Translate

Kronologis Tindakan Intimidasi dan Provokasi PDAP terhadap Petani Penggarap Pangalengan

Jumat, 21/10/11

-          14:45 segerembolan orang berseragam sekitar 50 orang yang terdiri dari 2 orang dari kepolisisan sektor Pangalengan (salah satunya adalah Wawan), sejumlah jajaran direksi, 2 orang preman, pimpinan LPMRI (Intan) dan beberapa anggotanya, serta beberapa tentara berseragam lengkap dari koramil Pangalengan dan pejabat kecamatan. Kedatangan mereka bermaksud untuk mendampingi Asep Sunarya (Direksi PDAP) beserta jajarannya, agar Sutarman menandatangani sejumlah titik lokasi lahan di Sampalan untuk diserahkan pada PDAP. Meski dalam desakan mental (seisi rumah penuh dengan orang berseragam), Sutarman sempat membantah bahwa beberapa titik lokasi yang dimaksud bukanlah lahan garapannya. Maka dicoretlah dalam surat dan yang tersisa kemudian ditandatangani dengan terpaksa hanya seluas 50 tumbak dalam surat penyerahan lahan tersebut.

Menurut keterangan tetangga Sutarman, ternyata segerombolan orang tersebut tidak hanya memasuki rumah Sutarman, melainkan juga mengepung dan menutup beberapa titik keluar masuk jalan menuju rumah Sutarman. Mereka berseragam militer.

Persoalannya adalah, mereka menyebut-nyebut soal hasil putusan sidang yang menyatakan kemengan PDAP pada sidang tipiring di Pengadilan Bale Bandung pada Senin, 3 Oktober 2011 dengan majelis hakim Hanry Hengky Suatan. Padahal dalam putusan sidang tersebut tidak disebut-sebut soal keharusan tiga pimpinan yang dikriminalisasi oleh PDAP (Sutarman, Sumpena dengan Agit) apalagi petani penggarap yang berjumlah 1500 lebih untuk menyerahkan lahan garapan di Sampalan pada PDAP. Putusan sidang lebih mengarah pada masa uji selama tiga bulan agar tidak melakukan hal serupa, dan jika tidak dipatuhi akan mengalami kurungan badan selama 1 bulan. Bahkan ketika penyidik bertanya soal keputusan soal lahan pun, hakim kembali menyerahkan penyelesaian sengketa pada pihak-pihak yang bersangkutan. Namun sayang, putusan sidang dipelintir. Dan jelas-jelas aparat keamanan, terutama petugas kepolisian sektor pangalengan melakukan pengarahan agar Sutarman menandatangani surat penyerahan lahan tersebut. Tidak hanya memediasi sengketa yang terjadi. Dan kemudian tandatangan Sutarman disalahgunakan untuk memprovokasi petani penggarap lainnya agar menyerahkan lahan garapan mereka dengan alasan bahwa Sutarman telah bekerjasama dengan PDAP. Selain intimidasi mental, tindakan ini adalah bentuk pemitnahan PDAP terhadap Sutarman.

Senin, 24/10/11

-          14:00 datang tiga mobil kijang ke lokasi perumahan. Mobil tersebut berisi dari polsek, preman LPMRI, PDAP. Mereka mendatangi rumah Sumpena untuk meminta tandatangan pernyataan penyerahan lahan 50 tumbak (700m2) miliknya. Sumpena tidak ada di tempat. Mereka pergi lagi dan menyampaikan bahwa jam 8 besok mereka akan datang lagi.

-          16:00; mereka datang lagi dengan massa lebih banyak; 8 kijang, 3 mobil keri jurusan Pintuan. Polsek dan Polres, Koramil, LPMRI, PDAP, calon penggarap PDAP dan preman lainnya. Mereka akan melakukan pematokan lahan.

-          16:10; hujan turun. Mereka berteduh di kantor PDAP sambil briefing program pematokan.

