelesaikan pengalihan
kekayaan negara kepada Menteri.
(2) Para pihak pada perjanjian yang telah dibuat
oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik
Negara dengan pihak lain wajib disesuaikan
dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
ini.
Pasal 220D
(1) Satuan pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan
menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah tetap
mengelola satuan pendidikan sampai dilakukan
penyesuaian tata kelola paling lama 4 (empat)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh Pemerintah tetap mengelola satuan
pendidikan sampai dilakukan penyesuaian tata
kelola paling lama 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
(3) Penyesuaian tata kelola satuan pendidikan
anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar,
dan/atau pendidikan menengah yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Agama
atau Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Penyesuaian tata kelola satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian
tata kelola satuan pendidikan anak usia dini
jalur formal, pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah yang diselenggarakan
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri Agama atau
Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyesuaian
tata kelola satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 220E
Yayasan, perkumpulan, dan badan lain sejenis yang
telah berstatus badan hukum, tetap
menyelenggarakan satuan pendidikan sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
badan hukum nirlaba.
Pasal 220F
(1) Pengelolaan pendidikan yang dilakukan oleh
Universitas Pertahanan yang sebelumnya
adalah Badan Hukum Pendidikan Pemerintah
Universitas Pertahanan dinyatakan masih tetap
berlangsung sejak tanggal 31 Maret 2010
sampai Universitas Pertahanan menyesuaikan
tata kelola berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini.
(2) Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini
diundangkan.
(3) Universitas Pertahanan ditetapkan sebagai
perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintah.
(4) Penetapan lebih lanjut Universitas Pertahanan
sebagai satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan
Peraturan Presiden.
Pasal 220G
(1) Pengelolaan keuangan Universitas Pertahanan
menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum.
(2) Penetapan penerapan pola pengelolaan keuangan
badan layanan umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah mengenai Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum
(3) Penyesuaian tata kelola keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling
lambat 31 Desember 2012.
Pasal 220H
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
tata kelola perguruan tinggi yang diatur dalam:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 152 Tahun 2000
tentang Penetapan Universitas Indonesia sebagai
Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 270);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000
tentang Penetapan Universitas Gadjah Mada
sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
271);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 154 Tahun 2000
tentang Penetapan Institut Pertanian Bogor
sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 272);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun 2000
tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung
sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 273);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2003
tentang Penetapan Universitas Sumatera Utara
sebagai Badan Hukum Milik Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 125);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2004
tentang Penetapan Universitas Pendidikan
Indonesia sebagai Badan Hukum Milik Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 13);
g. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2006
tentang Penetapan Universitas Airlangga sebagai
Badan Hukum Milik Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6); dan
h. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2010
tentang Badan Hukum Pendidikan Pemerintah
Universitas Pertahanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 48);
masih tetap berlaku sepanjang dimaknai sebagai
fungsi penyelenggara pendidikan tinggi yang tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dan
peraturan perundang-undangan sesudah masa
transisi.
Pasal 220I
Tata kelola perguruan tinggi yang dinyatakan masih tetap
berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 220H
adalah tidak termasuk tata kelola keuangan.
Pasal II
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 28 September 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 28 September 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 112
www.djpp.depkumham.go.id