Translate

Kronologis Tindakan Perusakan, Penjarahan dan Pemukulan Terhadap Warga Korban Gempa Jabar 2009 di Lahan Walatra, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Mungkin rata-rata masyarakat di negeri ini beranggapan, bahwa persoalan penanganan terhadap warga korban gempa jabar 2009, khususnya di Pangalengan telah tuntas ditangani pemerintah. Namun, perlu diketahui, bahwa sampai saat ini (saat tulisan ini dibuat), warga korban gempa tersebut tak hentinya mendapat tekanan, ancaman, penghinaan, bahkan kekinian mendapatkan tindak perusakan dan pemukulan.

Ini semua terjadi, karena korban gempa jabar 2009 tersebut menduduki tanah PTPN VIII atas dasar pernyataan ketidaklayakan tempat huni asal—kp. Marga Kawit, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan—dari Dede Yusuf (Wagub Jabar), dengan tolok ukur tentang kelayakan kondisi lahan hunian yaitu: kemiringan tanah 450-600, pasak bumi yang telah habis, rawan longsor, dan permukaan tanah yang mudah bergetar (ketika kendaraan besar melintas).

Pernyataan ini kemudian diperkuat dengan surat rekomendasi DPRD Komisi A Kab. Bandung, tertanggal 16 November 2009 yang berisi bahwa: “sementara hingga ada tempat untuk relokasi resmi dari pemerintah daerah, warga korban gempa jabar 2009 direkomendasikan untuk menduduki lahan HGU PTPN VIII Malabar sebagai tempat huni, tanpa ada gangguan dari pihak mana pun”.

Surat rekomendasi dari DPRD Komisi A Kab Bandung tersebut, lebih mendapat penjelasan ketika dibuat surat kesepakatan antara Warga Walatra dan Pihak PTPN VIII bertanggal 16 Desember 2009 yang ditandatangani oleh Undang Kosasih (wakil adm). Isi dari kesepakatan tersebut di antaranya adalah: “bahwa pihak warga dan PTPN harus saling tidak melanggar batas yang telah disepakati (2 Ha untuk lahan hunian warga Walatra sampai ada relokasi resmi dari pemerintah), warga korban gempa tidak membuat rumah permanen di atas lahan Walatra, dll.

Meski warga korban gempa bumi jabar 2009, Walatra, memiliki kelegalan hukum dengan bukti-bukti dokumen di atas, namun mereka tetap saja mengalami tekanan, teror, penghinaan, ancaman, hingga perusakan, penjarahan dan pemukulan. Tercatat telah empat kali serangan fisik dari pihak PTPN VIII yang bermaksud mengusir warga Walatra.

Pertama: pada tanggal 16 Desember tahun 2009, tiga truk massa kebun beserta Undang Kosasih (wakil adm), Kamal, Fadli (waktu itu warga korban bencana gempa jabar 2009 masih tingal di bawah tenda-tenda pengungsian).

Kedua: pada bulan Februari 2011, 40 orang warga Marga Kawit yang dipimpin oleh Asep Osa (ketua RW saat itu), melakukan intimidasi terhadap warga Walatra agar warga segera pindah setelah mendapatkan dana rekonstruksi dari pemerintah. Perselisihan antar warga korban gempa yang masih tinggal di Marga Kawit dan yang telah pindah ke Walatra ini disebabkan oleh adanya pernyataan dari fasilitator penanganan gempa yang tinggal di mes Malabar yang bernama Bunda (panggilan sehari-hari) mengeluarkan pernyataan bahwa “dana rekonstruksi untuk warga korban gempa khususnya Desa Sukamanah, tidak akan dicairkan apabila warga yang menempati Walatra belum pindah”.

Ketiga: pada bulan Mei 2011, terjadi tindakan pelanggaran kesepakatan oleh pihak PTPN VIII terhadap warga Walatra, dengan melakukan penanaman teh di dalam batas kesepakatan lahan pemukiman Walatra. Sejumlah 200 orang pekerja PTPN VIII melakukan pencangkulan dan penanaman bibit teh. Tindakan tersebut dipimpin di lapangan oleh: Ade Bima (SPbun), Momo (Mandor Besar), Ayang (Mandor Besar), dan Ade Unen (Satpam Kebun), Jafar (Satpam Kebun), dan beberapa satpam lain juga beberapa mandor lainnya. Saat itu pula, hampir terjadi bentrok fisik atas kesemena-menaan pihak PTPN VIII, namun berhasil dilerai karena warga Walatra lebih memilih patuh pada instruksi polisi.

