Translate

Peringatan Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober dan Hari Mahasiswa Internasional tanggal 17 November 2010 Ditengah Penderitaan Rakyat Indonesia *

Indonesia sampai detik ini belumlah menjadi negeri yang berdaulat atas wilayah maupun kehidupan masyarakatnya. Penindasan oleh kolonialisme pada awal-awal Indonesia belum menapak kemerdekaannya digantikan dengan dominasi imperialisme yang semakin intensif penjajahannya. Melalui rezim boneka penetrasi kepentingan ekonomi dan politiknya berjalan seiring semakin memburuknya kehidupan masyarakat Indonesia. Kebijakan anti demokrasi, diskriminatif dan jauh dari rasa ketidak adilan terus saja keluar, memberikan keleluasaan bagi keberlangsungan hidup tuan tanah, borjuasi besar komprador dan merugikan bagi mayoritas kehidupan buruh, kaum tani, pemuda mahasiswa, serta sektor rakyat lainnya. Harapan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia semakin sirna dengan semakin intensifnya penindasan imperialisme ditengah terpaan krisis dunia.

Dibawah cengkraman penindasan yang dilakukan Imperialisme pimpinan AS dengan rezim boneka SBY-Boediono sudah semakin terasa kita lalui hari demi hari. Rakyat masih harus berhubungan dengan beban mahalnya biaya pendidikan ditengah ketidak pastian pendapatan. Sampai detik ini saja rakyat Indonesia yang menyelesaikan jenjang pendidikan SD mencapai angka 50 juta jiwa, sementara SMP dan SMA totalnya hampir mencapai 48 juta jiwa. Artinya kesempatan untuk mengakses pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi masih belum dirasakan oleh rakyat. Sudah pasti dengan rendahnya jenjang pendidikan bagi sekitar 98 juta rakyat Indonesia, mempengaruhi juga kualitas pengetahuan dan kemampuannya untuk menjawab segala persoalan yang semakin banyak. Sebesar jumlah tersebutlah, calon ahli-ahli pengetahun telah hilang tidak termanfaatkan dengan baik untuk kemajuan Indonesia. Sehingga kesempatan untuk memperbaiki krisis juga sirna bersama keterbelakangan pengetahun rakyat.

Faktor rendahnya pendidikan yang dialami rakyat disebabkan karena keterbatasan akses rakyat untuk menempuhnya. Hal ini ditandai dengan minimnya anggaran pemerintah untuk alokasi pendidikan. Memang anggaran pendidikan sudah dialokasikan oleh pemerintah sebesar 20% sesuai dengan mandat UUD 1945 pasal 31 ayat 2. Namun hanya 8,9% anggaran pendidikan dialokasikan untuk operasional pendidikan, seperti peningkatan mutu dan prasarana penunjang pendidikan. Sedangkan anggaran terbesar pendidikan disedot ke pembiayaan gaji guru, karyawan, dan dosen. Padahal dalam amanat UU Sisdiknas No. 23 Tahun 2003 pasal 49 ayat 1, bahwa anggaran pendidikan diluar gaji tenaga pengajar, dan karyawan. Artinya kebijakan pemerintah dalam pengalokasian anggaran pendidikan bertentangan dengan mandat UU Sisdiknas.

Akibat langsung dari rendahnya alokasi anggaran untuk pendidikan adalah terjadinya komersialisasi pendidikan. Bagi peserta didik yang mau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan diatasnya sampai perguruan tinggi harus berhadapan dengan biaya yang terus melambung tinggi. Lulusan SD yang akan naik ke jenjang pendidikan SMP, yang kemudian dilanjutkan ke SMA dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi harus berhadapan dengan sumbangan wajib untuk kepentingan pembangunan yang nilainya mencapai jutaan sampai ratusan juta rupiah. Dapat dilihat dari 50 juta lulusan SD, sebesar 23,1 juta orang yang sanggup melanjutkan ke tingkat SMA/K, dan hanya sebesar 7 juta orang yang sanggup melanjutkan perguruan tinggi maupun pendidikan diploma.

Dari kenyataan tersebut sudah sepantasnya dan sepatutnya kita mengabarkan kepada kawan-kawan kita di sektor pemuda-mahasiswa dan I seluruh rakyat Indonesia. Kabar yang akan kita sampaikan kepada mereka, bahwa ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh rezim boneka SBY-Boediono sudah merenggut dan merampas hak atas pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan menggunakan semangat juang dan semangat sumpah pemuda yang berani dan lantang untuk menyebarkan kondisi obyektif yang rakyat hadapi. Kita sebisa mungkin dan semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan kegiatan luas di kampus agar dapat menggandeng kawan-kawan mahasiswa sebagai upaya perluasan pengaruh politik organisasi. Tidak ketinggalan pula untuk melakukan rekruitmen pasca penyelenggaraan kegiatan luas serta ajang konsolidasi organisasi.

Tiga aspeki inilah yang menjadi titik tekan kita, untuk memeriahkan peringatan Sumpah Pemuda dan hari Mahasiswa Internasional dalam satu rangkaian perjuangan massa di sektor pemuda mahasiswa. ***

 

* oleh Front Mahasiswa Nasional

Songsong Kebangkitan Gerakan Mahasiswa Dunia Merebut Hak atas Pendidikan, Pekerjaan, dan Kebebasan Berserikat!*




: Hentikan Perampasan Upah, Tanah, dan Kerja!



  1. Sejarah Perjalanan Pemuda Indonesia


Tanggal 28 Oktober 2010, seluruh Pemuda di Indonesia akan memperingati Hari Sumpah Pemuda yang menginjak usianya ke 80 (delapan puluh). Usianya bahkan lebih tua di bandingkan usia dari kemerdekaan Indonesia sendiri, tentu sangat penting bagi kalangan pemuda dan mahasiswa di Indonesia menggali kembali makna dibalik sumpah pemuda tersebut dan semangat apakah yang harus dilanjutkan oleh kaum pemuda dan mahasiswa di Indonesia dalam kenyataan perjuangan rakyat di Indonesia saat ini sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal di bawah penindasan serta penghisapan imperialisme, foedalisme dan kapitalisme birokrat yang dijalankan oleh kekuasaaan bersama borjuasi besar komprador, tuan tanah besar dan kapitalis birokrat melalui pemerintahan SBY-Boediono yang saat ini sedang berkuasa.

Sumpah pemuda, janji keramat para pemuda Indonesia yang di deklarasikan tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah para pemuda ini berisikan nafas cinta terhadap rakyat Indonesia yang berjanji akan selalu mengabdikan diri pada bangsa dan negara Indonesia. Apalagi saat itu keadaan Indonesia sedang berada di bawah belenggu langsung Kolonialisme Belanda. Tentu keberadaan sumpah pemuda ini semakin menjelaskan bagaimana para pemuda Indonesia menyadari sepenuhnya peran dan tanggung jawabnya atas perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Baik atas perjuangan kaum tani, kelas buruh dan golongan lain rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Hal ini juga dapat dilihat bahwa sebelum sumpah pemuda dilahirkan oleh kaum pemuda telah memiliki andil besar dalam kancah pergerakan politik nasional ketika itu yang lebih dikenal sebagai zaman “Kebangkitan Nasional” atau lahirnya sebuah kesadaran meluas dari kalangan massa rakyat Indonesia ketika itu untuk mencapai kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dan rakyat dari belenggu kolonialisme Belanda.

 

Perjalanan Perjuangan Pemuda Indonesia

Kelahiran sumpah pemuda sendiri tidak terlepas dari sejarah panjang bangsa dan rakyat Indonesia dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda ratusan tahun lamanya. Tempaan-tempaan  perjuangan rakyat Indonesia yang panjang dan  keras dengan taruhan darah dan nyawa rakyat sepanjang ratusan tahun lamanya tersebut. Perjuangan rakyat Indonesia untuk menghilangkan rantai penindasan kolonialisme Belanda telah menjadi pelajaran tersendiri untuk melakukan sebuah perjuangan pembebasan nasional yang lebih baik. Ini ditandai dengan lahirnya kesadaran berorganisasi dan melakukan aksi-aksi perjuangan yang lebih maju dan terorganisasikan mulai dari pemogokan sampai perjuangan rakyat bersenjata.

Kemudian memasuki abad 20an, terjadi perubahan besar dalam perjuangan rakyat Indonesia, dengan mulai munculnya semangat kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dan lahirnya organisasi-organisasi modern (ormas dan partai politk) sebagai alat perjuangan rakyat. Gerakan ini banyak dimotori oleh kaum muda terpelajar. Ketika itu banyak kalangan pemuda dari golongan priyayi yang menempuh kuliah di perguruan tinggi seperti STOVIA, IHS, bahkan ke luar ngeri[1]. Kaum pemuda terpejalar ketika itu kemudian banyak mempelajari teori-teori dari negeri-negeri barat. Mereka mempelajari tentang berbagai perjuangan rakyat di berbagai negeri untuk mendapatkan kemerdekaannya seperti revolusi prancis, ataupun tentang revolusi industri, teori-teori marxis dan juga situasi tentang perkembangan internasional seperti revolusi besar Oktober 1917 di Rusia. Hal ini telah memberikan inspirasi tersendiri bagi mereka untuk menuangkan ide-ide akan perubahan dalam kenyataan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia di bawah penindasan kaum kolonial Belanda.

Selain itu, hal penting yang disadari bahwa kelahiran organisasi-organisasi modern yang dimotori kalangan pemuda pelajar, juga tidak terlepas dari mulai bangkitnya perjuangan klas buruh di Indonesia. Dalam tahun 1905, lahir organisasi buruh kereta api Staats Spoorwegen (SS) Bond. Pada tahun 1908, didirikan VSTP (Vereniging van Spoor–en Tram Personeel) yang didirikan tahun 1908. Tulang punggungnya adalah kaum buruh kereta api NIS (Nederlands Indische Spoorwegenmaatschappij).

Sesudah berdirinya VSTP, muncullah organisasi pertama dari kaum intelektual Indonesia, yaitu Budi Utomo tahun 1908. Pendorong utamanya adalah seorang dokter, Wahidin Sudirohusodo. Tujuannya ikut membantu  ke arah perkembangan yang harmonis dari negeri dan rakyat Jawa dan Madura. Untuk tujuan itu, Budi Utomo akan menggunakan cara-cara yang diijinkan oleh undang-undang  dan akan memberikan bantuan pada usaha-usaha yang arahnya sama. Budi Utomo tidak berkembang di kalangan massa rakyat. Keanggotaannya terbatas pada kaum lapisan atas masyarakat. Itu sebabnya mengapa Budi Utomo dalam kehidupan politik Indonesia tidak memegang peranan penting. Dalam perkembangan selanjutnya organisasi kaum intelektual dan ningrat ini ketinggalan di belakang.

Kemudian tumbuhlah berbagai organisasi massa dan partai politik. Tahun 1916, didirikan PPPB (Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra) di Yogyakarta. Tahun 1917, muncul Kweekschoolbond (Persatuan Guru keluaran Kweekschool/sekolah guru) di Yogyakarta. Tahun 1920 muncul PGB (Perserikatan Guru Bantu) berpusat di Solo. Di kalangan kaum buruh gula lahir PFB (Personeel Fabrieks Bond) di Yogyakarta, tahun 1920. Kaum buruh pekerjaan umum mendirikan VIPBOW (Vereniging van Inlandse Personeel Burgelijke Openbare Werken) di Mojokerto. Tahun 1919, buruh pelabuhan mendirikan HAB (Haven Arbeiders Bond) berpusat di Semarang. Buruh percetakan mendirikan SPP (Serekat Pegawai Percetakan) tahun 1920, berpusat di Semarang. Juga didirikan SPPH (Serekat Pegawai Pelikan Hindia) yang berpusat di Semarang. Didirikan juga PPDH (Perserikatan Pegawai Dinas Hutan) tahun 1920 dan berpusat di Purwokerto. Pada tahun 1919, telah berdiri vaksentral buruh bernama Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Di awal tahun 1918, lahir Perhimpunan Kaum Buruh dan Tani (PKBT) yang kemudian dipecah menjadi dua. Menjadi Perserikatan kaum Tani (PKT), di samping Perserikatan Kaum Buruh Onderneming (PKBO) di daerah-daerah pabrik gula.

Sementara itu organisasi gerakan pemuda sendiri diawali dengan lahirnya Trikoro Darmo (Tiga Tujuan Mulya) atas prakarsa Budi Utomo pada Maret 1915 di Jakarta. Tujuan organisasi ini adalah mempersatukan pemuda untuk tugas di kemudian hari sebagai patriot. Aktivitas yang dilakukan oleh Trikoro Darmo hanya terbatas pada pemuda-pemuda Jawa, organisasi ini tidak bisa berkembang baik dan menarik pemuda dari suku bangsa-suku bangsa lain karena tebalnya provinsialisme (semangat kedaerahan) ketika itu. Sekalipun demikian, kemajuan jaman terus mendorong gerakan pemuda ke arah yang lebih tinggi, sekalipun jalannya tidak begitu lancar.

Usaha mempersatukan pemuda Jawa, Sunda dan Madura senantiasa dijadikan acara pokok dalam kongres Trikoro Darmo. Dalam kongres tahun 1918, Trikoro Darmo dirubah menjadi Jong Java untuk lebih berhasil dalam memperluas sayap. Tetapi itupun tidak mencapai hasil. Persatuan baru tercapai sesudah melewati proses yang agak panjang dan berliku-liku. Lahirnya Jong Java merangsang pemuda suku bangsa-suku bangsa lain untuk mendirikan perkumpulan mereka sendiri. Di Sumatra lahir Jong Sumatranen Bond, di Maluku muncul Jong Ambon, di Sulawesi utara Jong Minahasa, di daerah Batak Jong Batak dls. Baru pada tahun 1926 oleh berbagai organisasi pemuda itu dilangsungkan kongres bersama di Jakarta, yaitu Eerste Indonesisch Jeugd Congres dengan maksud untuk mengabdikan gerakan pemuda pada cita-cita persatuan Indonesia. Tetapi baru dalam tahun 1930 cita-cita persatuan itu dapat diwujudkan.

Selanjutnya, bermunculanlah berbagai partai-partai politik yang kemudian berperan sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Indonesia[2]. Salah satu organisasi modern terbesar yang pernah ada dan cukup ditakuti oleh pemerintah kolonial, yaitu Serikat Islam (berdiri tahun 1911 dengan nama awal Sarekat Dagang Islam). Awalnya diinisiasi oleh seorang lulusan Stovia bernama Raden Mas Tirtoadisuryo yang dalam perjalanannya (baca : Sarekat Islam) mampu menjadi corong bagi kebangkitan gerakan rakyat di Indonesia. Pergerakan dan perjuangan ini terutama yang dimotori SI Semarang. Kehadiran SI telah memberi inspirasi bagi lahirnya organisasi-organisasi modern lainnya seperti Indische Partij 1912, Indische Sociaal Democratische Vereniging  (ISDV) 1914, Partai Nasional Indonesia (PNI) 1927 dan Perhimpunan Indonesia (PI) 1916 I Belanda.

Kebangkitan Perlawanan Rakyat melawan kekuasaan kolonial Belanda, 1926-1927 dan meletusnya revolusi besar Oktober 1917 di Rusia serta bangkitnya gerakan pembebasan nasional di berbagai negeri, semakin membuka kesadaran kaum pemuda dan pemuda terpejalar akan penting “kemerdekaan” bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Di zaman ini, terkenal dengan istilah gerakan Non-Kooperasi melawan Belanda. Artinya, tidak melakukan kerjasama sedikitpun dengan kaum kolonial Belanda.

Sejak tahun 1924, di berbagai kota besar lahir lingkaran-lingkaran studi dari kaum intelektual yang ingin memegang peranan dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan mendorong maju gerakan itu. Berbagai lingkaran itu menggunakan nama ”Studieclub” dan berkembang subur di kota-kota seperti Surabaya, Solo, Yogyakarta, Semarang, Bogor, Jakarta dan Bandung.