-          16:50; PDAP mulai melakukan pematokan. Dimulai dari lahan sebelah kanan kantor PDAP terus merambat kesampingnya, sampai kira-kira 30 lahan dipatok. Petani penggarap mulai berdatangan dari segala arah sekitar 100 orang untuk menghadang dan menghentikan pematokan.

-          17:10 terjadi bentrokan, pengejaran terjadi antara petani pengggarap dengan pematok sampai terdesak masuk kedalam kantor PDAP.

-          17:45; masyarakat petani penggarap terus berdatangan dari berbagai kampung, saat itu mencapai 500 orang. Semua mengepung kantor PDAP. Massa petani penggarap terus meminta semua orang di dalam kantor PDAP untuk keluar. Adu pisik terjadi ketika preman-preman bayaran PDAP keluar. Akhirnya para preman pun melarikan diri dan dibiarkan.

-          19:00; massa makin memanas karena selain preman tak ada lagi yang keluar dari kantor PDAP.  Karena emosi massa sudah pada puncak kekesalannya, mulailah terjadi pelemparan.

-          19:15; datang Danramil dan Kapolsek mencoba menengahi dan memberikan solusi dengan mengundang perwakilan petani penggarap untuk berdialog dengan PDAP di kantor Polsek Pangalengan. Namun massa menolak dan mengusulkan pertemuan di lapang SKIP dengan disaksikan seluruh massa petani penggarap lahan Sampalan. Kini PDAP yang menolak. Karena tidak mencapai kesepakatan, emosi massa pun kian tersulut dan tidak mau mundur.

-          20:20; massa masih bertahan. Menunggu orang-orang PDAP yang melakukan pematokan untuk keluar dari kantor PDAP. Namun tak kunjung keluar. Negosiasi dengan Danramil dan Kapolsek pun menemui jalan buntu.

-          20:30; satu panser Dalmas Polres (50 orang) datang ke lokasi. Mengeluarkan orang-orang di dalam kantor PDAP dan menenangkan massa yang emosi karena lahannya dipatok secara sepihak oleh PDAP.

-          20:40; orang-orang PDAP yang melakukan pematokan secara sepihak tersebut keluar dari kantor PDAP dengan pengawalan ketat oleh petugas polisi sektor Pangalengan, Koramil, dan satu panser Dalmas Polres. Dan massa pun mulai membubarkan diri.

-          21:00; tiga intel Polsek tertinggal di perumahan Babakan (depan kantor PDAP). Mereka menanyakan keberadaan Sutarman.

-          22:30; tiga intel tersebut mendatangi rumah Sutarman. Dan mereka tak menemukan siapa pun. Rumah sudah sepi dan Sutarman pun diamankan oleh massa petani penggarap Sampalan.

Selasa, 25/10/11

-          11:00; LPMRI menyebarkan isu bahwa akan ada penangkapan terhadap 20 orang petani penggarap karena kejadian minggu malam tersebut.

 

Pangalengan, 25 Oktober 2011

FPR tuntut keadilan kepada pemerintah

Senin, 24 Oktober 2011 14:13 WIB | Dibaca 23 kali


FPR tuntut keadilan kepada pemerintah


Bandung-Sekelompok orang yang tergabung dalam FPR(front perjuangan rakyat),tadi pagi (10-24-2011)mendatangi gedung sate bandung.Dalam kegiatan nya,mereka menuntut keadilan kepada pemerintah,atas tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh segerombolan muspika pangalengan,preman dan jajaran direksi PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari jumat kemarin, tanggal 21 oktober 2011.