Keempat (ini tindakan kekinian yang terjadi pada hari Senin, 25 Juli 2011 dari pukul 06 pagi hingga catatan kronologis ini dibuat). Berikut pemaparan kejadiannya.

Pukul 06:00:    satu orang satpam kebun mendatangi lahan Walatra dan bertemu dengan warga Walatra. Kemudian satpam tersebut mempermasalahkan banyaknya tanaman teh (yang ditanam di dalam batas pemukiman Walatra pada bulan Mei 2011—baca: tindakan penyerangan ketiga) yang rusak dan hilang. Satpam berkata bahwa “seharusnya warga Walatra menjaga tanaman teh” tersebut. Sementara jawaban dari salah seorang warga Walatra adalah: “bahwa tempat tanaman teh tersebut berada di pinggir lapang bermain anak-anak, sehingga tanpa disengaja menginjak tanaman teh tersebut”. Selang kejadian itu, pada

Pukul 07:00:    datang kembali, kini 2 orang, dari pihak PTPN VIII dan menyatakan bahwa warga Walatra harus menanggung akibat hilang dan rusaknya tanaman teh tersebut. Dan tak lama kemudian berdatangan sejumlah massa dari pihak PTPN VIII ke lokasi pemukiman Walatra.

Pukul 09:00-10:00:      Banyaknya massa dari pihak perkebunan, tersebar di tiga titik: pos satpam PTPN VIII (di Bebendul pintu), di lokasi pemukiman, dan di sekitar rumah Surya. Jumlah massa dari pihak PTPN VIII tersebut berkisar sekitar 300 orang lebih (terdiri dari orang tua, pemuda, dan anak-anak). Rata-rata orang tua dan pemuda dari massa tersebut dalam keadaan mabuk dan membawa senjata tajam (golok, arit, bambu runcing, bambu berpaku), serta senjata tumpul (balok kayu). Mereka meneriakkan ancaman (akan membakar rumah bahkan orangnya), hinaan (bahwa warga Walatra tidak punya malu, tidak punya pendidikan, telah mencuri tanah milik PTPN VIII).

***


Pada waktu yang bersamaan, massa PTPN yang berada di sekitar rumah Surya, akan merusak rumah Surya. Karena secara Kebetulang Mang Patah hendak pergi berkebun untuk untuk menyebar benih cabai dan melewati kerumunan massa PTPN VIII, beliau akhirnya beradu mulut.

Tak lama setelah mang Patah beradu mulut dengan Massa PTPN VIII yang akan merusak rumah Surya, datang Asep dan Jajang Ngantuk membantu mang Patah. Tapi, kedatangan kedua orang tersebut langsung disambut desakan fisik dan pukulan. Karena merasa keselamatan jiwanya terancam dan melihat Asep dan Jajang Ngantuk sudah terkena beberapa pukulan, akhirnya secara terpaksa membela diri dengan cara melemparkan benih cabai yang hendak ia sebar di lahannya ke arah Massa dari pihak PTPN VIII.

Kedatangan pak Sofyan (Kanit Polsek Kecamatan Pangalengan), membuat tindakan pemukulan terhenti sejenak. Kemudian pak Sofyan mengajak pihak warga Walatra dan massa pihak PTPN VIII untuk berdialog di kantor Desa Sukamanah. Direkomendasikanlah 2 orang dari pihak warga Walatra, dan 2 orang dari pihak PTPN VIII.

Selang beberapa menit, dari usulan pak Sofyan tersebut, datanglah Surya dari kantor Polsek (menginformasikan kejadian di Walatra), dan Pa Momo dari kebun. Kemudian mereka berangkat menuju kantor desa Sukamanah diikuti massa PTPN VIII beserta 3 warga (Yana, Teten, dan Ade Jon).