Dari beberapa studieclub yang ada, yang paling menonjol adalah Algemeene Studieclub Bandung. Begitu penting kedudukannya sampai-sampai H.Clijn dalam bukunya memberikan sorotan khusus[3]. Sutdieclub ini dalam perkembangannya menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan tokoh utamanya Ir. Soekarno (Bung Karno) yang dalam perjalanan selanjutnya menjadi orang nomor satu di Republik ini sejak Proklamasi RI, 17 Agusutsu 1945 dan terkenal dengan pledoi ini di pengadilan Belanda “Indonesia Menggugat”.

Tahun 1928, semangat berkobar-kobar pemuda Indonesia untuk mempersatukan berbagai organisasi mereka dalam satu wadah. Tanggal 27-28 Oktober 1928, berhasil diselenggarakan kongres pemuda ke II yang sangat bersejarah. Pemrakarsa kongres adalah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres kali ini berhasil meletakkan dasar-dasar persatuan tidak saja di kalangan pemuda dan gerakan kemerdekaan nasional, tetapi juga dari seluruh nation Indonesia. Lahirlah sumpah pemuda yang terkenal dengan semboyan ; “Kita pemuda Indonesia berbangsa satu, Bangsa Indonesia. Kita pemuda Indonesia berbahasa satu, bahasa Indonesia. Kita pemuda Indonesia bertanah air satu, tanah air Indonesia.” Dalam kongres inilah, pertama kali lagu kebangsaan “Indonesia Raya” diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia, dipimpin langsung oleh komponisnya sendiri, Wage Rudolf Supratman.

Segera sesudah lagu “Indonesia Raya” mendengung di dalam Kongres Pemuda II, seluruh Indonesia seperti terkena arus listrik untuk terus-menerus melakukan perjuangan melawan penindasan kolonialisme Belanda. Dari mana-mana datang permintaan teks lagu itu. Sesudah itu “Indonesia Raya” dinyanyikan pada setiap ada kesempatan. Begitu antusias rakyat Indonesia menyambut lagu kebangsaannya, begitu ketakutan pemerintah kolonial terhadapnya. Keluarlah putusan “Indonesia Raya” tidak boleh dinyanyikan. Perlawanan pun timbul. Di mana-mana membanjir protes terhadap larangan tersebut. Akhirnya pemerintah mundur. “Indonesia Raya” boleh dinyanyikan asal teksnya dirubah. Ternyata yang ditakuti adalah perkataan “merdeka”. Itulah sebabnya mengapa lagu kebangsaan yang semula diberi nama “Indonesia Merdeka” dirubah menjadi “Indonesia Raya”. Permulaan refrein “Indonesia, Indonesia, Merdeka, Merdeka” lalu dirubah menjadi “Indonesia Raya, Mulia, Mulia”. Sekeluarnya Soekarno dari penjara Sukamiskin, teks dirubah lagi menjadi bentuk yang sekarang ini.[4]

Cita-cita penyatuan berbagai organisasi pemuda terlaksana pada Desember 1930. Pada saat itu, berbagai organisasi pemuda (kecuali yang berdasarkan agama) meleburkan diri dalam satu organisasi dengan nama Indonesia Muda. Bagian putrinya diberi nama Kaputrian Indonesia Muda. Di antara yang meleburkan diri dalam Indonesia Muda terdapat Jong Java yang sebelumnya bernama Trikoro Dharmo. Dalam paruh pertama tahun 30-an, muncul organisasi pemuda lainnya yang menyatakan dirinya golongan non-intelektual, yaitu “Persatuan Pemuda Revolusioner Indonesia (PERPRI)” dan Suluh pemuda Indonesia (SPI). Dalam tahun 1935, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan di rumah-rumah pimpinan PERPRI, disusul oleh penangkapan dan penahanan. Di Yogya beberapa di antara mereka di ajukan ke depan meja hijau dan dijatuhi hukuman penjara rata-rata selama 1 tahun. PERPRI dikenakan peraturan larangan bersidang. Ini berarti organisasi pemuda tersebut dibunuh secara pelan-pelan.

Setelah itu kaum pemuda banyak mengambil peran aktif dalam gerakan bawah tanah melawan penjajahan kaum imperialis-kolonialis Jepang dan mempertahankan kemerdekaan RI atau Revolusi Agustus ’45. Akan tetapi, perjuangan tanpa henti yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sejak berates-ratus tahun. Akhirnya dikhianati oleh borjuasi komprador Hatta-Sjahrir dalam Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda 1949. Dalam kesepakatan atau diplomasi ala borjuasi kompardor tersebut yang yang diketahui oleh khalyak umum. Pertama, kita Indonesia wajib mengganti kerugian perang kepada Belanda sebesar 178.000.000.000 Gulden. Kedua, menunggu hingga tahun 1960 untuk memerdekakan Papua dari belenggu kolonialisme Belanda. Ketiga, memaksa para tentara rakyat untuk tidak mendekati garis Van Mook (beberapa daerah yang masih di kooptasi oleh Belanda). Keempat, menghentikan nasionalisasi aset-aset milik Belanda.

Akhirnya membubarkan beberapa upaya konsolidasi kaum muda secara nasional yang ketika itu tergabung dalam Badan Kongres Pemuda Rebulik Indonesia (BKPRI) dan peranan laskar pemuda yang aktif dalam perjuangan revolusioner melawan kaum kolonial Belanda dan Sekutu dalam melawan upaya rekolonialisasi dan penghapusan kekuasan feudal di dalam negeri, sekaligus menandai masa setengah jajahan dan setengah foedal di Indonesia.

Pelajaran penting dari sejarah singkat ini adalah, bahwa lahirnya Sumpah Pemuda tidak terlepas dari bangkitnya perlawanan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Belanda, baik diawali dengan terbentuknya SS Bond hingga VSTP dan bangkitnya perjuangan Rakyat Indonesia dibeberapa daerah (Jawa dan Sumatra) di Indonesia dalam pemberontakan tahun 1926-27 melawan kekuasaan kaum Kolonial Belanda. Di sisi yang lain, telah lahir satu kemenangan besar perjuangan klas buruh di Rusia tahun 1917 yang telah menjadi inspirasi tersendiri bagi kaum muda Indonesia untuk menentang kolonialisme. Karena Revolusi Besar Oktober 1917, telah membuka babak baru perjuangan rakyat di seluruh dunia dalam menentang dunia yang telah memasuki fase dominasi penindasan dan penghisapan imperialisme (tingkat tertinggi dari kapitalisme). Pelajaran penting lainnya, yang patut dicatat adalah pemuda ketika itu (sejak kebangkitan nasional hingga revolusi Agustus 45) mencurahkan sepenuhnya tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada rakyat untuk mewujudkan Indonesia sebagai rakyat dan bangsa yang merdeka dari belenggu kolonialisme.

 

  1. Sejarah Hari Mahasiswa International


Sejarah Hari Mahasiswa Internasional (International Students’ Day) berawal pada tahun 1939 di Ceko. Tahun itu merupakan saat-saat yang sangat menyakitkan bagi rakyat Ceko yang tengah menghadapi pendudukan tentara Nazi Jerman. Dengan semangat perayaan HUT kemerdekaan Republik Ceko, pada 28 Oktober, sejumlah mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Charles Praha menggelar aksi demonstrasi menentang pendudukan Nazi. Aksi ini terus berlanjut, hingga akhirnya, pada tanggal 11 November, Jan Opletal, salah satu pentolan demonstran tewas tertembak di bagian perut.

Pada tanggal 15 November, tak disangka, prosesi pemakaman Jan Opletal dibanjiri ribuan mahasiswa, yang kemudian sontak memanfatkan rombongan mereka untuk menggelar demonstrasi anti-Nazi. Gerakan inilah yang membuat Nazi berang dan mengambil tindakan menutup semua perguruan tinggi di Ceko. Selain itu, tercatat 1200 mahasiswa ditangkap dan dijebloskan ke kamp konsentrasi, serta sembilan orang mahasiswa beserta profesor dieksekusi mati tanpa proses peradilan pada tanggal 17 November. Inilah salah satu alasan tanggal tersebut diabadikan sebagai Hari Mahasiswa Internasional, yang untuk pertama kali diperingati oleh Dewan Mahasiswa Internasional di London pada tahun 1941. Tradisi ini kemudian terus dilanjutkan oleh penggantinya, Serikat Mahasiswa Internasional, yang dengan dukungan Serikat Nasional Mahasiswa di Eropa dan sejumah organisasi lainnya mendesak PBB untuk mencatatkan secara resmi Hari Mahasiswa Internasional dalam kalender mereka.

Catatan lain menyebutkan, 17 November (1973) juga merupakan puncak perlawanan mahasiswa Yunani terhadap junta militer yang berkuasa saat itu. Sebelumnya (14 November), setelah menggelar demonstrasi, mahasiswa Politeknik Atena membangun barikade pertahanan di kampusnya, dan dengan memanfaatkan perlengkapan seadanya yang mereka temukan di laboratorium, mereka membangun stasiun radio dan memancarkan siaran pro-demokrasi. Buah dari propaganda radio itu adalah bergabungnya ribuan mahasiswa dalam barisan mereka. Saat itulah, tanggal 17 November, 30 tank AMX pemerintah menyerbu kampus, merobohkan gerbang, dan  mengobrak-abrik mahasiswa. Sayangnya, masih terjadi simpang-siur terkait dengan jumlah korban jiwa. Namun yang pasti, banyak dari mahasiswa yang mengalami luka dan meninggalkan bekas secara permanen (disarikan dari wikipedia.com).

  1. Perkembangan Krisis Umum Imperialisme


Gelombang krisis terus menghantam dunia, tak terkecuali negeri-negeri imperialis. Krisis yang berawal dari macetnya kredit perumahan kelas rendah (subprime mortgage) di Amerika (Serikat) pada penghujung 2007 tersebut, telah mencatatkan angka gagal bayar yang mencapai US$ 7 miliar atau hampir setara dengan anggaran belanja RI (Rp.854,7 triliun). Hancurnya perekonomian Amerika sebagai induk imperialis ditandai oleh bangkrut dan meruginya perusahaan-perusahaan raksasa miliknya, seperti General Motors, Merill Linch, Citigroup, Bear Stearus, HSBC, dan lain sebagainya. Hingga tahun 2008 saja, kerugian dari krisis ini menurut perkiraan ADB sudah mencapai US$50 triliun atau setara dengan 200 kali PDB Indonesia (Brosur Propaganda AGRA, 2010)

Setelah Amerika, hari ini negeri-negeri Eropa tengah ketar-ketir menghentikan dampak krisis yang semakin meluas. Pada akhir Februari lalu, Yunani menjadi negeri pertama yang diacak-acak krisis. Inggris, Perancis, dan seluruh negeri Eropa kemudian juga mengalami nasib serupa, yang selanjutnya mengambil sejumlah langkah penanggulangan, yakni dengan memberikan dana talangan (bailout) kepada perusahaan-perusaah swasta mereka, memangkas subsidi publik dan gaji pegawai, serta menambah waktu usia pensiun. Hal inilah yang menyulut kemarahan warga Eropa, terutama klas pekerja.

Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu (23/9), Serikat Pekerja Perancis menggelar aksi mogok yang terkonsentrasi di 232 titik di seluruh negeri. Massa aksi mogok ini diperkirakan berjumlah 2,5 juta orang, lebih besar dari aksi serupa  sebelumnya (7/9) yang berjumlah 1,1 juta orang (Kompas, 24/9). Aksi lebih besar terjadi pada 29 Oktober lalu, yakni di Belgia, Yunani, Spanyol, dan Irlandia. Ini merupakan aksi yang terkoordinasi, yang menghimpun para pekerja dari 30 negara Eropa. Titik utama aksi ini adalah di Brussels, Belgia, dengan massa aksi diperkirakan mencapai 100.000 ribu orang (Kompas, 30/9).

  1. Persoalan Umum Pemuda-Mahasiswa di Dunia


Hari ini, sebagai imbas dari krisis global yang terus menggurita, mahasiswa di seluruh belahan dunia mengalami nasib serupa, yakni melonjaknya biaya kuliah akibat pemotongan subsidi, sempitnya lapangan pekerjaan akibat bangkrutnya perusahaan-perusahaan nasional maupun multi-nasional, serta semakin dikekangnya kebebasan berekspresi, terutama berserikat.

Selain itu juga banyak pemuda berumur 15-25 tahun, hampir 759 juta sebagai penyandang buta huruf. Menurut laporan Unicef adapun 10 negara teratas yang warganya masih menyadang buta huruf. Yakni pertama India (270 juta jiwa), China (70 juta jiwa), Bangladesh (49 juta jiwa), Pakistan (47 juta jiwa), Ethiopia (27 juta jiwa), Nigeria (23 juta jiwa), Mesir (17 juta jiwa), Brazil (14 juta jiwa), Indonesia (13 juta jiwa) dan Maroko (10 juta jiwa). Serta pemuda yang masih menyandang buta huruf lebih banyak berasal dari keluarga petani miskin, buruh tani dan buruh industri[5].

Sedangkan dari 212 juta pengangguran yang disebabkan krisis keuangan global, terdapat ¼ atau 53 juta pemuda yang menjadi pengangguran. Hal ini lebih dipengaruh oleh faktor  runtuhnya perekonomia di sebagain besar negara berkembang dan juga banyaknya PHK yang terjadi secara missal diseluruh dunia. Dampak dari pengangguran yang meningkat drastis ini, menyebabkan tingkat kemiskinan pun menggelembung hingga 2,2 milyar penduduk di seluruh dunia menderita kelaparan dan kemiskinan akut[6].

Keterkungkungan dari belenggu buta huruf dan pengangguran merupakan persoalan tersendiri bagi pemuda-mahasiswa di seluruh dunia. Dua persoalan tersebut menjadi, permasalahan yang cukup akut karena dua hal tersebut akan menimbulkan dampak sosial bagi diseluruh dunia. Seperti meningkatnya kemiskninan, kriminalitas dan kelaparan akan menjadi efek domino akibat dua tersebut menghinggapi di sektor pemuda di diseluruh dunia. Peran pemuda-mahasiswa untuk ikut melakukan pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di seluruh budaya pun menjadi dikerdilkan akibat minimnya akses publik seperti pendidikan dan lapangan pekerjaan yang layak bagi pemuda.

Minimnya akses publik dan pengangguran-buta huruf bagi pemuda-mahasiswa tentunya salah satu pencerabutan hak dari pemuda-mahasiswa. Kondisi yang dihadapi oleh pemuda di seluruh dunia, tak lain disebabkan oleh terkaman krisis dalam tubuh imperialisme yang dihadapi oleh pemuda mahasiswa diseluruh dunia sebagai korban utama dari keganasan yang diberikan oleh imperialisme.

Selain itu, peranan dari rezim boneka dalam negeri yang berkuasa di berbagai negara di belahan dunia, juga memiliki andil dalam proses penindasaan yang didapatkan oleh pemuda-mahasiswa. Bentuk peranan yang dapat dilihat adalah minimnya rezim boneka untuk menyediakan lapangan kerja, dan memberikan perhatian khusus pada penyelenggaraan pendidikan seperti menyediakan sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai dan mendukung peningkatan akses pendidikan serta kualitas dari output dari pendidikan.