Dalam orasi nya FPR meminta sebuah keadilan serta menindak pelaku pemaksaan atas sengketa lahan yang dilakukan oleh PDAP yang terjadi kemarin di pangalengan ,Ketua FPR(front pembela rakyat) yaitu Andi Nurroni mengatakan bahwa banyak sekali pelanggran yang dilakukan oleh PDAP sehingga kami meminta keadilan kepada pemerintah khusus nya,untuk mengatasi hal ini.banyak kesalahan dari PDAP diantara lain yaitu melakukan jual beli lahan seluas 1Ha pada warga cieurih dengan tameng penebusan sertifikat tanah yang berkerja sama dengan pihak desa marga mekar,melakukan praktek penyewaan lahan,praktek penebangan pohon yang terungkap jelas oleh BPK atas pemeriksaan buku PSAP tahun 2003-2005 dimana ditemukan telah terjadi praktek KKN yang dilakukan jajaran direksi PDAP.
Di sisi lain Andi Nurroni juga menjelaskan bahwa kesalahan yang sangat fatal dan tidak bisa kami terima adalah merugikan keuangan daerah sebesar rp 2.932.656.250,- serta penyimpangan pemberian bonus penjualan asset eks PTG yang tidak didukung dengan dasar hukum yang sah.dan yang akhir akhir ini baru ini terjadi adalah penyimpangan pada perkerjaan renovasi bangunan pabrik the hitam yang tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
Oleh karena itu kelompok yang mengatasnamakan  FPR(front perjuangan rakyat) mengutuk segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan oleh PDAP dengan sebuah “dekingan” dari polisi,muspika dan preman terhadap petani penggarap lahan sampalan pangalengan.merekaberharap dengan keadilan serta ketegasan pemerintah terhadap hal ini yang jelas jelas sudah merugikan dan membuat warga kecil kehilangan hak nya yang dikuasai oleh penguasa.Yogi-ro-pjtv2011

dari tautan http://www.pjtv.co.id/berita/detail/global/1348/fpr-tuntut-keadilan-kepada-pemerintah.html#komentar

free counters

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.


KASUS POSISI:

Sekitar pukul 14:45 waktu setempat pada hari jumat, 21 Oktober 2011, rumah kediaman Sutarman (pimpinan AGRA AC Pangalengan) disantroni sekitar 50 orang berperangai tak menyenangkan. Mereka adalah jajaran direksi PDAP, Koramil, pejabat Kecamatan Pangalengan, LPMRI (Lembaga Pemantau Masyarakat Republik Indonesia), beberapa preman dan petugas kepolisian sector Pangalengan.

Maksud dari kedatangan mereka untuk meminta tanda tangan penyerahan lahan garapan Sutarman seluas 50 tumbak yang terletak di lahan Sampalan (lahan terlantar PDAP yang telah diokupasi warga sejak 2004). Ini adalah bentuk intimidasi. Penekanan mental dan mengarah pada pemaksaan. Padahal hasil putusan pengadilan tipiring dengan majelis hakim Hanry Hengky Suatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Senin, 3 Oktober 2011, tidak menyebutkan soal keharusan penyerahan lahan pada PDAP.

Tindakan-tindakan intimidasi terhadap petani penggarap lahan Sampalan yang dilakukan oleh PDAP yang “didekeng” oleh Muspika Pangalengan dan preman setempat tak hanya kali ini saja. Selain itu para petani penggarap Sampalan disebut-sebut telah merugikan Negara  sebesar Rp. 2.100 milyar (keterangan Direktur PDAP pada wartawan), Padahal tidak seperti yang telah dilakukan PDAP sebelum okupasi terjadi (lahan diterlantarkan dan merusak lingkungan).