***


Sekitar pukul 10:00, ketika pak Momo dan Surya berada di dalam kantor Desa Sukamanah, dialog dimulai dengan dihadiri oleh pihak polsek, koramil, dan perangkat desa, dan pihak Kebun (Undang Kosasih, Ade Unen, dan massa PTPN VIII berjejal di dalam dan halaman kantor desa). Dalam proses dialog, Undang Kosasih memaksa Pak Momo dan Surya untuk menandatangani surat perjanjian baru. Karena paksaan tersebut ditolak oleh dua perwakilan warga Walatra, massa PTPN VIII mendesak masuk ke dalam ruang kantor dengan maksud menyerang dua orang perwakilan warga Walatra sambil Meneriakan kata-kata ancaman (urang duruk!, Urang teuleumkeun ka Cileunca, Urang Culik dll). Sekitar pukul 11:05, Karena dipandang membahayakan keselamatan dua orang perwakilan warga Walatra, kemudian Wawan (intel polsek), membawa dua orang tersebut ke kantor polsek Pangalengan dengan maksud pengamanan dari amukan massa PTPN VIII.

Pada saat bersamaan, sesaat sebelum Pa Momo dan surya di amankan ke polsek, salah seorang orang warga (Teten) dipukuli oleh massa PTPN VIII yang berada di pekarangan kantor desa Sukamanah.

***


Sementara dua orang warga Walatra lainnya (Yana dan Ade Jon) yang terlebih dahulu meninggalkan pekarangan kantor desa untuk menginformasikan perkembangan kondisi pada warga yang berada di pemukiman Walatra. Baru berjarak sekitar 10 meter dari pekarangan kantor desa, tepatnya di perempatan jalan utama pintu Malabar - Jl. Kp Barusulan - Jl. Kp Marga Kawit, sekitar pukul 11:00, dua orang tersebut dihadang oleh sejumlah massa yang bertanya “sia anak na si Momo?” (kamu anaknya Pak Momo?), tanya orang yang menghadang pada Yana, “heu euh aing anak Pa Momo” (Ya, Saya anak Pak Momo) jawab Yana. Mendapat jawaban tersebut, masa yang menghadang tak lagi banyak bicara. Segera melakukan penyerangan terhadap dua orang warga walatra tersebut. Di antara sejumlah massa yang sedang melakukan pemukulan, terdengar teriakan “podaran euy” (Bunuh!) dan terlihat oleh Yana, ada yang membawa bambu berpaku yang hendak dihantamkan padanya. Untunglah ia dapat mengelak. Begitu pula yang dialami oleh Ade Jon, ia di pukuli tak hanya dengan tangan kosong, melainkan memakai bambu dan oleh banyak orang (keroyok).

Kemudian datanglah Asep beserta dua orang cucu pak Momo yang berumur di bawah lima tahun, mencoba membantu Yana dan Ade Jon dan meninggalkan dua bocah balita beserta motornya di tengah jalan karena kalap melihat adiknya sedang dipukuli (dikeroyok).

Tak lama setelah Asep turun tangan, dan akhirnya dikeroyok juga, datanglah beberapa polisi dan tentara untuk melerai pemukulan tersebut dengan memberikan satu tembakan peringatan. Tiga orang warga Walatra pun diseret untuk diamankan dan dibawa ke rumah salah satu korban.

***


Mendengar kabar bahwa Teten sedang di pukuli di kantor desa Sukamanah, sekitar pukul 11:05, sebagian warga Walatra menuju kantor desa Sukamanah untuk membantu Teten. Namun, ketika sebagian warga Walatra tersebut sampai di kantor desa, massa PTPN VIII malah telah menuju lokasi pemukiman untuk melakukan perusakan.