 

  1. Persoalan Umum Mahasiswa di Indonesia


Ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh rakusnya imperialisme juga dirasakan oleh pemuda-mahasiswa di Indonesia Praktik liberalisasi di sektor pendidikan meruapakan salah satu contoh penindasan yang dirasakan oleh pemuda-mahasiswa untuk mengakses pendidikan. Hal ini ditandai dengan, melonjaknya biaya kuliah baik dalam bentuk SPP, biaya pratikum dan suumbangan pendidikan seperti (BOP, BOPP, IOMA dsbnya) yanga merupakan akibat dikuranginya subsidi, semakin buramnya gambaran masa depan sebagai dampak dari menyempitnya lapangan pekerjaan, serta menguatnya represivitas terhadap kebebasan berserikat, merupkan sejumlah persoalan pokok yang semakin menghawatirkan.

Berikut data sumbangan masuk bagi mahasiswa baru (S1) dibeberapa perguruan tinggi negeri

Tabel biaya sumbangan uang masuk di beberapa Universitas Negeri di Indonesia































































noNama UniversitasNama SumbanganBesar Sumbangan
1Universitas Jenderal Soedirman (Purwokerto)BOPP2,5 juta – 200 juta
2Universitas Padjajaran (Bandung) 5 juta - 75 juta
3Universitas Indonesia (Jakarta)DPP5 juta – 75 juta
4Univerisitas Gajah Mada (Yogyakarta)BOP5 juta - 160 juta
5Institut Teknologi Bandung (Bandung)SDPA14 juta - 175 juta
6Universitas Negeri Padang 2,5 juta – 15 juta
7Universitas Negeri Malang (Malang) 4,5 juta – 25 juta
8Universitas Brawijaya (Malang) 5 juta – 75 juta
    

 

Dari besaran biaya sumbangan masuk bagi mahasiswa memang hanya bisa dirasakan oleh rakyat lapisan menengah ke atas. Sedangkan bagi rakyat lapisan bawah, seperti petani miskin, buruh tani, dan buruh jasa maupun buruh industri hanya mampu bermimpi saja. Hal yang perlu ditekankan disini, adalah praktek komersialisasi dalam bentuk tingginya besar biaya pendidikan harus diangkat untuk dijadikan bahan propaganda dan target kampanye massa. Hal ini  dikarenakan dengan tingginya biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri merugikan seluruh lapisan masyarakat Indonesia khsusunya yang paling dirugikan keluarga dari kaum tani maupun kelas buruh yang sangat kecil kemungkinan dapat membiayai anak-anaknya untuk lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi khususnya perguruan tinggi.

Privatisasi berkedok otonomisasi telah menyebabkan banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang kehilangan haknya untuk secara penuh mendapatkan pendanaan dari pemerintah. Hari ini, angka subsidi pemerintah untuk PTN hanya berkisar dari 15-60 persen. Sebagai contoh, Institut Teknologi Bandung (ITB) hanya mendapatkan 185 miliar, jauh di bawah kebutuhannya tahun ini yang mencapai Rp.700 miliar. Universitas Indonesia (UI) yang membutuhkan dana 1,4 triliun, hanya disubsidi Rp.300 miliar oleh pemerintah (Kompas, 3/5). Sementara itu Universitas Sumatra Utara (USU) hanya mendapatkan Rp.209 miliar, padahal yang diperlukan adalah Rp.533 miliar (Kompas, 4/5).

Konsekuensi dari kebijakan yang dibungkus dengan label Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan Layanan Umum (BLU), dan lain sebagainya, ini adalah semakin mahalnya biaya kuliah, mengingat mahasiswa dianggap sebagai sumber pemasukan dana yang mudah dan cepat, daripada menjalin kerjasama dengan korporasi (yang sedang dihantam krisis global) atau menjual riset pada mereka. Hari ini, PTN berlomba-lomba untuk menarik setinggi-tingginya mahasiswa baru dari jalur seleksi mandiri, yang harganya beberapa kali lipat dari biaya regular dan biaya masuknya saja bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Sebagai contoh, Universitas Gajah Mada (UGM) menerima 7.145 mahasiswa baru pada tahun 2010, namun hanya 11 persen saja kuota untuk jalur SNMPTN. Universitas Negeri Semarang (UNS) yang menerima 4.859 mahasiswa baru, hanya 1.345 mahasiswa baru dari jalur SNMPTN. Kemudian Universitas Diponegoro (Undip) hanya menerima 1.619 mahasiswa baru dari jalur SNMPT dari total 8.305 mahasiswa baru tahun ini (Kompas, 3/5). Sementara cara lain yang umum dilakukan, yakni membangun unit usaha mandiri (hotel, pusat perbelanjaan, gedung pertemuan, dll.) justru semakin nyata mencitrakan komersialisasi di dunia pendidikan tinggi.

Sebagai akibat dari melambungnya harga pendidikan ini adalah pupusnya harapan rakyat miskin, seperti buruh, buruh tani, dan kaum miskin kota, untuk mengirim anak-anak mereka ke bangku kuliah. Data menyebutkan, pada tahun akademik 2007/2008, hanya 17,25 % angka partisipasi kasar (APK) jenjang PT dari total masyarakat usia kuliah. Mahalnya biaya ini jugalah yang mengakibatkan meningkatnya angka putus kuliah (DO). Pada tahun akademik 2008/2009, angka DO mencapai 7,81 persen, pada 2004/2005 bertambah menjadi 7,94 persen, pada 2005 melonjak hingga 12,86 persen, pada 2006/2007 turun sedikit menjadi 12,54 persen, dan pada 2007/2008 meningkat drastis menjadi 18,57 persen (Kompas, 3/5).

Sebagaimana dinyatakan teori, kapitalis/imperialis akan selalu melebarkan kekuasaannya sebagai cerminan dari watak ekspansif. Sudah sejak lama, tercatat sejak masuknya kongsi-kongsi dagang Eropa ke tanah air (abad ke-17), Indonesia menjadi primadona yang menjadi rebutan karena dianggap sangat ideal untuk memenuhi hasrat imperialis akan sumberdaya alam yang melimpah, buruh murah yang melimpah, dan pasar yang luas. Sejak saat itu, otomatis rakyat Indonesia mengalami kesengsaraan. Pada akhirnya, kmiskinan kemudian menjadi identitas yang sulit lepas dari bangsa Indonesia—hingga hari ini.

Kemiskinan merupakan buah dari penguasaan alat produksi yang timpang. Di tangan pemerintahan boneka, Indonesia telah habis digadai secara murah-meriah kepada imperalis. Kebijakan Soeharto yang menerbitkan UU Penanaman Modal Asing (PMA) No 1 tahun 1966, sebagai jalan untuk masuknya megakorporasi asing, seperti Freeport, Newmont, Shell, dan lain-lain, masih terus dilanjutkan oleh para penerusnya. Sebagai gambaran, dalam sepuluh tahun terakhir, 82 persen dari total investasi di Indonesia merupakan bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) (Kompas, 6/7).

Besarnya angka investasi asing tersebut tidak berbanding lurus dengan kesempatan kerja masyarakat. Data pemerintah menyebutkan bahwa tahun ini, angka pengangguran mencapai 8,59 juta orang (BPS, Maret). Sementara itu angka pengangguran terdidik terus menunjukan peningkatan. Pada tahun 2005, penganggur lulusan D3 mencapai 322.836 orang, kemudian meningkat menjadi 486.000 orang pada 2009. Pada tahun 2005, angka penganggur lulusan S1 mencapai 385.418, dan melonjak menjadi 626.000 orang pada 2009 (Kemennakertrans, 2010). Bagaimanapun, angka pengangguran akan terus dijaga oleh imperislis sebagai cadangan buruh murah, yang suatu waktu bisa direkrut saat buruh yang dia kuasai bangkit melawan bersama serikatnya.

Selain masalah pengangguran, persoalan lain adalah bahwa lapangan kerja yang tersedia merupakan industri manufaktur yang berkarakter padat karya, sehingga otomatis tidak memerlukan pekerja berpendidikan tinggi. Inilah bencana bagi mahasiswa Indonesia, karena pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menjadi media aplikasi ilmu pengetahuan yang didapat di bangku kuliah. Atas dasar ini, pemerintah kemudian menggalakan gerakan “kewirausahaan”, yang memaksa para mahasiswa untuk mencari dan membuka lapangan pekerjaannya sendiri. Sebagai gamabaran, tahun ini, dari 116 juta orang angkatan kerja, 107,4 juta orang bekerja, dan sekitar 73,6 juta orang (68,6 persen) berada di sektor informal (BPS, Februari). Persoalnnya adalah, sangat mustahil kewirausahaan yang dibangun mahasiswa bisa berkembang besar dan mampu bersaing melawan monopoli perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs) milik imperialis. Realita yang dapat dilihat adalah usaha mikro atau setara dengan PKL, membuka ruko kecil dan sejenis mendominasi dari usaha yang dapat dikembangkan di Indonesia dengan jumlah hampir 51 juta atau 98,8% (Kompas, 14/7). Dengan begitu, kita dapat menyimpulkan dan menilai bahwa memasukan program kewirausahaan bagi mahasiswa merupakan hal yang sangat-sangat kecil kemungkinan untuk berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan primer, kesehatan dan pendidikan untuk kehidupan yang dijalaninya. Program kewirausahaan juga merupakan salah satu bentuk “ímpotensi” dari rezim boneka saat ini untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyatnya. Tugas dan kewajiban tersebut dilimpahkan ke rakyat untuk berusaha sendiri menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Tentunya dengan keterbatasan modal dan penguasaan alat produksi, program kewirausahaan di perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswa kreatif hanya menjadi isapan jempol semata.

Selain itu, persoalaan yang dihadapi oleh pemuda Indonesia adalah minimnya akses pemuda Indonesia untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban bangsa Indonesia. Dengan minimnya akses pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi, yang dirasakan oleh rakyat. Tentu memberikan minimnya kesempatan dan peluang bagi pemuda untuk memajukan kebudayaan dan peradaban melalui ilmu pengetahuan yang digunakan untuk diabdikan kepada rakya. Akan tetapi, pemuda hanya dijadikan sapi perah khsususnya tenaganya saja yang banyak dipekerjakan sebagai buruh-buruh murah tanpa adanya jaminan untuk dapat hidup layak dan mendapatkan kesejahteraan.

Masalah represivitas terhadap gerakan mahsiswa merupakan persoalan klasik di negeri ini. Walaupun sudah mendapatkan jaminan dalam UUD 45 pasal 28E, kebebasan berserikat dan berekspresi terus semakin dibatasi. Dengan menginduk pada regulasi NKK/BKK tahun 1979 warisan Soeharto, pemerintah dan birokrat kampus hari ini menggunakan berbagai cara untuk menjauhkan mahasiswa dari peran politiknya. Langkah yang umum diambil oleh birokrat kampus adalah memperbanyak bebaban akademik, membatasi gerak mahasiswa lewat pemberlakuan “jam malam”, menjatuhkan sanksi akademik, dari mulai skorsing hingga pemberhentian, bahkan lebih jauh lagi menggunakan cara-cara kekerasan.



Peran dan Tanggung Jawab Pemuda-Mahasiswa dalam Perjuangan Demokrtis Nasional

Dari pemaparan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pemuda-mahasiswa di Indonesia untuk turut serta dalam perjuangan menuntut hak-hak demokratis. Pemuda-mahasiswa Indonesia dengan semangat sumpah pemuda dan international student day kita harus mengorganisasikan diri dan menggerakan dalam rangka memblejeti kebijakan rezim boneka SBY-Boediono dan menuntut pemenuhan hak-hak demokratisnya. Selain itu, pemuda-mahasiswa yang merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang tertindas harus integrasi dengan perjuangan rakyat Indonesia seperto kaum tani dan kelas buruh. Disinilah sinkronisasi gerakan demokratis nasional akan terbangun untuk menghancurkan imperialisme pimpinan AS, feodalisme dan kapitalis birokrasi serta rezim boneka dalam negeri yaitu SBY-Boediono yang merupakan musuh utama rakyat tertindas dalam negeri.

Selain itu, pemuda-mahasiswa dengan segenap kemampuan yang sudah dikekang ruang gerak oleh rezim boneka harus dapat memaksimalkan potensi yang ada untuk mengabdiikan tenaga dan pikirannya untuk mendukung perjuangan rakyat tertindas. Hal ini merupakan peran dan tanggung jawab kita sebagai pemuda mahasiswa yang memiliki perspektif demokratis nasional untuk tetap konsisten dalam perjuangan menuntu hak-hak demokratis.





Salam Demokrasi!

Jakarta, 8 Oktober 2010







* L. Muh. Hasan Harry Sandy A. M. E. (Sekjen FMN Pusat)





[1] Ketika itu, pemerintah kolonial Belanda menerapkan kebijakan Poltik Etis yang memberikan kesempatan kepada kalangan pribumi—terutama kalangang priyayi—untuk mengenyam bangku sekolah termasuk perguruan tinggi. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrative yang akan mengisi pos-pos pemerintahan kolonial




[2] Fase ini dikenal dengan fase kabangkitan nasional atau pergerakkan nasional, karena tumbuh dan berkembangnya kesardaran meluas dari masyarakat Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dan maraknya pergerakkan politik di mana-mana melawan kolonial Belanda




[3] H.Colijn “Koloniale vraagstukken van heden en morgen”, hlm. 25-26




[4] Taman Djaja “Pusaka Indonesia”, hlm. 347-353




[5] EFA Global Monitoring Reports : Progrees Toward Education For All Goals, 2010, Unicef, Hal 94-95.




[6] EFA Global Monitoring Reports :Progrees Toward Education For All Goals, 2010, hal 82-83.


SBY-Boediono Harus Bertanggungjawab atas Segala Penderitaan Rakyat!

Perluas Gerakan Massa Perkotaan untuk Mengkampanyekan Kebobrokan Rezim Boneka SBY-Boediono!

(Seruan PP FMN tentang Satu Tahun Kepemimpinan SBY-Boediono)

Salam Demokrasi!

Momentum satu tahun kepemimpinan SBY-Boediono (20/10)—atau enam tahun kepemimpinan SBY—sekali lagi menjadi tantangan bagi gerakan massa demokratis nasional untuk menunjukan kekuatannya dalam percaturan blok politik anti-SBY di tanah air.

Hampir bisa dipastikan, dalam momentum tersebut, berbagai kalangan kontra SBY akan mengambil peran, dan hampir bisa dipastikan sejumlah lingkar kekuatan besar dikoordinasikan oleh klik reaksioner anti-SBY, seperti Wiranto-Rizal Ramli, dan blok-blok lainnya.

Tugas kita dalam kampanye ini sesuai dengan karakter perjuangan kita, yakni bersifat luas, legal-demokratik, dan difensif-aktif. Artinya, Seluruh kekuatan FMN harus berusaha memperluas aliansi (diutamakan FPR) dan melakukan politik penelanjangan terhadap keboborokan rezim SBY-Boediono.

Dalam kampanye ini, tema utama kita masih tentang ‘Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja!’. Adapun sejumlah tuntutan lainnya adalah:

1. Hentikan Komersialisai Pendidikan!

2. Hentikan Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)!

3. Tolak Rencana Revisi UU Ketenagakerjaan!

4. Wujudkan Reforma Agraria Sejati!

5. Hentikan Kekerasan terhadap Buruh dan Tani!

6. Wujudkan Penanganan Bencana yang Responsif dan Komprehensif!

7. Adili Koruptor!

Demikian seruan ini kami terbitkan, semoga bisa menjadi garis pandu kawan-kawan dalam bekerja.

Salam Demokrasi!

L. Muh. Hari Sandy AME.

Sekjen PP FMN



SETAHUN REZIM MENIPU, SETAHUN RAKYAT MELAWAN

SBY-Boediono Harus Bertanggungjawab atas Segala Penderitaan Rakyat!

(Brosur Propaganda FMN tentang Satu Tahun Kepemimpinan SBY-Boediono)

Pada 20 Oktober 2010, genap satu tahun duet rezim boneka SBY-Boediono memimpin Indonesia. Di tanggal dan bulan yang sama tahun lalu, pasangan ini diambil sumpah jabatan setelah sebelumnya ditetapkan sebagai kampiun dalam laga Pilpres dengan mengantongi 73.874.562 suara (60,80 persen), mengalahkan para pesaingnya, pasangan Megawati-Prabowo (32.548.105 suara/26,79 persen) dan pasangan Kalla-Wiranto (15.081.814/12,41 persen).