Dan soal kerugian bagi Negara, menurut keterangan, PDAP telah melakukan jual beli lahan seluas 1 Ha pada warga cieurih dengan tameng penebusan sertifikat tanah yang bekerja sama dengan pihak Desa Marga Mekar.Juga melakukan praktek penyewaan lahan (pada H Ayi, H Amas, Wargi Mandiri, Tresna Mekar, H Atan, H Aep, H Dadang, Mang Ruhyat, Ade Ustad, Paguyuban, dll) dengan biaya sewa Rp. 5.000,- s/d Rp. 6.000,- per tumbak per tahun (1 tumbak = 16 Meter2 / 14 Are / 0,0016 Ha), Praktek penebangan pohon,dan yang terungkap secara jelas oleh BPK atas pemeriksaan tahun buku PDAP 2003-2005 ditemukan praktek KKN oleh jajaran direksi PDAP seperti: Penyimpangan Penjualan Tanah dan Bangunan Eks Pabrik Tenun Garut (PTG) Jl. Guntur No. 9 Garut Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp7.568.626.000,-. Penyimpangan Pemberian Kompensasi Bagi Penghuni Rumah Dinas dan Penggarap Lahan di Komplek Eks PTG Yang Tidak Didukung dengan Dasar Hukum Yang Sah, Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp2.932.656.250,-. Penyimpangan Pemberian Bonus Penjualan Aset Eks PTG Yang Tidak Didukung dengan Dasar Hukum Yang Sah Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp587.821.341,-. Penyimpangan Kegiatan Penambangan Mangan yang Tidak Mengikuti Ketentuan Yang Berlaku Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp825.520.465,-. Penyimpangan Pada Pekerjaan Renovasi Bangunan Pabrik Teh Hitam yang Tidak Mengikuti Ketentuan yang Berlaku, Sehingga Merugikan Keuangan Perusahaan/Daerah Sebesar Rp428.057.839,63. Kenyataan ini tidak sejalan dari tujuan penggabungan 4 perusahaan daerah oleh Pemprop pada tahun 1999, yakni untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat sekitar dan meningkatkan PAD Pemprop Jabar.

Dari pemaparan di atas, jelas lah bahwa PDAP telah gagal menyejahtrakan masyarakat sekitar bahkan merugikan pemerintah hingga ratusan milyar. Sementara petani penggarap sedang menjalankan landreform dan amanah UUPA th 60.

Maka dengan ini, kami mengutuk segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan PDAP dengan “dekengan” Polisi, Muspika dan preman terhadap petani penggarap lahan Sampalan Pangalengan. Laksanakan reforma Agraria, cabut SHPL Kerta Sari Mamin, dan berikan petani penggarap Sampalan Pangalengan Hak Garap. Serta tindak tegas kepolisian sektor pangalengan atas segala bentuk penyalahgunaan  kewenangan seagai aparat kemanan setempat.

Bandung, 22 Oktober 2010

 

SARAN TINDAKAN:

Harap mengirim surat kepada instansi yang berwenang Komnas HAM, Ombudsman, Polda Jabar, Plres Bandung, Polsek Pangalengan, menyatakan keprihatinan anda yang mendalam mengenai tindakan pendesakan penandatanganan penyerahan lahan terhadap Sutarman. Para pihak yang berwenang harus menggunakan segala cara yang diperlukan untuk memastikan bahwa penyidikan dilaksanakan dengan seksama untuk menjamin agar para pelaku dihukum dengan hukuman yang sesuai. Harap desak mereka untuk menyidik kasus ini tanpa adanya penundaan. Korban harus mendapatkan kompensasi yang sesuai pasca persidangan.

Contoh surat: di bawah ini

 

kop surat


_____________________________


No      : Istimewa

Hal      : Pengaduan

Lamp. : 1 berkas kronologis

 

Kepada Yth._____________,

di tempat

Pimpinan AGRA AC Pangalengan, didesak segerombolan MUSPIKA Pangalengan, preman, dan direksi jajaran PDAP yang dipimpin oleh petugas kepolisian sektor Pangalengan, untuk menandatangani surat kesepakatan penyerahan lahan kepada PDAP pada hari Jumat, 21 Oktober 2011.

Nama korban: Sutarman, Pimpinan ABGRA AC Pangalengan.

Nama yang diduga sebagai pelaku:  Wawan dan petugas kepolisian lain yang tidak teridentifikasi yang bertugas di Kepolisian Sektor Pangalengan.

Tanggal kejadian:  21 Oktober 2011

Tempat kejadian perkara:  Di dalam rumah Sutarman. Kp. Loskulalet, Ds. Marga Mekar, Kec Pangalengan, Kab. Bandung, Idonesia

Kami menulis surat ini untuk menyatakan keprihatinan kami yang mendalam mengenai tindakan kepolisian yang memimpin segerombolan orang dan jajaran PDAP untuk meakukan desakan pada Sutarman untuk menandatangani kesepakatan peyerahan lahan.