Perusakan rumah warga korban gempa jabar 2009 dimulai sekitar pukul 11:15. awalnya adalah rumah Ujang S yang dikomandoi dan diawali oleh Ayi Bedog, lalu kerumah Ayi, kemudian ke rumah Ndo, setelahnya ke rumah dan kandang domba pak Iye (saat massa PTPN VIII melakukan Perusakan terhadap rumahnya, istri pak Iye, berumur 47 tahun, mengalami pelecehan—pelemparan sampah pada bagian muka—,  diancam mau dibakar rumahnya, dihina dengan kata-kata “dasar tidak punya malu menempati tanah milik PTPN VIII, dasar tidak sekolah, dasar PKI) oleh salah satu massa PTPN VIII yang bernama Ayi Bedog. Setelah merusak rumah pak Iye, datanglah pihak Polisi dan menggiring massa PTPN VIII tersebut ke tempat paling luar lokasi pemukiman Walatra. Untuk istirahat dan turun minum. Massa PTPN VIII tersebut diberi beberapa dus Aqua gelas oleh satpam PTPN VIII yang dibantu supir Pintuan (angkutan umum Pangalengan). Ketika massa PTPN VIII yang telah merusak beberapa rumah tersebut sedang istirahat untuk turun minum, beberapa jumlah massa lainnya berdatangan dari arah pintu Malabar, entah berapa orang (menurut kesaksian, berjajar ke belakang seperti antrean semut menyusuri galengan (jalan setapak) di antara tanaman teh PTPN VIII).

Kedatangan massa PTPN VIII yang berdatangan serupa antrean semut tersebut, ternyata untuk bergabung bersama massa PTPN VIII yang sedang istirahat untuk turun minum tadi. Setelah mereka berkumpul. Sejumlah ratusan massa PTPN VIII tersebut terbagi bagi tiga tindakan: ada yang melanjutkan tindakan perusakan dengan tujuan perusakan terhadap rumah Surya, yang lainnya melakukan pencangkulan lapang tempat bermain anak-anak, sementara sebagian lagi melakukan pengawasan.

***


Posisi massa PTPN VIII yang sedang melakukan perusakan terhadap rumah Surya berjarak sekitar 20 meter dengan massa warga Walatra yang hanya berjumlah 20 orang laki-laki, dan sebagian besar ibu-ibu, anak-anak, serta Jompo yang sebenarnya sejak awal kejadian perusakan telah berkurang banyak dari jumlah penghuni yang sebenarnya karena telah diungsikan ke Marga Kawit akibat syok dan pingsan.

Atas tindakan brutal massa PTPN VIII yang sedang melakukan perusakan, penjarahan dan penganiayaan terhadap ternak (Sapi) milik Surya sejak sekitar pukul 12:30, sejumlah massa Walatra hanya duduk diam menyaksikan tindakan brutal tersebut agar tidak terprovokasi oleh Ayi Bedog yang tak henti-hentinya menghina, melecehkan, bahkan menantang untuk beradu fisik.

Sementara dua orang polisi yang ada saat itu dan berada dekat dengan massa PTPN VIII yang sedang melakukan perusakan tidak melakukan apa-apa, bahkan cenderung melakukan pembiaran. Dan beberapa tentara yang ada di lokasi, dan berada dekat dengan warga Walatra, melakukan hal yang sama dengan polisi, bahkan meminta pada warga Walatra untuk duduk manis menyaksikan perusakan yang sedang terjadi.

Pemandangan memilukan yang menimpa korban gempa jabar 2009 di tengah hamparan kebun teh yang luas ini berlangsung hingga pukul 14:30, ketika rumah surya telah lantak, beberapa sapinya berlarian dan ada yang dibacok, suara pecahan kaca telah ke sekian kalinya berserakan di telinga, bahkan talang utama telah di tarik hingga muka rumah roboh, baru pasukan Dalmas datang dan menghalau massa PTPN VIII yang telah lemas karena puas menguras dan meremas rumah Surya (salah satu Pimpinan warga Walatra, lulusan Geodesi Unpad Bandung) yang beberapa hari sebelumnya melayangkan surat keberatan atas penanaman tanaman teh pada bulan Mei lalu. Dan mengirim surat keberatan itu pada Pemerintah Provinsi dengan tembusan kepada pihak Desa Sukamanah, Muspika, dan PTPN VIII Malabar. Dan inilah jawaban dari PTPN VIII atas surat keberatan warga Walatra yang bertandatangan atas nama perwakilan warga (Surya).