Dengan mengusung visi “terwujudnya Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur”, duet militer/politisi-akademisi/ekonom ini memulai debut kepemimpinannya. Pertanyaannya, seberapa dekatkah Indonesia hari ini dengan apa yang mereka cita-citakan? Mari kita diskusikan.

Dengan mengetahui bahwa beban hutang luar negeri RI mencapai Rp 1.688,3 triliun (perkiraan akhir 2010) dan diprediksi meningkat menjadi Rp 1.807,5 triliun pada 2011, dengan mengetahui bahwa 82 persen dari total investasi di Indonesia bernentuk Penanaman Modal Asing (PMA), atau dengan mengathui bahwa 45 persen (2009) dari total aset perbankan Indonesia di kuasai oleh pihak asing, masihkah kita akan berpikir bahwa Indonesia mandiri?

Kemandirian bangsa memang bukanlah suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan. Tetapi sebelumnya,  ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adalah kedaulatan pemerintah dalam urusan politik. Kedualatan politik sangat penting agar bangsa dan negara tidak diombang-ambing oleh berbagai intervensi politik dari luar. Mungkinkah SBY-Boediono mampu mewujudkannya? Nampaknya tidak akan pernah, selama mereka masih membiarkan hutang dan investasi asing membebani rakyat Indonesia. Kondisi ini secara otomatis tidak akan mungkin membawa Indonesia ke pintu gerbang kemajuan dan kemakmuran. Berbagai peningkatan yang ditunjukan grafik pemerintah tidak lebih dari akal-akalan untuk menenangkan hati rakyat yang sedang dirudung berbagai kesusahan.

Berbicara keadilan, hukum Indonesia hari ini semakin menunjukan keidakberpihakannya pada rakyat kecil. Sebagai contoh, berbagai kasus pelangaran HAM baru terus terjadi, sementara yang lama tidak pernah terselesaikan. Berbagai kasus kekerasan, penculikan, penghilangan, pemenjaraan terhadap para aktivis, petani, buruh dan golongan lainnya tidak juga menemui titik terang. Seolah menguatkan kesimpulan di atas, tahun ini publik tanah air dibuat geram dengan pemberitaan seputar mafia hukum atau mafia peradilan, yang tak lain adalah merupakan orang-orang dalam jajaran birokrasi yang hari ini dipimpin oleh SBY-Boediono.

Pendiskusian tentang keadilan di atas baru sebatas dalam persoalan hukum. Dalam persoalan ekonomi, berbagai program liberaliasasi secara nyata telah semakin menjauhkan peran negara dari rakyatnya dan menciptakan jurang sosial yang semakin lebar akibat privatisasi. Inilah yang memebuat rakyat—yang memang tidak pernah diberi pendidikan hukum—semakin tidak percaya dan masabodoh dengan persoalan hukum di negeri ini. Untuk memperjuangkan keadilan, berbagai kalangan rakyat hari ini memilh jalan demonstrasi, bahkan secara spontan sekalipun.

Perekonomian

Sebagai pucuk pimpinan negara setengah jajahan dan setengah feodal, SBY-Boediono telah membuktikan perannya sebagai boneka imperialis yang baik, tak terkecuali dalam urusan perekonomian. Berbagai kebijakan yang diterbitkan menggambarkan secara jelas bahwa mereka sangat tunduk terhadap segala ketentuan internasional yang dirumuskan imperialis di bawah kepemimpinan Amerika (Serikat). Bermacam kebijakan yang mereka produksi di berbagai sektor secara kuat mengindikasikan komitmennya terhadap imperialis untuk menyuguhkan sumberdaya alam yang melimpah, tenaga kerja murah yang melimpah, serta pasar yang luas kepada negeri-negeri imperialis. Pembukaan area-area perdagangan bebas, perluasan lahan investasi asing,  atau penjualan asset-aset BUMN adalah sejumlah gambaran tentang ekonomi liberal yang dipraktikan pemerintah.

Kemiskinan

Dalam bidang ini, SBY-Boediono menawarkan program aksi, di antaranya adalah:

1. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang selama ini efektif dalam mengatasi gejolak yang temporer akan selalu disiagakan untuk dipergunakan setiap waktu.

2. Pemihakan kepada Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, antara lain dengan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil.

Berbagai program tersebut nyatanya tidak bisa memperbaiki kualitas hidup rakyat. BLT menuai banyak kritik dan memicu konflik horisontal di kalangan rakyat. Sementara itu, pada praktiknya KUR menjadi program yang juga dari jangkauan rakyat karena untuk mendapatkannnya dalam jumlah yang mencukupi untuk usaha, rakyat harus memiliki aset sebagai jaminan. Apa yang bisa dijaminkan rakyat yang tidak bermilik? Secara ekstrim, kita bisa menuding bahwa berbagai program ‘murah hati’ pemerintah tak lebih dari upaya untuk menjaga daya beli minimal rakyat agar kelebihan produksi imperialis bisa terserap, dan selebihnya adalah upaya untuk meredam perlawanan rakyat yang semakin meningkat akibat degradasi kualitas hidup. Kegagalan program-program SBY-Boediono di sektor ini secara terang didukung oleh angka kemiskinan masih sangat tinggi, yakni mencapai 31,03 juta orang atau 13, 33 persen (2010).

Lapangan Pekerjaan dan Ketenagakerjaan

Pada dua sektor ini, SBY-Boediono memiliki sejumlah program aksi, di antaranya:

1. Peningkatan kualitas pekerja baik dilihat dari upah yang diterima, produktivitas dan standar kualifikasinya untuk dapat memperluas peningkatan kesempatan di sektor formal, serta mengurangi jumlah pengangguran terbuka usia muda.

2. Peningkatkan investasi melalui perbaikan iklim investasi baik di pusat maupun di daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta.

Menurut data BPS (Februari, 2010), dari total 116 juta orang angkatan kerja tahun ini, pengangguran tercatat sebesar 8,59 juta orang. Kondisinya hari ini, sekitar 73,6 juta orang (68 persen) bekerja di sektor informal. Mereka adalah orang-orang yang bekerja sebagai  tukang parkir, tukang ojeg, pedagang, dan lain sebagainya. Kita bisa membayangkan bagaimana tidak terjaminnya masadepan mereka di tengah krisis global yang semakin luas. Lebih menyedihkan, angka penganguran terdidik (D3 dan S1) terus mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 13,45 persen per tahun. Tahun 2009, penangguran lulusan D3 mencapai 486.000 orang, semntara lulusan S1 mencapai 62.000 orang.

Di sektor perburuhan, setelah maraknya praktik outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Terentu (PKWT), hari ini berkembang isu mengenai revisi UU Ketenagakerjaan (UUK) yang menghendaki penghapusan standarisasi Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan menyerahkan sepenuhnya pada Upah Minimum Regional (UMR) serta mengatur ulang aturan tentang masa kerja dan pemberian pesangon, yang prinsipnya merugikan buruh. Bagaimanapun bentuknya, hal ini menyiratkan kepentingan imperialis di masa krisis untuk menekan ongkos produksi.

Kondisi di sektor perburuhan migran lebih ‘menarik’ lagi. Angka kematian tenaga kerja Indonesia (TKI) di 14 negara penempatan selama 2009 mencapai 1.018 orang, di mana 683 orang di antaranya (67%) meninggal di Malaysia. Berbicara investasi, sudah disinggung sebelumnya bahwa hari ini PMA memiliki porsi 82 persen dari total investasi di Indonesia. Artinya adalah bahwa sedari awal SBY-Boediono ingin mengobral murah meriah negeri kaya bernama Indonesia ini.

Reformasi Birokrasi

Di bidang ini, program aksi SBY-Boediono di antaranya adalah:

Meneruskan reformasi birokrasi di lembaga-lembaga pemerintah (departemen dan lembaga serta pemerintah daerah) secara bertahap, terukur dan terus dijaga kualitas hasil kinerjanya serta pertangungjawaban publik.

Hal pertama yang layak kita perbincangkan di sektor ini adalah korupsi. Seberapa seringpun mulut manis SBY-Boediono berjanji akan memeberantas korupsi, pada praktiknya angka korupsi masih sangat tinggi, dan proses hukum terkait persoalan ini sangatlah lemah. Kita tentu masih ingat isu tentang korupsi yang merebak dalam kepemimpinan SBY-Boediono, yakni kasus Bank Century yang merugikan rakyat mencapai Rp 6,7 triliun atau kasus ‘Gayus’ yang mengggasak uang rakyat lewat korupsi pajaknya. Di samping itu, masih banyak persoalan korupsi lainnya yang tidak terselesaikan. Tahu sama tahu sepertinya menjadi ajimat bagi aparat pemerintah untuk saling memaklumi tabiat korup masing-masing.

Kesehatan

Berikut adalah salah satu program aksi pemerintahan SBY-Boediono di bidang tersebut:

Menyempurnakan dan memantapkan pelaksaan program jaminan kesehatan masyarakat baik dari segi kualitas pelayanan, akses pelayanan, akuntabilitas anggaran, dan penataan administrasi yang transparan dan bersih.

Dalam persoalan ini, tidak perlu lagi kita memperdebatkan kegagalan pemerintah yang sangat nyata, yang terbukti dengan ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi program Millennium Development Goals (MDGs). Angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia masih sangat tinggi, yakni 228 per 100.000 kelahiran. Padahal, berdasarkan sasaran pembangunan MDGs, kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran. Selain itu, angka kasus gizi buruk juga sangat mengkhawatirkan, yakni mencapai 1,389 juta jiwa (2010).

Kegagalan pemerintah juga bisa kita rasakan saat membayangkan bagaimana akses rakyat miskin atas kesehatan. Privatisasi juga sangat terasa dalam bidang ini, salah satunya dalam persoalan dominasi obat-obatan produk swasta yang harganya bisa sangat jauh dari jangkauan rakyat yang tak bermilik.

Pendidikan

Berikut adalah sejumlah program aksi SBY-Boediono di bidang Pendidikan:

1. Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.

2. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.

Menlik dan membandingkan relaita di lapangan dengan misi pemerintah terkait dengan pendidikan di atas, rasanya siapapun pasti sepakat SBY-Boediono tidak mamapu menciptakan perbaikan yang fundamental dalam setahun duet kepemimpinan mereka—atau dalam enam tahun kepemimpinan SBY (empat tahun bersama JK).

Sebelumnya, gagasan mereka tentang privatisasi pendidikan lewat bentuk badan hukum mendapat penentangan yang luar biasa dari rakyat dan harus berujung dengan pencabutan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Setelah mengalami penolakan, hari ini pemerintah sedang memutar otak untuk melanjutkan program liberalisasinya, salah satunya adalah dengan menerbitkan regulasi pengganti UU BHP berbentuk PP No 66 tahun 2010.

Persoalan penting dalam dunia adalah semakin meningkatnya biaya pendidikan di bawah kepemimpinan SBY(-Boediono). Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun ini, anggaran untuk sektor pendidikan tercatat sejumlah Rp.221,4 triliun atau naik Rp.11,9 triliun, dari sebelumnya yang hanya 209,5 triliun. Namun ironisnya, penambahan anggaran ini berbanding terbalik dengan biaya pendidikan yang mengalami kenaikan signifikan.

Menurut  data BPS, kenaikan pada bulan Juli 2009 di banding tahun 2000 mencapai 227 persen. Angka ini lebih tinggi dari angka kenaikan harga secara umum yang mencapai 115 persen, dan kenaikan harga pangan yang sebesar 112 persen. Hari ini, biaya masuk PTN sudah menembus angka ratusan juta. Jika kita membandingkan penghasilan buruh tani yang hanya Rp.37.897 per hari atau buruh industri yang tidak lebih dari Rp 1.118.000 per bulan (standar pemerintah 2010), biaya masuk PT tersebut sangatlah tidak realistis.

Lingkungan

Dalam beberapa waktu terakhir, isu yang tidak kalah hangatnya adalah tentang lingkungan dan bencana. Di sektor ini, SBY-Boediono, salah satunya memiliki program aksi:

Memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan dan mencegah bencana alam dengan melakukan reboisasi, penghutanan kembali, dan perbaikan daerah aliran sungai.

Dengan membuka pintu investasi bagi koorporasi-koorporasi imperialis yang berwatak eksploitatif dan destruktif terhadap lingkungan, mimpi SBY-Boediono ini terdengar seperti guyonan. Akibat dari rusaknya lingkungan, berbagai bencana alam pun tak bisa lagi dihindari. Kasus terakhir adalah banjir di Wasior, Papua Barat yang menelan korban jiwa hingga 156 orang dan korban hilang mencapai 158 orang (Tempo Interaktif, 16/10). Pada perkembangannya, SBY-Boediono dinilai sangat tidak tanggap terhadap kasus ini dan menyebabkan semakin menurunnya kepercayaan rakyat terhadap duet pemimpin ini.

Gerakan Rakyat

Buah dari kegagalan kepemimpinan SBY-Boediono ini adalah meningkatnya resistensi rakyat, yang diekspresikan dengan berbagai cara. Dalam setiap edisi pemberitaan media massa hari ini, tidak pernah terlewatkan warta tentang demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Hal tersebut bisa kita jadikan dasar pijakan bahwa rakyat semakin tidak puas terhadap kepemimpinan rezim boneka SBY-Boediono. Meningkatnya intensitas gerakan rakyat ini jugalah yang membuat sejumlah klik reaksi yang kontra SBY unjuk gigi untuk berkonfrontasi secara terbuka. Satu lingkaran yang paling kuat di antara yang lainnya adalah blok di bawah koordinasi Wiranto dan Rizal Ramli. Sikap kontra mereka ini niscaya akan semakin terbuka seiring menaiknya intensitas dan kekuatan politik gerakan rakyat.***

















Lampiran

Visi, Misi dan Program Kerja Pasangan SBY

Boediono 2009-2014

Visi SBY Boediono2009-2014 adalah TERWUJUDNYA INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL, DAN MAKMUR [Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 17/2007].

Misi SBY Boediono 2009-2014: MEWUJUDKAN INDONESIA YANG LEBIH SEJAHTERA, AMAN DAN DAMAI DAN MELETAKKAN FONDASI YANG LEBIH KUAT BAGI INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS.

Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2009-2010 sebagai berikut.


  1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera

  2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

  3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang


Pasangan Capres-Cawapres SBY-Boediono telah merancang 5 Strategi Pokok sebagai berikut:

  1. Melanjutkan Pembangunan Ekonomi Indonesia untuk mencapai Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.

  2. Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.

  3. Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen Bangsa.

  4. Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.

  5. Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka Pembangunan Masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.


Untuk melaksanakan hal-hal tersebut diatas, maka telah dirancang 13 Pokok-pokok Program Kerja sebagai berikut:

PROGRAM AKSI BIDANG PENDIDIKAN

  • Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.

  • Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan pendidikan lanjutan di tingkat SMA.

  • Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.

  • Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya. Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.

  • Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan para peneliti.

  • Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan.

  • Mendorong partisipasi masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.

  • Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.


PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN

Fokus utama program aksi bidang kesehatan adalah sebagai berikut:

  • Menyempurnakan dan memantapkan pelaksaan program jaminan kesehatan masyarakat baik dari segi kualitas pelayanan, akses pelayanan, akuntabilitas anggaran, dan penataan administrasi yang transparan dan bersih.

  • Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan keamanan obat seperti yang telah dilakukan selama 3 tahun terakhir.

  • Mempermudah pembangunan klinik atau rumah sakit yang berkualitas internasional baik melalui profesionalisasi pengolaan rumah sakit pemerintah maupun mendorong tumbuhnya rumah sakit swasta.