Dengan kedatangan segerombolan orang (sekitar 50 orang) dari pihak-pihak yang tidak bersangkutan dengan persoalan sengketa lahan Sampalan PDAP dengan Petani Penggarap Pangalengan seperti pihak Koramil, Kecamatan dan bahkan Ormas LPMRI dan beberapa orang prmean, adalah bentuk penekanan mental (intimidasi) agar Sutarman memberikan tanda tangannya.

Padahal, persoalan sengketa lahan Sampalan—pada hasil putusan pengadilan tipiring dengan majelis hakim Hanry Hengky Suatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Senin, 3 Oktober 2011, tidak menyebutkan soal keharusan penyerahan lahan pada PDAP. Apalagi pembenaran tindakan penggerebekan segerombolan orang ersebut yang dipimpin langsung oleh kepolisian sektor Pangalengan. Vonis yang ada hanya menetapkan agar Sutarman, Agit, dan Sumpena tidak melakukan hal yang sama selama masa uji 3 bulan.

Informasi di atas membuat kami bertanya-tanya apakah pihak yang berwenang di Indonesia menganggap bahwa kepolisian sektor berhak melakukan tindakan penekanan terhadap salah satu pihak yang bersengketa (Sutarman) dalam masa tengang vonis putusan sidang dengan tanpa alsan yang sah dan tanpa surat perintah dari pengadilan dan kemudian memimpin segerombolan orang dan mendamping pihak lainnya (PDAP) untuk mendapatkan tandatangan kesepakantan penyerahan lahan kepada PDAP merupakan tindakan yang umum dilakukan?

Apabila Indonesia bersungguh-sungguh ingin mengakhiri budaya impunitas, hal ini akan mendorong diterapkannya standar peradilan yang adil dalam seluruh tingkat penyidikan, pengadilan dan pasca persidangan. Dalam kasus Sutarman, ia didesak secara mental untuk memberikan tandatangan penyerahan lahan seluas 50 tumbak hasil okupasi tahun 2004 (kronologis terlampir). Oleh karena itu, ia merupakan korban dari penyalahgunaan kewenangan kepolisian sektor Pangalengan yang tidak sah dan kami mendesak pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak atas kompensasi. Merupakan suatu kewajiban bagi lembaga penegakan HAM di Indonesia dan lembaga pemantau kinerja kepolisian untuk menyidik orang-orang yang bertanggung jawab atas tindakan intimidasi yang dilakukan terhadap Sutarman.

Berdasarkan hal-hal di atas, kami mendesak anda untuk melakukan tindakan hukum dan sanksi disipliner dalam persoalan sengketa lahan antara ribuan petani pengarap Sampalan Pangalengan dengan PDAP ini tanpa adanya penundaan. Para pihak yang diduga sebagai pelaku harus dihentikan sementara dari jabatannya atau dipindahtugaskan  apabila dinilai dapat mengganggu jalannya penyelesaian sengketa lahan dan pelaksanaan reforma agraria di Pangalengan. Kami meminta agar korban mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan putusan sidang. Kami memohon lebih lanjut agar anda menggunakan seluruh usaha untuk menghentikan upaya intimidasi, penggerebekan, apalagi jka sampai terjadi penangkapan ilegal dan penyiksaan oleh polisi sehingga para pelaku sama sekali tidak dapat menikmati impunitas.

Kami mengharapkan tanggapan yang sesuai dan efektif dari Anda mengenai hal ini.

Bandung, 22 Oktober 2011














Hormat kami,



pimpinan lembaga




-----------------



 

[caption id="attachment_378" align="alignleft" width="200" caption="polisi harusnya melindung rakyat bukan pengusaha"]hentikan intimidasi oknum polisi terhadap petani[/caption]

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 Berkawan untuk MelawanTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.