Setelah massa PTPN VIII yang melakukan perusakan pergi meninggalkan lokasi pemukiman warga Walatra, diintruksikan lah oleh pak Wawan untuk mengamankan barang-barang milik Surya. Dari  puing-puing akibat perusakan tersebut kemudian diketahuilah bahwa terjadi pula penjarahan (isi kelontong dan perabot dapur), pencurian (uang kontan sejumlah Rp. 1.500.000,- dari dompet yang disimpan di dalam lemari dan Rp 80.000,- yang tersimpan di dalam kelontong) terhadap kepemilikan Surya. Pada waktu yang bersamaan pula, warga Walatra dikumpulkan oleh pak Wawan untuk membawa barang-barang berharga warga Walatra turun ke Marga Kawit. Dari saat itu hingga pukul 21:30, aktivitas pengungsian barang berharga terus berlangsung. Terhitung 12 rumah rusak parah, 2 kandang hewan ternak (kandang kambing dan sapi) rusak, dan 5 orang sebagai korban pemukulan dan pengeroyokan.

***


Pada jam 19:30, pihak koramil: pak Tatang (koramil), Tarman (Babinsa), serta Agus (camat Pangalengan) bertamu ke rumah pak Momo yang di dampingi 2 tentara lagi di luar rumah. Inti pembicaraan dari pihak koramil, meminta agar pihak warga Walatra memandang kejadian ini sebagai musibah dan upaya penyelesaiannya lewat jalan dialog dan kekeluargaan, dengan tidak menggunakan jalur hukum yang ribet dan berbelit, dan dari inti pembicaraan pak Camat lebih pada penyerahan kewenangan untuk menyelesaikan persoalan siang tadi pada birokrasi di atasnya (kabupaten dan propinsi), dan menyerahkan segala proses ajuannya pada pihak warga Walatra. Forum tersebut, lebih lama dalam hal pembicaraan yang tak tentu arah, hingga pukul 22:15.

Dari pukul 08:30 - 13.30, satu hari berikutnya (selasa, 26 Juli 2011), beberapa tentara beserta Camat, melakukan pendataan warga Walatra dengan dalih “pengecekan warga walatra karena ada isu bahwa penghuni Walatra adalah rata-rata orang luar Pangalengan”. Dari hasil pendataan tersebut, kemudian terbuktilah bahwa dugaan tersebut (yang telah menjadi kecemburuan sosial pekerja kebun) ternyata tidak tepat. Karena sesungguhnya, warga Walatra yang masih bertahan di lahan Walatra adalah korban gempa jabar tahun 2009 yang lalu, yang asal mula mereka adalah warga Marga Kawit. desa Sukamanah.

Disinyalir, dugaan ini (lebih tepat tuduhan dari entah): bahwa pernyataan yang menyatakan mayoritas warga Walatra adalah orang luar Pangalengan yang ingin mendapat tanah secara gratis dari PTPN VIII adalah upaya konkret pembelokan pemahaman warga sekitar Walatra. Agar kemudian tersebar wacana bahwa warga Walatra adalah pencuri tanah milik PTPN VIII dan bukan korban gempa jabar 2009. Ini jelas, suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum dan tidak BERPRIKEMANUSIAAN. Karena WARGA KORBAN GEMPA JABAR 2009 TELAH DIFITNAH, DIANCAM, DIINTIMIDASI, DIADUDOMBAKAN, DITEROR, DIPUKUL, DIJARAH, DICURI, dan rumah mereka yang tidak permanen pun DIRUSAK.

Bahkan tak selesai sampai di situ. Pada pukul 18:15, warga Walatra harus sport jantung kembali mendapat informasi bahwa warga kampung kebun Malabar dan warga kampung kebun Babakan Tanara telah berkerumun di tempatnya masing-masing dan diisukan akan melakukan penyerangan terhadap warga Walatra.

Dan setelah dikonfirmasi oleh pak Momo, tentang kebenaran informasi ini pada pak Wawan (intel polsek), dan secara kebetulan beliau sedang berada di kampung kebun Babakan Tanara, membenarkan bahwa warga kampung kebun Babakan Tanara telah berkumpul. Tapi bukan untuk menyerang, melainkan bersiap untuk menghadapi serangan balik dari warga Walatra.