  • Upaya untuk meningkatkan kapasitas generasi mendatang sudahharus dimulai sejak bayi dalam kandungan.

  • Penurunan tingkat kematian ibu yang melahirkan, pencegahanpenyakit menular seperti HIV/AIDS, malaria dan TBC.

  • Mengurangi tingkat prevelansi gizi buruk balita menjadi di bawah 15% pada tahun 2014 dari keadaan terakhir sekitar 18%.

  • Revitalisasi program keluarga berencana yang telah dimulai kembali dalam periode 2005-2009 akan dilanjutkan dan diperkuat.

  • Upaya pencapaian dalam bidang kesehatan tidak tercapai jika kesejahteraan dan sistem insentif bagi tenaga medis dan paramedis khususnya yang bertugas di daerah terpencil tidak memadai.

  • Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, utamanya yang diarahkan untuk mengurangi ketergantungan bahan baku impor dalam proses produksi obat.

  • Meningkatkan kualitas pelayanan dan praktek kedokteran yang sesuai dengan etika dan menjaga kepentingan dan perlindungan masyarakat awam dari mal-praktek dokter dan rumah sakit yang tidak bertanggung jawab.

  • Mengembangkan sistem peringatan dini untuk penyebaran informasi terjadinya wabah dan cara menghindarinya untuk mencegah kepanikan dan jatuhnya banyak korban

  • Evakuasi, perawatan dan pengobatan masyarakat di daerah bencana alam


PROGRAM AKSI BIDANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Program aksi penanggulangan kemiskinan harus dilakukan melalui beberapa program aksi sebagai berikut:

  • Meneruskan, meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

  • Melanjutkan program pengarusutamaan semua program penanggulangan kemiskinan yang ada di kementerian dan lembaga sebagai pendukung program PNPM (PNPM pendukung).

  • Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang selama ini efektif dalam mengatasi gejolak yang temporer akan selalu disiagakan untuk dipergunakan setiap waktu.

  • Penyediaan beras murah bagi keluarga miskin untuk menjamin ketahanan pangan.

  • Pengembangan program-program berlapis untuk rakyat miskin yang dilakukan secara intensif, antara lain: Program Jamkesmas, BOS, PKH, BLT, PNPM, Raskin

  • Pemihakan kepada Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, antara lain dengan pemberian Kredit Usaha Rakyat untuk memberikan akses modal bagi masyarakat kecil.


PROGRAM AKSI PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA

Fokus dalam program aksi ketenagakerjaan ini akan menekankan pada:

  • Peningkatan kualitas pekerja baik dilihat dari upah yang diterima, produktivitas dan standar kualifikasinya untuk dapat memperluas peningkatan kesempatan di sektor formal, serta mengurangi jumlah pengangguran terbuka usia muda.

  • Peningkatkan investasi melalui perbaikan iklim investasi baik di pusat maupun di daerah sehingga kesempatan kerja baru dapat tercipta.

  • Reformasi tingkat mikro-ekonomi,

  • Membangun infrastruktur fisik yang dapat memperlancar arus lalu-lintas barang dan informasi, serta mendorong program industrialisasi yang dapat menarik industri lanjutan (PMDN, PMA, dan Perusahaan Global) untuk berinvestasi di Indonesia.

  • Memperluas permintaan domestik di luar barang-barang konsumsi, serta memanfaatkan pasar regional.

  • Memperluas dan meningkatkan industri kreatif dan pariwisata sebagai sumber potensi perekonomian Indonesia yang sangat besar.

  • Pembangunan kawasan-kawasan ekonomi khusus seperti Batam, Bintan, Karimun, Suramadu, Sabang dan berbagai kawasan khusus lainnya.


PROGRAM AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR

Program aksi pemerintah mendatang di bidang pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut:

  • Melanjutkan pelaksanaan dual track strategy dalam pembangunan infrastruktur, yaitu memperluas kesempatan bagi masyarakat (baik swasta nasional maupun asing) untuk berpartisipasi secara transparan, adil, bebas dari kepentingan kelompok, bersih, dan kompetitif dalam pembangunan dan pengoperasian kegiatan infrastruktur.

  • Menjamin akses masyarakat terhadap jasa kegiatan infrastruktur, pemerintah tetap akan mempertahankan fungsi regulasi yang fair kepada setiap pelaku dan konsumen.

  • Untuk mendukung partisipasi swasta dan BUMN dalam pembangunan infrastruktur, kebijakan penjaminan resiko oleh pemerintah dapat diberikan secara selektif berdasarkan criteria yang obyektif, matang, terukur, transparan, dan adil serta dapat dipertanggungjawabkan.

  • Pelayanan dan akses air bersih dengan harga terjangkau bagi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

  • Melakukan unbundling pembangunan infrastruktur dimana pemerintah akan menanggung pembangunan infrastruktur dasar, sementara badan usaha menanggung pembangunan yang bersifat komersial untuk berbagai infrastruktur penting di daerah.

  • Meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur yang penggunaannya akan diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur dasar yang sifatnya non komersial.

  • Meningkatkan pembangunan telekomunikasi pita lebar untuk mendekatkan jarak fisik yang berjauhan mengingat Negara Indonesia adalah negara kepulauan.

  • Dalam rangka mengatasi bencana alam banjir diberbagai daerah, pengelolaan sungai beserta daerah tangkapan air akan terus dilakukan, antara lain melalui pembangunan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, Banjir Kanal Jakarta.


PROGRAM AKSI KETAHANAN PANGAN

Program aksi peningkatan pangan meliputi antara lain:

  • Memperbaiki infrastruktur pertanian

  • Meningkatkan kualitas input baik dengan dukungan penelitian dan pengembangan bibit unggul, dan penyuluhan untuk penggunaan secara tepat dan akurat dengan resiko yang dapat dijaga.

  • Memperbaiki kebijakan penyediaan dan subsidi pupuk, agar tidak terjadi kelangkaan, penyelundupan, dan penggunaan pupuk subsidi kepada yang tidak berhak

  • Perbaikan sistem distribusi dan logistik termasuk pergudangan secara terintegrasi dengan memperhatikan supply chain, agar mampu mengurangi gejolak harga dan pasokan secara musiman pada komoditas pangan utama.

  • Perkuatan dan pemberdayaan petani, nelayan, petambak dan menjaga daya beli dan nilai tukar petani dengan menjaga stabilitas harga-harga komoditas yang dapat memberikan keuntungan pada petani namun tidak memberatkan konsumen yang berpendapatan rendah.

  • Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya tawar dan kompetisi (competitive advantage) dari sektor pertanian di pasar regional dan dunia, terutama pada komoditas yang merupakan produk utama dan terbesar di kawasan Asia dan dunia seperti CPO, Kayu manis, dll.

  • Melaksanakan kebijakan pengembangan industri hilir pertanian dengan penciptaan iklim investasi yang baik dan bila perlu diberikan insentif (fiskal) bagi pengembangannya.

  • Penyediaan informasi secara transparan tentang harga pasar dari hasil panen yang akurat dan up to date kepada petani dan nelayan, harga dan ketersediaan pupuk, peringatan dini cuaca dan wabah sehingga petani dapat lebih cerdas dalam menentukan tindakannya.


PROGRAM AKSI KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN ENERGI

Program aksi dalam sektor energi adalah sebagai berikut:

  • Mendorong diversifikasi penggunaan energi domestik kepada gas alam dan batubara. Program ini akan mengurangi tekanan tambahan permintaan pada sumber energi minyak bumi.

  • Program aksi peningkatan kemandirian energi akan dilakukan secara integratif antara penguasaan teknologi energi, pembangunan infrastruktur, kebijakan harga, dan insentif di dalamnya.

  • Meningkatkan daya tarik dan kepastian investasi untuk eksplorasi dan produksi di bidang pertambangan dan energi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sektor energi.

  • Meningkatkan transparansi, tata kelola, dan menghilangkan korupsi dan biaya yang tidak efisien di sektor hulu energi.

  • Meningkatkan kompetisi yang sehat dan transparan di sektor hilir energi, agar tercapai pelayanan yang baik dan harga yang rasional dan terjangkau bagi masyarakat luas.

  • Melaksanakan kebijakan pengembangan dan pemakaian energy terbarukan (renewable energy) yang konsisten dan sesuai dengan partispasi dan tanggung jawab Indonesia dalam agenda global untuk mencegah pemburukan iklim dunia (climate change) dan memperkuat ketahan energi nasional.

  • Meningkatkan kegiatan-kegiatan penelitian sektor energi untuk menghasilkan sumber-sumber energi baru non-konvensional, meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan penurunan emisi karbon.

  • Peningkatan efisiensi energi untuk mendorong perekonomian, peningakatan kesejahteraan dan memperbaiki daya saing.

  • Peningkatan diversifikasi, distribusi serta akses energi sehingga setiap rakyat Indonesia mampu memperoleh energi sesuai kebutuhan dan kemampuan daya belinya.


PROGRAM AKSI PERBAIKAN DAN PELAKSANAAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

Program aksi itu terdiri dari:

  • Meneruskan reformasi birokrasi di lembaga-lembaga pemerintah (departemen dan lembaga serta pemerintah daerah) secara bertahap, terukur dan terus dijaga kualitas hasil kinerjanya serta pertangungjawaban publik.

  • Program perbaikan peraturan yang menyangkut rekrutmen, perkembangan karier secara transparan, akuntabel dan berdasarkan prestasi (merit based), serta aturan disiplin dan pemberhentian pegawai negeri sispil.

  • Meningkatkan kinerja dengan memperbaiki prosedur kerja (business process), pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kecepatan dan keakuratan layanan, dan mengatur kembali struktur organisasi agar makin efisien dan efektif dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, regulasi, pengawasan dan penegakan aturan.

  • Memperbaiki remunerasi sehingga makin mencerminkan resiko, tanggung jawab, beban kerja yang realistis dan berimbang.

  • Memperbaiki sistem dan tunjangan pensiun agar mencerminkan imbalan prestasi yang manusiawi namun tetap dapat dipenuhi oleh kemampuan anggaran.

  • Melakukan pengawasan kinerja dan dampak reformasi, termasuk pemberantasan korupsi dan penerapan disiplin dan hukuman yang tegas bagi pelanggaran sumpah jabatan, aturan, disiplin, dan etika kerja birokrasi.

  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas layanan pemerintahan dengan perumusan standar pelayanan minimum yang diketahui masyarakat beserta pemantauan pelaksanaannya oleh masyarakat.


PROGRAM AKSI PENEGAKAN PILAR DEMOKRASI

Penegakan pilar demokrasi akan diimplementasi melalui program aksi penguatan sistem demokrasi yang meliputi:

  • Mengatur kembali hubungan eksekutif dan legislatif sehingga dapat menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan fungsi anggaran yang efektif dan seimbang dan terbentuk suatu system yang dapat melancarkan tujuan bernegara secara bermartabat.

  • Memperbaiki peraturan dan penyelenggaran Pemilu dan Pilkada, agar tercapai Pemilu yang jujur, adil, dan dapat menghindarkan warga negara yang kehilanggan hak untuk berpartisipasi dalam Pemilu.

  • Memperbaiki administrasi, penganggaran, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan Pemilu agar terjadi kepastian dan efisiensi kerja insitusi penyelenggara pemilu tanpa mengorbankan kualitas pemilu.

  • Mengembangkan substansi demokrasi, yaitu nilai-nilai hakiki seperti kebebasan, penegakan hukum, keadilan dan rasa tanggung jawab.


PROGRAM AKSI PENEGAKAN HUKUM

Implementasi agenda reformasi penegakan hukum akan dilakukan ke dalam dua program aksi yaitu reformasi penegakan hukum (rule of law) dan penegakan ketertiban umum, dengan cara:

  • Memperbaiki law enforcement.

  • Memperkuat kinerja dan pengawasan kepolisian dan kejaksaan melalui reformasi kepolisian dan kejaksaan, perbaikan kinerja kepolisian dan kejaksaan di daerah, baik melalui program quick win maupun perbaikan struktural menyeluruh dan komprehensif pada kepolisian dan kejaksaan.

  • Meninjau ulang dan memperbaiki peraturan yang menyangkut penegakan hukum termasuk pengaturan hak-hak polisi, peraturan-peraturan pelaporan, dan aturan pelayanan dari aparat penegak hukum.

  • Mendukung perbaikan adminsitrasi dan anggaran di Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya.

  • Pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten dan tanpa tebang pilih.


PROGRAM AKSI PEMBANGUNAN YANG INKLUSIF DAN BERKEADILAN

Program aksi yang inklusif dan berkeadilan meliputi:

  • Penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah dengan perluasan akses kredit untuk UMKM termasuk dan utamanya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), penciptaan dan pendidikan bagi para pengusaha (enterpreneur) baru di tingkat kecil dan menengah di daerah-daerah, mendukung inovasi dan kreativitas masyarakat dan pengusaha dalam menciptakan produk, mengemas, memasarkan dan memelihara kesinambungan dalam persaingan yang sehat.

  • Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan melakukan terus menerus perbaikan kebijakan transfer anggaran kedaerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana otonomi khusus (otsus).

  • Mempercepat pembangunan daerah-daerah tertinggal dan daerah perbatasan terluar dan terpencil dengan pemberian anggaran yang cukup bagi pembangunan infrastruktur dan pos penjagaan terluar.

  • Mengurangi kesenjangan jender dengan meningkatkan kebijakan pemihakan kepada perempuan dan pengarusutamaan jender dalam strategi pembangunan.


PROGRAM AKSI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

Progam di bidang lingkungan hidup bertujuan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan, menjaga kelestarian alam, dan menjaga kesinambungan daya dukung alam terhadap aktivitas ekonomi dan masyarakat.

  • Memperbaiki lingkungan yang mengalami kerusakan dan mencegah bencana alam dengan melakukan reboisasi, penghutanan kembali, dan perbaikan daerah aliran sungai.

  • Mengembangkan strategi pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable) sesuai dengan tujuan untuk mengurangi ancaman dan dampak perubahan iklim globalkhususnya melalui upaya pengurangan emisi karbon- baik di sektor kehutanan, energi, transportasi, kelautan, dan pertanian.

  • Mengajak seluruh masyarakat luas, rumah tangga maupun dunia usaha untuk aktif menjaga lingkungan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan


PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN

Pengembangan budaya ditujukan untuk menciptakan masyarakat dan bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan peradaban luhur dan mampu menjaga jati diri ditengah pergaulan global.

  • Menjaga suasana kebebasan kreatif dibidang seni dan keilmuan.

  • Menyediakan prasarana untuk mendukung kegiatan kebudayaan dan keilmuan yang bersifat non-komersial

  • Memberikan insentif kepada kegiatan kesenian dan keilmuan untuk mengembangkan kualitas seni dan budaya serta melestarikan warisan kebudayaan lokal dan nasional, modern dan tradisional

PP Pengganti UU BHP

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 66 TAHUN 2010

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010

TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :  a.  bahwa  Peraturan  Pemerintah Nomor  17  Tahun  2010

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

tidak mengatur tata kelola satuan pendidikan karena

telah  diatur  dalam  Undang-Undang  Nomor  9  Tahun

2009 tentang Badan Hukum Pendidikan;

b.  bahwa  berdasarkan  Putusan  Mahkamah  Konstitusi

Nomor  11-14-21-126-136/PUU-VII/2009  tanggal

31 Maret 2010, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009

tentang  Badan  Hukum  Pendidikan  dinyatakan  tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

c.  bahwa  berdasarkan  pertimbangan  sebagaimana

dimaksud  dalam  huruf  a  dan  huruf  b  perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

17  Tahun  2010  tentang  Pengelolaan  dan

Penyelenggaraan Pendidikan;

Mengingat  :  1.  Pasal  5  ayat  (2)  Undang-Undang  Dasar  Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang  Nomor  20  Tahun  2003  tentang

Sistem  Pendidikan  Nasional  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4301);

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN  PEMERINTAH  NOMOR  17  TAHUN  2010

TENTANG  PENGELOLAAN  DAN  PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN.