Warga Walatra tak habis pikir atas isu penyerangan (yang dihembuskan oleh “entah”) yang akan dilakukan oleh warga Walatra yang hanya berjumlah 20 orang laki-laki dewasa dan selebihnya hanya ibu-ibu, anak-anak di bawah umur, serta jompo dengan jumlah total tinggal 76 KK terhadap warga kampung kebun Babakan Tanara dan Malabar yang tentu secara jumlah dan kekuatan pun jauh lebih besar dibanding warga Walatra (yang ketika diserang pun hanya duduk diam menyaksikan kengerian atas kebrutalan massa PTPN VIII saat itu)

Kini, pukul 22:45, ketika kronologis ini dituliskan hingga pukul 02:28, suasana di lokasi pemukiman warga korban gempa jabar 2009 yang ditempatkan di Walatra, dalam keadaan mencekam, dan traumatik. Berkumpul di antara puing-puing rumah. Wajah memar dan perih akibat luka. Sama seperti ketika nyawa mereka terancam oleh bencana gempa 2 tahun yang lalu.

Pangalengan, 27 Juli 2011


 


DAFTAR KERUGIAN FISIK WARGA WALATRA ATAS TINDAKAN PERUSAKAN MASSA PTPN VIII MALABAR


(Senin, 25Juli 2011)
















































































































































































































no



Nama dan usia pemilik rumah



Jenis rumah



Luas



kerusakan



Jumlah penghuni



Perabot rumah



Kerusakan lain



hilang



rusak



1.



Cahya (32th)



Panggung



4x6



Dinding dan atap



4 orang



-



Perabot dapur, prangkat makan, tv 14”



-



2.



Pa Udis (56)



Panggung



4x6



Dinding dan atap



3 orang



Asbes dan kaca



Perabot dapur, prangkat makan, tv 14”



-



3.



Feri (45)



Pangung



4x6



Dinding dan atap



5 orang



Asbes dan kaca



prangkat makan



Pagar dan tanaman kentang 140 m2



4.



Ade Yono (40)



Semi tenda



4x7



Dinding



6 orang



Pompa air



Perabot dapur, perabot rumah, prangkat makan,



-



5.



Jek (40)


   

3 orang


  

Tanaman kentang 140 m2



6.



Cucu (35)



Pangung



4x6



Total



3 orang



-



Total



-



7.



Asep (40)



Semi tenda



4x7



Hancur total



5 orang



-



Total



-



8.



Ma Engkom (71)



Semi Tenda



4x7



Hancur total



1 orang



-



Total



-



9.



Ibu Alit (40)



Pangung



3x5



Dinding dan kamar mandi


 

-



-



-



10.



Ibu Nung (40)



Panggung



8x6


+


3x3



Kaca dan dinding



3 orang



Besi plat dan alumunium



Tempat tidur



Kandang ternak domba 8x7, tanaman kacang 140 m2



11.



Endo (26)



Pangung



4x6



Dinding



3 orang



-



-



-



12.



Pak Enje (65)



Semi Tenda



4x7



Roboh



3 orang



-



-



Tanaman kentang habis



13.



Pak Amir (60)



Panggung



8x6



-



3 orang



-



-



Tanaman kentang habis



14.



Ujang S (40)



Semi Tenda



4x4



-



 4 orang



-



-



Tanaman kentang 140 m2



15.



Ayi Ating (35)



Panggung



6x6



Dinding



5 orang



-



-



-



16.



Surya



Semi permanen



6x6



Total



5 orang



Uang Rp. 1.580.000,-


Wajan, dan barang dagangan



Total



Kandang sapi, 2 ekor sapi luka-luka, bio gas.



17.



Mak Cucu



Panggung



3x5



Dinding



2 orang



Barang dagangan



-



warung kelontong



Catatan:

-          Biaya pembangunan rumah: panggung Rp. 900.000,-/ m2, semi tenda Rp. 300.000,-/ m2

-          Semi tenda (kerangka dari kayu, dinding dengan bilik, namun atap dari terpal)

-          Biaya tanam kentang Rp. 100.000,-/14 m2

Disusun oleh warga walatra pada hari Rabu, 27 Juli 2011 pukul 09:10 WIB


 


[slideshow]

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 Berkawan untuk MelawanTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.