Pasal I

Beberapa  ketentuan  dalam  Peraturan  Pemerintah

Nomor  17  Tahun  2010  tentang  Pengelolaan  dan

Penyelenggaraan Pendidikan  (Lembaran Negara Republik

Indonesia  Tahun  2010  Nomor  23,  Tambahan  Lembaran

Negara Nomor 5105), diubah sebagai berikut:

1.  Ketentuan  Pasal  1  diubah,   di  antara  angka  17  dan

angka 18 disisipkan 1  (satu) angka yakni angka 17A

dan  ketentuan  angka  22  diubah,  sehingga  Pasal  1

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam  Peraturan  Pemerintah  ini  yang  dimaksud

dengan:

1.    Pengelolaan  pendidikan  adalah  pengaturan

kewenangan  dalam  penyelenggaraan  sistem

pendidikan  nasional  oleh  Pemerintah,

pemerintah  provinsi,  pemerintah

kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang

didirikan  masyarakat,  dan  satuan  pendidikan

agar  proses  pendidikan  dapat  berlangsung

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

2.    Penyelenggaraan  pendidikan  adalah  kegiatan

pelaksanaan komponen  sistem pendidikan pada

satuan  atau  program  pendidikan  pada  jalur,

jenjang,  dan  jenis  pendidikan  agar  proses

pendidikan  dapat  berlangsung  sesuai  dengan

tujuan pendidikan nasional.

 

 

 

 

3.    Pendidikan  anak  usia  dini  adalah  suatu  upaya

pembinaan  yang  ditujukan  kepada  anak  sejak

lahir  sampai  dengan  usia  6  (enam)  tahun  yang

dilakukan  melalui  pemberian  rangsangan

pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan  jasmani  dan  rohani  agar  anak

memiliki  kesiapan  dalam memasuki  pendidikan

lebih lanjut.

4.    Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat

TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  formal

yang  menyelenggarakan  program  pendidikan

bagi  anak  berusia  4  (empat)  tahun  sampai

dengan 6 (enam) tahun.

5.    Raudhatul  Athfal,  yang  selanjutnya  disingkat

RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

anak  usia  dini  pada  jalur  pendidikan  formal

yang  menyelenggarakan  program  pendidikan

dengan  kekhasan  agama  Islam  bagi  anak

berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)

tahun.

6.    Pendidikan  formal adalah  jalur pendidikan yang

terstruktur  dan  berjenjang  yang  terdiri  atas

pendidikan  dasar,  pendidikan  menengah,  dan

pendidikan tinggi.

7.    Pendidikan  dasar  adalah  jenjang  pendidikan

pada  jalur  pendidikan  formal  yang  melandasi

jenjang  pendidikan  menengah,  yang

diselenggarakan  pada  satuan  pendidikan

berbentuk  Sekolah  Dasar  dan  Madrasah

Ibtidaiyah atau bentuk  lain yang sederajat serta

menjadi  satu  kesatuan  kelanjutan  pendidikan

pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah

Menengah  Pertama  dan  Madrasah  Tsanawiyah,

atau bentuk lain yang sederajat.

 

 

8.    Sekolah  Dasar,  yang  selanjutnya  disingkat  SD,

adalah  salah  satu  bentuk  satuan  pendidikan

formal  yang  menyelenggarakan  pendidikan

umum pada jenjang pendidikan dasar.

9.   Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat

MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

formal  dalam  binaan  Menteri  Agama  yang

menyelenggarakan  pendidikan  umum  dengan

kekhasan agama  Islam pada  jenjang pendidikan

dasar.

10.    Sekolah  Menengah  Pertama,  yang  selanjutnya

disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  umum  pada  jenjang  pendidikan

dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk

lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari  hasil

belajar  yang  diakui  sama  atau  setara  SD  atau

MI.

11.   Madrasah  Tsanawiyah,  yang  selanjutnya

disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  umum

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  dasar  sebagai  lanjutan  dari SD, MI,

atau  bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan

dari hasil  belajar  yang  diakui  sama  atau  setara

SD atau MI.

12.    Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan

pada  jalur  pendidikan  formal  yang  merupakan

lanjutan  pendidikan  dasar,  berbentuk  Sekolah

Menengah  Atas,  Madrasah  Aliyah,  Sekolah

Menengah  Kejuruan,  dan  Madrasah  Aliyah

Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat.

13.    Sekolah  Menengah  Atas,  yang  selanjutnya

disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  umum  pada  jenjang  pendidikan

menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau

bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari

hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP

atau MTs.

14.   Madrasah  Aliyah,  yang  selanjutnya  disingkat

MA,  adalah  salah  satu  bentuk  satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  umum

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  menengah  sebagai  lanjutan  dari

SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau

lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

15.    Sekolah  Menengah  Kejuruan,  yang  selanjutnya

disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal  yang  menyelenggarakan

pendidikan  kejuruan  pada  jenjang  pendidikan

menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau

bentuk  lain  yang  sederajat  atau  lanjutan  dari

hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP

atau MTs.

16.   Madrasah  Aliyah  Kejuruan,  yang  selanjutnya

disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan

pendidikan  formal dalam binaan Menteri Agama

yang  menyelenggarakan  pendidikan  kejuruan

dengan  kekhasan  agama  Islam  pada  jenjang

pendidikan  menengah  sebagai  lanjutan  dari

SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau

lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau

setara SMP atau MTs.

17.    Pendidikan  tinggi  adalah  jenjang  pendidikan

pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan

menengah  yang  dapat  berupa  program

pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis,

dan  doktor,  yang  diselenggarakan  oleh

perguruan tinggi.

17A.   Akademi  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  vokasi  dalam

1  (satu)  cabang  atau  sebagian  cabang  ilmu

pengetahuan, teknologi, dan/atau seni tertentu.

18.    Politeknik  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  vokasi  dalam

sejumlah bidang pengetahuan khusus.

19.    Sekolah  tinggi  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  vokasi  dalam  lingkup  satu  disiplin

ilmu  tertentu  dan  jika  memenuhi  syarat  dapat

menyelenggarakan pendidikan profesi.

20.    Institut  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  pendidikan  vokasi  dalam  sekelompok

disiplin  ilmu  pengetahuan,  teknologi,  dan/atau

seni  dan  jika  memenuhi  syarat  dapat

menyelenggarakan pendidikan profesi.

21.    Universitas  adalah  perguruan  tinggi  yang

menyelenggarakan  pendidikan  akademik

dan/atau  pendidikan  vokasi  dalam  sejumlah

ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

jika  memenuhi  syarat  dapat  menyelenggarakan

pendidikan profesi.

22.    Program  studi  adalah  program  yang  mencakup

kesatuan  rencana  belajar  sebagai  pedoman

penyelenggaraan  pendidikan  yang

diselenggarakan  atas  dasar  suatu  kurikulum

serta  ditujukan  agar  peserta  didik  dapat

menguasai  pengetahuan,  keterampilan,  dan

sikap sesuai dengan sasaran kurikulum.

23.    Jurusan  atau  nama  lain  yang  sejenis  adalah

himpunan  sumber  daya  pendukung  program

studi  dalam  1  (satu)  rumpun  disiplin  ilmu

pengetahuan,  teknologi,  seni,  dan/atau

olahraga.

24.    Fakultas  atau  nama  lain  yang  sejenis  adalah

himpunan sumber daya pendukung, yang dapat

dikelompokkan  menurut  jurusan,  yang

menyelenggarakan  dan  mengelola  pendidikan

akademik,  vokasi,  atau  profesi  dalam  1  (satu)

rumpun  disiplin  ilmu  pengetahuan,  teknologi,

seni, dan/atau olahraga.

25.    Standar  Nasional  Pendidikan  adalah  kriteria

minimal  tentang  sistem  pendidikan  di  seluruh

wilayah  hukum  Negara  Kesatuan  Republik

Indonesia.

26.    Standar  pelayanan  minimal  adalah  kriteria

minimal  berupa  nilai  kumulatif  pemenuhan

Standar  Nasional  Pendidikan  yang  harus

dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.

27.    Kurikulum  adalah  seperangkat  rencana  dan

pengaturan  mengenai  tujuan,  isi,  dan  bahan

pelajaran,  serta  cara  yang  digunakan  sebagai

pedoman  penyelenggaraan  kegiatan

pembelajaran  untuk  mencapai  tujuan

pendidikan.

28.    Dosen adalah pendidik profesional dan  ilmuwan

pada  perguruan  tinggi  dengan  tugas  utama

mentransformasikan,  mengembangkan,  dan

menyebarluaskan  ilmu  pengetahuan,  teknologi,

dan  seni  melalui  pendidikan,  penelitian,  dan

pengabdian kepada masyarakat.

29.   Mahasiswa  adalah  peserta  didik  yang  terdaftar

dan belajar pada perguruan tinggi.

30.    Sivitas  akademika  adalah  komunitas  dosen  dan

mahasiswa pada perguruan tinggi.

31.    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di

luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan

secara terstruktur dan berjenjang.

32.    Kelompok  belajar  adalah  satuan  pendidikan

nonformal  yang  terdiri  atas  sekumpulan  warga

masyarakat  yang  saling  membelajarkan

pengalaman  dan  kemampuan  dalam  rangka

meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya.

33.    Pusat  kegiatan  belajar  masyarakat  adalah

satuan  pendidikan  nonformal  yang

menyelenggarakan  berbagai  kegiatan  belajar

sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar

prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.

34.    Pendidikan  berbasis  keunggulan  lokal  adalah

pendidikan  yang  diselenggarakan  setelah

memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan  dan

diperkaya  dengan  keunggulan  kompetitif

dan/atau komparatif daerah.

35.    Pendidikan  bertaraf  internasional  adalah

pendidikan  yang  diselenggarakan  setelah

memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan  dan

diperkaya  dengan  standar  pendidikan  negara

maju.

36.    Pembelajaran  adalah  proses  interaksi  peserta

didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar

pada suatu lingkungan belajar.

37.    Pendidikan  jarak  jauh  adalah  pendidikan  yang

peserta  didiknya  terpisah  dari  pendidik  dan

pembelajarannya  menggunakan  berbagai

sumber  belajar  melalui  teknologi  komunikasi,

informasi, dan media lain.

38.    Pendidikan  khusus merupakan  pendidikan  bagi

peserta  didik  yang  memiliki  tingkat  kesulitan

dalam  mengikuti  proses  pembelajaran  karena

kelainan  fisik,  emosional,  mental,  sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa.

39.    Pendidikan  berbasis  masyarakat  adalah

penyelenggaraan  pendidikan  berdasarkan

kekhasan  agama,  sosial,  budaya,  aspirasi,  dan

potensi  masyarakat  sebagai  perwujudan

pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

40.    Pendidikan  informal  adalah  jalur  pendidikan

keluarga dan lingkungan.

41.    Organisasi  profesi  adalah  kumpulan  anggota

masyarakat  yang  memiliki  keahlian  tertentu

yang  berbadan  hukum  dan  bersifat

nonkomersial.

42.    Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang

beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang

peduli pendidikan.

43.    Komite  sekolah/madrasah  adalah  lembaga

mandiri  yang  beranggotakan  orang  tua/wali

peserta  didik,  komunitas  sekolah,  serta  tokoh

masyarakat yang peduli pendidikan.

44.    Kementerian  adalah  kementerian  yang

menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di

bidang pendidikan nasional.

45.    Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

46.    Pemerintah  daerah  adalah  pemerintah  provinsi,

pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

47.    Menteri adalah menteri  yang menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  pendidikan

nasional.

 

2.  Ketentuan  Pasal  49  diubah  sehingga  Pasal  49

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49

(1)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  bertujuan

memajukan  pendidikan  nasional  berdasarkan

Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara

Republik  Indonesia  Tahun  1945,  dengan

menerapkan  manajemen  berbasis

sekolah/madrasah  pada  jenjang  pendidikan

dasar  dan  menengah  dan  otonomi  perguruan

tinggi pada jenjang pendidikan tinggi.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  didasarkan

pada prinsip:

a.  nirlaba,  yaitu  prinsip  kegiatan  satuan

pendidikan  yang  bertujuan  utama  tidak

mencari  keuntungan,  sehingga  seluruh  sisa

lebih  hasil  kegiatan  satuan  pendidikan

harus  digunakan  untuk  meningkatkan

kapasitas  dan/atau  mutu  layanan  satuan

pendidikan;

b.  akuntabilitas,  yaitu  kemampuan  dan

komitmen  satuan  pendidikan  untuk

mempertanggungjawabkan  semua  kegiatan

yang  dijalankan  kepada  pemangku

kepentingan  sesuai  dengan  ketentuan

peraturan perundang-undangan;

c.  penjaminan  mutu,  yaitu  kegiatan  sistemik

satuan  pendidikan  dalam  memberikan

layanan  pendidikan  formal  yang memenuhi

atau  melampaui  Standar  Nasional

Pendidikan secara berkelanjutan;

d.  transparansi,  yaitu  keterbukaan  dan

kemampuan  satuan  pendidikan menyajikan

informasi  yang  relevan  secara  tepat  waktu

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan dan standar pelaporan

yang  berlaku  kepada  pemangku

kepentingan.

e.  akses  berkeadilan,  yaitu  memberikan

layanan  pendidikan  formal  kepada  calon

peserta  didik  dan  peserta  didik,  tanpa

pengecualian.

 

3.  Ketentuan  Pasal  53  diubah  sehingga  Pasal  53

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 53

(1)  Satuan  pendidikan  wajib  memberikan  layanan

pendidikan  kepada  calon  peserta  didik  dan

peserta didik, tanpa  memandang latar belakang

agama,  ras,  etnis,  gender,  status  sosial,  dan

kemampuan ekonomi.

(2)  Satuan  pendidikan  wajib  menjamin  akses

pelayanan  pendidikan  bagi  peserta  didik  yang

membutuhkan pendidikan khusus, dan layanan

khusus.

 

4.  Di  antara  Pasal  53  dan  Pasal  54  disisipkan  2  (dua)

pasal  yakni  Pasal  53A  dan  Pasal  53B  yang  berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 53A

(1)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

mengalokasikan tempat bagi calon peserta didik

berkewarganegaraan  Indonesia,  yang  memiliki

potensi akademik memadai dan kurang mampu

secara  ekonomi, paling  sedikit 20%  (dua puluh

persen)  dari  jumlah  keseluruhan  peserta  didik

baru.

(2)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

menyediakan  beasiswa  bagi  peserta  didik

berkewarganegaraan  Indonesia  yang

berprestasi.

(3)  Satuan  pendidikan  menengah  dan  satuan

pendidikan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing  wajib

menyediakan  bantuan  biaya  pendidikan  bagi

peserta  didik  berkewarganegaraan  Indonesia

yang  tidak  mampu  secara  ekonomi  dan  yang

orang  tua  atau  pihak  yang  membiayai  tidak

mampu secara ekonomi.

(4)  Bantuan  biaya  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (3),  diberikan  kepada

paling  sedikit  20%  (dua  puluh  persen)  dari

jumlah seluruh peserta didik.

(5)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  dapat  mengalokasikan

beasiswa bagi warga negara asing.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut mengenai  beasiswa  dan

bantuan  biaya  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (2),  ayat  (4),  dan  ayat  (5)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 53B

(1)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  wajib menjaring  peserta  didik

baru program  sarjana melalui pola penerimaan

secara nasional paling sedikit 60% (enam puluh

persen)  dari  jumlah  peserta  didik  baru  yang

diterima  untuk  setiap  program  studi  pada

program pendidikan sarjana.

(2)  Pola  penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  termasuk

penerimaan  mahasiswa  melalui  penelusuran

minat dan bakat atau bentuk lain yang sejenis.

(3)  Peserta  didik  baru  yang  terjaring  melalui  pola

penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), termasuk peserta didik

yang  tidak  mampu  secara  ekonomi  dan  yang

orang  tua  atau  pihak  yang  membiayai  tidak

mampu secara ekonomi.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pola

penerimaan  secara  nasional  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

 

5.  Di  antara  Pasal  58  dan  Pasal  59  disisipkan

10  (sepuluh)  pasal  yakni  Pasal  58A,  Pasal  58B,

Pasal  58C,  Pasal  58D,  Pasal  58E,  Pasal  58F,  Pasal

58G,  Pasal  58H,  Pasal  58I,  dan  Pasal  58J  yang

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58A

Satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan  menengah

yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  memiliki  paling  sedikit  2  (dua)

organ yang terdiri atas:

a.  kepala  sekolah/madrasah  yang  menjalankan

fungsi manajemen  satuan  pendidikan  anak  usia

dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan menengah; dan

b.  komite  sekolah/madrasah  yang  menjalankan

fungsi  pengarahan,  pertimbangan,  dan

pengawasan akademik.

Pasal 58B

(1)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  anak  usia  dini

jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah

menggunakan tata kelola sebagai berikut:

a.  kepala  sekolah/madrasah  menjalankan

manajemen  berbasis  sekolah/madrasah

untuk  dan  atas  nama

Gubernur/Bupati/Walikota  atau  Menteri

Agama  sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

b.  komite  sekolah/madrasah  memberi

bantuan  pengarahan,  pertimbangan,  dan

melakukan  pengawasan  akademik  kepada

dan terhadap kepala sekolah/madrasah.

(2)  Manajemen  berbasis  sekolah/madrasah

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a

merupakan  kewenangan  kepala

sekolah/madrasah menentukan  secara mandiri

untuk  satuan  pendidikan  yang  dikelolanya

dalam bidang manajemen, yang meliputi:

a.  rencana strategis dan operasional;

b.  struktur organisasi dan tata kerja;

c.  sistem audit dan pengawasan internal; dan

d.  sistem penjaminan mutu internal.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan

satuan  pendidikan  anak usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan

menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur  dengan  Peraturan

Gubernur/Bupati/Walikota  atau  Peraturan

Menteri Agama.

Pasal 58C

(1)  Organ dan pengelolaan satuan pendidikan anak

usia  dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,

dan/atau  pendidikan  menengah  yang

diselenggarakan oleh masyarakat menggunakan

tata  kelola  yang  ditetapkan  oleh  badan hukum

nirlaba  yang  sah  berdasarkan  ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan

berdasarkan prinsip  sebagaimana diatur dalam

Pasal 49 ayat (2).

Pasal 58D

(1)  Satuan pendidikan  tinggi  yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  memiliki  paling  sedikit

4 (empat) jenis organ yang terdiri atas:

a.  rektor,  ketua,  atau  direktur  yang

menjalankan  fungsi  pengelolaan  satuan

pendidikan tinggi;

b.  senat  universitas,  institut,  sekolah  tinggi,

akademi, atau politeknik yang menjalankan

fungsi  pertimbangan  dan  pengawasan

akademik;

c.  satuan  pengawasan  yang  menjalankan

fungsi  pengawasan  bidang  non-akademik;

dan

d.  dewan  pertimbangan  yang  menjalankan

fungsi  pertimbangan  non-akademik  dan

fungsi  lain  yang  ditentukan  dalam  statuta

satuan pendidikan tinggi masing-masing.

(2)  Nama  organ  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  huruf  c  dan  huruf  d  diatur  dalam

statuta  satuan  pendidikan  tinggi  masing-

masing.

(3)  Ketentuan  mengenai  jumlah  dan  jenis  organ

selain  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)

diatur  dalam  statuta  satuan  pendidikan  tinggi

masing-masing.

Pasal 58E

(1)  Rektor,  ketua,  atau  direktur  sebagaimana

dimaksud  dalam  Pasal  58D  ayat  (1)  huruf  a

diangkat  dan  diberhentikan  oleh Menteri  atau

Menteri  Agama,  sebagai  pemimpin  satuan

pendidikan tinggi.

(2)  Rektor,  ketua,  atau  direktur  sebagaimana

dimaksud pada ayat  (1), dibantu oleh beberapa

unsur  pimpinan  pada  tingkat  satuan

pendidikan  tinggi  dan/atau  pada  tingkat

fakultas atau sebutan lain yang sejenis.

(3)  Jumlah  dan  jenis  unsur  pimpinan  satuan

pendidikan  tinggi  sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur dalam statuta satuan pendidikan

tinggi masing-masing atas persetujuan Menteri

yang  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan

di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(4)  Ketentuan  mengenai  tata  cara  pengangkatan

dan pemberhentian rektor, ketua, atau direktur

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur

dengan Peraturan Menteri.

Pasal 58F

(1)  Tata  kelola  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sebagai

berikut:

a.  rektor,  ketua,  atau  direktur  menjalankan

otonomi  perguruan  tinggi  untuk  dan  atas

nama  Menteri  dalam  bidang  pendidikan

tinggi,  penelitian,  pengabdian  kepada

masyarakat  dan  bidang  lainnya  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan;

b.  senat  universitas,  institut,  sekolah  tinggi,

akademi,  atau  politeknik  memberi

pertimbangan  dan  melakukan  pengawasan

terhadap rektor, ketua, atau direktur dalam

pelaksanaan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang akademik;

c.  satuan pengawasan melakukan pengawasan

pelaksanaan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang non akademik untuk dan atas nama

rektor, ketua, atau direktur;

 

d.  dewan  pertimbangan  memberi

pertimbangan  otonomi  perguruan  tinggi

bidang non-akademik dan fungsi lain sesuai

statuta kepada rektor, ketua, atau direktur.

(2)  Otonomi  perguruan  tinggi  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  a  terdiri  atas

kewenangan  rektor,  ketua,  atau  direktur

menentukan secara mandiri satuan pendidikan

yang dikelolanya antara lain dalam:

a.  bidang manajemen organisasi, yaitu:

1.  rencana strategis dan operasional;

2.  struktur organisasi dan tata kerja;

3.  sistem  pengendalian  dan  pengawasan

internal; dan

4.  sistem penjaminan mutu internal,

yang  ditetapkan  oleh  rektor,  ketua,  atau

direktur sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

b.  bidang akademik, yaitu:

1.  norma,  kebijakan,  dan  pelaksanaan

pendidikan:

a)  persyaratan akademik mahasiswa yang

akan diterima;

b)  pembukaan,  perubahan,  dan

penutupan program studi;

c)  kerangka  dasar  dan  struktur

kurikulum  serta  kurikulum  program

studi;

d)  proses pembelajaran;

e)  penilaian hasil belajar;

f)  persyaratan kelulusan; dan

g)  wisuda.

2.  norma,  kebijakan,  serta  pelaksanaan

penelitian  dan  pengabdian  kepada

masyarakat.

c.  bidang kemahasiswaan, yaitu:

1.  norma dan kebijakan kemahasiswaan;

2.  kegiatan  kemahasiswaan  intrakurikuler

dan ekstrakurikuler;

3.  organisasi kemahasiswaan; dan

4.  pembinaan bakat dan minat mahasiswa.

d.  bidang sumber daya manusia, yaitu:

1.  norma dan kebijakan pengelolaan sumber

daya manusia;

2.  persyaratan  dan  prosedur  penerimaan

sumber daya manusia;

3.  penugasan  dan  pembinaan  sumber  daya

manusia;

4.  penyusunan target kerja dan jenjang karir

sumber daya manusia; dan

5.  pemberhentian sumber daya manusia,

yang ditetapkan oleh  rektor, ketua, direktur

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan bidang kepegawaian.

e.  bidang sarana dan prasarana, yaitu:

1.  norma dan kebijakan pengelolaan  sarana

dan prasarana; dan

2.  penggunaan sarana dan prasarana,

sesuai  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan.

(3)    Otonomi perguruan tinggi dalam:

a.  bidang keuangan yaitu:

1.  norma  dan  kebijakan  pengelolaan  bidang

keuangan;

2.  perencanaan  dan  pengelolaan  anggaran

jangka pendek dan jangka panjang;

3.  tarif setiap jenis layanan pendidikan;

4.  penerimaan,  pembelanjaan,  dan

pengelolaan uang;

5.  melakukan  investasi  jangka  pendek  dan

jangka panjang;

6.  melakukan  pengikatan  dalam  tri  dharma

perguruan tinggi dengan pihak ketiga;

7.  memiliki  utang  dan  piutang  jangka

pendek dan jangka panjang; dan

8.  sistem  pencatatan  dan  pelaporan

keuangan.

b.  bidang sumber daya manusia yaitu jenis dan

besar gaji serta tunjangan yang melekat pada

gaji  yang  diberikan  di  atas  gaji  dan

tunjangan  melekat  yang  diterima  pegawai

negeri sipil.

c.  bidang sarana dan prasarana yaitu:

1.  pembelian dan tatacara pembelian sarana

dan prasarana;

2.  pencatatan sarana dan prasarana;

3.  penghapusan sarana dan prasarana,

dapat  dijalankan  apabila  satuan  pendidikan

tinggi  menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan

badan layanan umum.

(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan

satuan  pendidikan  tinggi,  dan  otonomi

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  dan  ayat  (2)  diatur  dalam  statuta

masing-masing  satuan  pendidikan  tinggi  yang

ditetapkan oleh Menteri.

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  otonomi

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (3)  yang  sesuai  dengan  karakteristik

pengelolaan  satuan  pendidikan  tinggi

ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  keuangan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(6)  Dalam  hal  satuan  pendidikan  tinggi  tidak

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan  umum  maka  otonomi  sebagaimana

tercantum  pada  ayat  (3)  diatur  dengan  pola

pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

Pasal 58G

(1)  Organ  dan  pengelolaan  satuan  pendidikan

tinggi  yang  diselenggarakan  oleh  masyarakat

menggunakan  tata  kelola  yang  ditetapkan  oleh

badan  hukum  nirlaba  yang  sah  berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Pengelolaan  satuan  pendidikan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan

berdasarkan prinsip sebagaimana diatur dalam

Pasal 49 ayat (2).

Pasal 58H

(1)  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kewenangan  masing-masing

menanggung  seluruh  biaya  investasi,  biaya

operasional,  beasiswa,  dan  bantuan  biaya

pendidikan  bagi  satuan  pendidikan  dasar  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah daerah.

(2)  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  kemampuan  dan  kewenangan  masing-

masing  menanggung  biaya  investasi,  biaya

operasional, beasiswa, dan/atau bantuan biaya

pendidikan  bagi  satuan  pendidikan  anak  usia

dini  jalur  formal  dan/atau  pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(3)  Pemerintah  sesuai  dengan  kemampuan

keuangan  negara menanggung  biaya  investasi,

biaya operasional, beasiswa, dan/atau bantuan

biaya pendidikan bagi satuan pendidikan  tinggi

yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(4)  Dana untuk  biaya  investasi,  biaya  operasional,

beasiswa,  dan/atau  bantuan  biaya  pendidikan

bagi  satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur

formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah atau pemerintah daerah disalurkan

kepada  kepala  sekolah/madrasah  dan  dikelola

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(5)  Dana untuk  biaya  investasi,  biaya  operasional,

beasiswa,  dan/atau  bantuan  biaya  pendidikan

bagi  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  disalurkan

kepada rektor, ketua, atau direktur dan dikelola

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Pasal 58I

Satuan  pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  dan  pemerintah  daerah  dapat

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

Pasal 58J

(1)  Akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan

satuan  pendidikan  wajib  diwujudkan  paling

sedikit dengan:

a.  menyelenggarakan  tata  kelola  satuan

pendidikan berdasarkan prinsip  tata kelola

satuan  pendidikan  sebagaimana  dimaksud

dalam Pasal 49 ayat (2);

b.  menyeimbangkan  jumlah  peserta  didik,

kapasitas  sarana  dan  prasarana,  pendidik,

tenaga  kependidikan  serta  sumber  daya

lainnya;

c.  menyelenggarakan  pendidikan  tidak  secara

komersial; dan

d.  menyusun  laporan  penyelenggaraan

pendidikan  dan  laporan  keuangan  tepat

waktu,  transparan,  dan  akuntabel  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  akuntabilitas

pengelolaan  dan  penyelenggaraan  satuan

pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

6.  Ketentuan  Pasal  60  diubah  sehingga  Pasal  60

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60

(1)  Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:

a.  pendidikan anak usia dini;

b.  pendidikan dasar;

c.  pendidikan menengah; dan

d.  pendidikan tinggi.

(2)  Penyelenggara satuan pendidikan terdiri atas:

a.  pemerintah daerah yang menyelenggarakan

satuan  pendidikan  anak  usia  dini  jalur

formal, pendidikan dasar dan menengah;

b.  Kementerian  yang  menyelenggarakan

urusan  pemerintahan  di  bidang  agama

menyelenggarakan satuan pendidikan anak

usia dini jalur formal, pendidikan dasar dan

menengah;

c.  Kementerian  yang  menyelenggarakan

satuan pendidikan tinggi; dan

d.  masyarakat yang menyelenggarakan satuan

pendidikan  anak  usia  dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  menengah,  dan/atau

tinggi,  melalui  badan  hukum  yang

berbentuk  antara  lain  yayasan,

perkumpulan, dan badan lain sejenis.

 

7.  Ketentuan  Pasal  170  diubah  sehingga  Pasal  170

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 170

(1)  Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan

pendidikan  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah,  berstatus

sebagai  pegawai  negeri  sipil  dan  non-pegawai

negeri  sipil  sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2)  Pendidik dan tenaga kependidikan non-pegawai

negeri  sipil  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  membuat  perjanjian  dengan  kepala

sekolah/madrasah  atau  rektor,  ketua,  atau

direktur.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  jenis  dan  isi

perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan Peraturan Menteri.

 

8.  Judul  BAB  XIII  diubah  sehingga  BAB  XIII  berbunyi

sebagai berikut:

BAB XIII

PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENUTUPAN SATUAN

PENDIDIKAN

 

9.  Ketentuan  Pasal  182  diubah  dan  di  antara  ayat  (9)

dan ayat  (10) disisipkan 1  (satu) ayat yakni ayat  (9a)

sehingga Pasal 182 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 182

(1)  Pendirian  program  atau  satuan  pendidikan

anak  usia  dini  formal,  pendidikan  dasar,

pendidikan  menengah,  dan  pendidikan  tinggi

wajib  memperoleh  izin  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  sesuai  dengan

kewenangannya.

(2)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  TK,  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  standar  pelayanan  minimum

sampai  dengan  Standar  Nasional  Pendidikan,

diberikan oleh bupati/walikota.

(3)  Izin  pengembangan  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan

menjadi  satuan  dan/atau  program  pendidikan

bertaraf internasional diberikan oleh Menteri.

(4)  Izin  pengembangan  SD,  SMP,  SMA,  dan  SMK,

yang  memenuhi  Standar  Nasional  Pendidikan

menjadi  satuan  dan/atau  program  pendidikan

berbasis  keunggulan  lokal,  diberikan  oleh

bupati/walikota.

(5)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1) untuk satuan pendidikan khusus pada

jenjang  pendidikan  dasar  dan  menengah

diberikan oleh gubernur.

(6)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  RA,  MI,  MTs,  MA,  MAK,  dan

pendidikan  keagamaan  dikeluarkan  oleh

Menteri Agama.

(7)  Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan

pendidikan  keagamaan  menjadi  satuan

dan/atau  program  pendidikan  bertaraf

internasional  atau  berbasis  keunggulan  lokal

dikeluarkan oleh Menteri Agama.

(8)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  universitas  dan  institut  yang

diselenggarakan oleh Pemerintah diberikan oleh

Presiden atas usul Menteri.

(9)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  sekolah  tinggi,  politeknik,  dan

akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah

diberikan  oleh  Menteri  setelah  mendapat

persetujuan  tertulis  dari  Menteri  yang

menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  di

bidang pendayagunaan aparatur Negara.

(9a)   Izin  pendirian  perguruan  tinggi  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  yang  diselenggarakan

oleh  masyarakat  diberikan  oleh  Menteri  atas

usul pengurus atau nama lain yang sejenis dari

badan  hukum  nirlaba  yang  sah  berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)  Izin  pendirian  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  satuan  pendidikan  Indonesia  di

luar negeri diberikan oleh Menteri.

(11)  Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  tata  cara

pemberian  izin  satuan  pendidikan  formal

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  sampai

dengan  ayat  (10)  diatur  dengan  Peraturan

Menteri.

 

10. Ketentuan  Pasal  184  diubah,  dan  ditambahkan

1  (satu)  ayat  yakni  ayat  (6)  sehingga  Pasal  184

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 184

(1)  Syarat-syarat  pendirian  satuan  pendidikan

formal  meliputi  isi  pendidikan,  jumlah  dan

kualifikasi  pendidik  dan  tenaga  kependidikan,

sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan

pendidikan,  sistem  evaluasi  dan  sertifikasi,

serta manajemen dan proses pendidikan.

(2)  Syarat-syarat  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  berpedoman  pada  ketentuan  dalam

Standar Nasional Pendidikan.

(3)  Selain  syarat-syarat  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  pendirian  satuan  pendidikan

harus melampirkan:

a.  hasil  studi  kelayakan  tentang  prospek

pendirian satuan pendidikan formal dari segi

tata ruang, geografis, dan ekologis;

b.  hasil  studi  kelayakan  tentang  prospek

pendirian satuan pendidikan formal dari segi

prospek  pendaftar,  keuangan,  sosial,  dan

budaya;

c.  data  mengenai  perimbangan  antara  jumlah

satuan pendidikan formal dengan penduduk

usia sekolah di wilayah tersebut;

d.  data  mengenai  perkiraan  jarak  satuan

pendidikan  yang  diusulkan  di  antara  gugus

satuan pendidikan formal sejenis;

e.  data mengenai kapasitas daya  tampung dan

lingkup jangkauan satuan pendidikan formal

sejenis yang ada; dan

f.  data mengenai perkiraan pembiayaan untuk

kelangsungan  pendidikan  paling  sedikit

untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.

(4)  Satuan pendidikan  tinggi yang diselenggarakan

oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah

nonkementerian,  selain  harus  memenuhi

persyaratan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (2)  dan  ayat  (3)  harus  pula  memenuhi

persyaratan:

a.  memiliki  program-program  studi  yang

diselenggarakan  secara  khas  terkait  dengan

tugas dan  fungsi kementerian atau  lembaga

pemerintah  nonkementerian  yang

bersangkutan; dan

b.  adanya  undang-undang  sektor  terkait  yang

menyatakan  perlu  diadakannya  pendidikan

yang  diselenggarakan  secara  khas  terkait

dengan  tugas  dan  fungsi  kementerian  atau

lembaga  pemerintah  nonkementerian  yang

bersangkutan.

(5)  Kewenangan  membuka,  mengubah,  dan

menutup program studi sebagaimana dimaksud

dalam  Pasal  58F  ayat  (2)  huruf  (b)  butir  (1.b)

diberikan  secara  bertahap  kepada  perguruan

tinggi.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pentahapan

pemberian  kewenangan  untuk  membuka  dan

menutup program studi sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

11. Di antara Pasal 184 dan Pasal 185 disisipkan 2 (dua)

pasal  baru  yakni  Pasal  184A  dan  Pasal  184B  yang

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 184A

(1)  Perubahan  perguruan  tinggi  dapat  dilakukan

melalui:

a.  perubahan  nama  dan/atau  bentuk  dari

nama  dan/atau  bentuk  perguruan  tinggi

tertentu  menjadi  nama  dan/atau  bentuk

perguruan tinggi yang lain;

b.  penggabungan 2  (dua) atau  lebih perguruan

tinggi  menjadi  1  (satu)  perguruan  tinggi

baru;

c.  1  (satu)  atau  lebih  perguruan  tinggi

bergabung ke perguruan tinggi lain;

d.  pemecahan  dari  1  (satu)  bentuk  perguruan

tinggi  menjadi  2  (dua)  atau  lebih  bentuk

perguruan tinggi yang lain.

(2)  Perubahan  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  untuk  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  dilakukan

setelah  mendapat  pertimbangan  dari  Menteri

yang  menyelenggarakan  urusan  pemerintahan

di bidang pendayagunaan aparatur negara.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  perubahan

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 184B

(1)  Penutupan  universitas  dan  institut  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  ditetapkan

oleh Presiden atas usul Menteri.

(2)  Penutupan  sekolah  tinggi,  politeknik,  dan

akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah

ditetapkan oleh Menteri.

(3)  Penutupan  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  masyarakat  dilakukan

oleh  badan  hukum  penyelenggara  pendidikan

setelah ijin dicabut oleh Menteri.

(4)  Penutupan  perguruan  tinggi  atau  pencabutan

ijin  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),

ayat  (2),  dan  ayat  (3)  dilakukan  apabila

perguruan  tinggi  yang  bersangkutan  tidak  lagi

memenuhi  syarat  pendirian  atau  proses

penyelenggaraan  perguruan  tinggi  tidak  sesuai

dengan  ketentuan  peraturan  perundang-

undangan.

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penutupan

perguruan  tinggi  atau  pencabutan  ijin

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur

dengan Peraturan Menteri.

 

12. Pasal  207  diubah  sehingga  Pasal  207  berbunyi

sebagai berikut:

Pasal 207

(1)  Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai

dengan  kewenangannya  dapat  memberikan

sanksi  administratif  berupa  peringatan,

penundaan  atau  pembatalan  pemberian

sumber  daya  pendidikan  kepada  satuan

pendidikan,  penutupan  satuan  pendidikan

dan/atau  program  pendidikan  yang

melaksanakan  pendidikan  yang  tidak  sesuai

dengan  ketentuan  sebagaimana  dimaksud

dalam  Pasal  51,  Pasal  53,  Pasal  53B  ayat  (1),

Pasal  54,  Pasal  55,  Pasal  57,  Pasal  58,  Pasal

58J ayat (1), Pasal 69 ayat (4), Pasal 71 ayat (2)

dan ayat  (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat  (6), Pasal

95, Pasal 122 ayat (1), Pasal 131 ayat (5), Pasal

162 ayat (2), Pasal 184, dan Pasal 184A.

(2)  Pengenaan  sanksi  administratif  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  meniadakan

pengenaan sanksi lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  tata  cara

pemberian  sanksi  administratif  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

 

13. Di  antara  Pasal  220  dan  Pasal  221  disisipkan

6  (enam)  pasal  yakni  Pasal  220A,  Pasal  220B,

Pasal 220C, Pasal 220D, Pasal 220E, dan Pasal 220F

yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 220A

(1)  Pengelolaan  pendidikan  yang  dilakukan  oleh

Universitas  Indonesia,  Universitas  Gadjah

Mada,  Institut  Teknologi  Bandung,  Institut

Pertanian  Bogor,  Universitas  Sumatera  Utara,

Universitas  Pendidikan  Indonesia,  dan

Universitas  Airlangga masih  tetap  berlangsung

sampai  dilakukan  penyesuaian  pengelolaannya

berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

(2)  Penyesuaian  pengelolaan  sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3

(tiga)  tahun  sebagai  masa  transisi  sejak

Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

(3)  Pengalihan  status  kepegawaian  dosen  dan

tenaga  kependidikan  pada  Universitas

Indonesia,  Universitas  Gadjah  Mada,  Institut

Teknologi  Bandung,  Institut  Pertanian  Bogor,

Universitas  Sumatera  Utara,  Universitas

Pendidikan  Indonesia,  dan  Universitas

Airlangga  yang  sebelumnya  berstatus  sebagai

pegawai  Perguruan  Tinggi Badan Hukum Milik

Negara diatur berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4)  Universitas  Indonesia,  Universitas  Gadjah

Mada,  Institut  Teknologi  Bandung,  Institut

Pertanian  Bogor,  Universitas  Sumatera  Utara,

Universitas  Pendidikan  Indonesia,  dan

Universitas  Airlangga  ditetapkan  sebagai

perguruan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

pemerintah.

(5)  Penetapan  lebih  lanjut  masing-masing

perguruan  tinggi  sebagaimana  dimaksud  pada

ayat  (1)  sebagai  perguruan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  ditetapkan

dengan Peraturan Presiden.

Pasal 220B

(1)  Pengelolaan  keuangan  Universitas  Indonesia,

Universitas  Gadjah  Mada,  Institut  Teknologi

Bandung,  Institut  Pertanian  Bogor,  Universitas

Sumatera  Utara,  Universitas  Pendidikan

Indonesia,  dan  Universitas  Airlangga,

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

(2)  Penetapan  penerapan  pola  pengelolaan

keuangan  badan  layanan  umum  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  ditetapkan  dalam

peraturan  pemerintah  mengenai  pengelolaan

keuangan badan layanan umum.

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  keuangan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselesaikan  paling

lambat 31 Desember 2012.

Pasal 220C

(1)  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik  Negara

yang  telah  memperoleh  pemisahan  kekayaan

negara  yang  ditempatkan  sebagai  kekayaan

awal  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik

Negara dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

tahun  wajib  menyelesaikan  pengalihan

kekayaan negara kepada Menteri.

(2)  Para  pihak  pada  perjanjian  yang  telah  dibuat

oleh  Perguruan  Tinggi  Badan  Hukum  Milik

Negara  dengan  pihak  lain  wajib  disesuaikan

dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

ini.

Pasal 220D

(1)  Satuan pendidikan anak usia dini  jalur  formal,

pendidikan  dasar,  dan/atau  pendidikan

menengah  yang  diselenggarakan  oleh

Pemerintah  atau  pemerintah  daerah  tetap

mengelola satuan pendidikan sampai dilakukan

penyesuaian  tata  kelola  paling  lama  4  (empat)

tahun  sejak  Peraturan  Pemerintah  ini

diundangkan.

(2)  Satuan pendidikan  tinggi yang diselenggarakan

oleh  Pemerintah  tetap  mengelola  satuan

pendidikan sampai dilakukan penyesuaian  tata

kelola  paling  lama  3  (tiga)  tahun  sejak

Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  satuan  pendidikan

anak  usia  dini  jalur  formal,  pendidikan  dasar,

dan/atau  pendidikan  menengah  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  atau

pemerintah  daerah  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  dilakukan  oleh  Menteri  Agama

atau Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan

kewenangannya.

(4)  Penyesuaian  tata  kelola  satuan  pendidikan

tinggi  yang  diselenggarakan  oleh  Pemerintah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

oleh Menteri.

 

(5)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyesuaian

tata  kelola  satuan  pendidikan  anak  usia  dini

jalur  formal,  pendidikan  dasar,  dan/atau

pendidikan  menengah  yang  diselenggarakan

oleh  Pemerintah  atau  pemerintah  daerah

sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  diatur

dengan  Peraturan  Menteri  Agama  atau

Peraturan  Gubernur/Bupati/Walikota  sesuai

dengan kewenangannya.

(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyesuaian

tata  kelola  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan  oleh  Pemerintah  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (4)  diatur  dengan

Peraturan Menteri.

Pasal 220E

Yayasan,  perkumpulan,  dan  badan  lain  sejenis  yang

telah  berstatus  badan  hukum,  tetap

menyelenggarakan  satuan  pendidikan  sepanjang

tidak  bertentangan  dengan  ketentuan  peraturan

perundang-undangan  yang  mengatur  mengenai

badan hukum nirlaba.

Pasal 220F

(1)  Pengelolaan  pendidikan  yang  dilakukan  oleh

Universitas  Pertahanan  yang  sebelumnya

adalah  Badan  Hukum  Pendidikan  Pemerintah

Universitas Pertahanan dinyatakan masih tetap

berlangsung  sejak  tanggal  31  Maret  2010

sampai  Universitas  Pertahanan  menyesuaikan

tata  kelola  berdasarkan  Peraturan  Pemerintah

ini.

(2)  Penyesuaian tata kelola sebagaimana dimaksud

pada  ayat  (1)  dilakukan  paling  lama  3  (tiga)

tahun  sejak  Peraturan  Pemerintah  ini

diundangkan.

(3)  Universitas  Pertahanan  ditetapkan  sebagai

perguruan  tinggi  yang  diselenggarakan  oleh

pemerintah.

(4)  Penetapan  lebih  lanjut  Universitas  Pertahanan

sebagai  satuan  pendidikan  tinggi  yang

diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan

Peraturan Presiden.

 

Pasal 220G

(1)  Pengelolaan  keuangan  Universitas  Pertahanan

menerapkan  pola  pengelolaan  keuangan  badan

layanan umum.

(2)  Penetapan penerapan pola pengelolaan keuangan

badan  layanan  umum  sebagaimana  dimaksud

pada  ayat  (1)  ditetapkan  dalam  Peraturan

Pemerintah  mengenai  Pengelolaan  Keuangan

Badan Layanan Umum

(3)  Penyesuaian  tata  kelola  keuangan  sebagaimana

dimaksud  pada  ayat  (1)  diselesaikan  paling

lambat 31 Desember 2012.

 

Pasal 220H

Pada  saat  Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku,

tata kelola perguruan tinggi yang diatur dalam:

a.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  152  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Universitas  Indonesia  sebagai

Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 270);

b.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  153  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Universitas  Gadjah  Mada

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000  Nomor

271);

c.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  154  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Institut  Pertanian  Bogor

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000

Nomor 272);

d.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  155  Tahun  2000

tentang  Penetapan  Institut  Teknologi  Bandung

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2000

Nomor 273);

e.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  56  Tahun  2003

tentang  Penetapan  Universitas  Sumatera  Utara

sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran

Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2003

Nomor 125);

f.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  6  Tahun  2004

tentang  Penetapan  Universitas  Pendidikan

Indonesia  sebagai  Badan  Hukum  Milik  Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 13);

g.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  30  Tahun  2006

tentang  Penetapan  Universitas  Airlangga  sebagai

Badan  Hukum  Milik  Negara  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6); dan

h.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  38  Tahun  2010

tentang  Badan  Hukum  Pendidikan  Pemerintah

Universitas  Pertahanan  (Lembaran  Negara

Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 48);

masih  tetap  berlaku  sepanjang  dimaknai  sebagai

fungsi  penyelenggara  pendidikan  tinggi  yang  tidak

bertentangan  dengan  Peraturan  Pemerintah  ini  dan

peraturan  perundang-undangan  sesudah  masa

transisi.

 

Pasal 220I

Tata kelola perguruan tinggi yang dinyatakan masih tetap

berlaku  sebagaimana  dimaksud  dalam  pasal  220H

adalah tidak termasuk tata kelola keuangan.

 

 

Pasal II

 

Peraturan  Pemerintah  ini  mulai  berlaku  pada  tanggal

diundangkan.

 

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan

pengundangan  Peraturan  Pemerintah  ini  dengan

penempatannya  dalam  Lembaran  Negara  Republik

Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta,

pada tanggal 28 September 2010

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

 

 

 

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta,

pada tanggal 28 September 2010

 

MENTERI  HUKUM  DAN  HAK  ASASI  MANUSIA

REPUBLIK  INDONESIA,

 

 

 

 

PATRIALIS AKBAR

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2010 NOMOR 112

 

 

 

 

www.djpp.depkumham.go.id

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 Berkawan untuk MelawanTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.