Translate

TOLAK RUU PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Pernyataan Sikap Yayasan LBH Indonesia Tentang perampasan tanah dengan RUU Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, disampaikan Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia Alvon Kurnia Palma, SH dan Abdul Kadir Wokanubun, SH masing-masing sebagai wakil ketua dan direktur advokasi dan kampanye, Rabu (23/3).

Pernyataan sikapnya sebagai berikut:

Modus perampasan hak atas tanah rakyat marak terjadi di negara ini, mulai pada jaman Orde Baru hingga sekarang. Berbagai bentuk perampasan dan pencaplokan tanah-tanah rakyat dengan mengatasnamakan Pembangunan demi kepentingan umum, namun faktanya pembangunan yang dimaksud hanya untuk kepentingan segelintir orang-orang yang disekeliling pemegang tampuk kekuasaan (negara) & yang punya modal (swasta).

Konsepsi Pembangunan untuk kepentingan umum kemudian ditafsirkan dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 yang dirubah dengan Perpres Nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pada awalnya sangat ditentang oleh masyarakat banyak.

Saat ini Perpres tersebut bermetamorfosa menjadi RUU Pengadaan tanah Untuk Kepentingan Umum.

DPR-RI melalui Surpres Nomor R-98/Pres/12/2010 tertanggal 15 Desember 2010 menyerahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Dalam Surpres ini Presiden memerintahkan Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala BAPPENAS secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri mewakili pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang ini.

RUU ini disahkan menjadi Prolegnas prioritas tahun 2011 pada tanggal 14 Desember 2010 oleh Ketua DPR-RI Marzuki Alie melalui Keputusan DPR-RI Nomor 02B/DPR RI/II/2010-2011 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2011, dan Saat ini RUU tersebut sementara di bahas di DPR RI.

RUU Pengadaan Tanah mempunyai anatomi Judul, Konsiderann sosiologis, philosophis dan batang tubuh. Sedangkan batang tubuh terdiri dari XI BAB dan 73 pasal.

RUU ini secara umum mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan untuk kepentingan umum dan kepentingan usaha swasta (vide pasal 4 RUU).

Pengaturan pengadaan tanah sebagaimana disebutkan dalam pasa 4 RUU tersebut mempunyai tahapan proses yang mirip yakni meliputi adanya proses pengadaan tanah yang apabila untuk kepentingan umum lebih menditeil jika dibandingkan untuk kepentingan swasta.

Adapun RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang baru ini juga menyimpan potensi masalah yang cukup mengkhawatirkan & pemaksaan kehendak Negara yang kecenderunganya akan terjadi pelanggaran HAM.

RUU Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum lahir di tengah konflik pertanahan yang tak berkesudahan.

Yayasan LBH Indonesia dengan 15 kantor LBH melalui catatan akhir tahun 2010, menangani sebagian besar konflik agraria, dengan jumlah 3.406 kasus, yang melibatkan pemegang tampuk kekuasaan (negara) & yang punya modal (swasta) , maka sudah bisa di pastikan ketika RUU ini menjadi UU eskalasi konflik pertanahan semakin massif dan tentunya rakyat yang menjadi korban.

RUU Pengadaan tanah untuk kepentingan Umum merupakan alat legitimasi perampasan tanah rakyat tanpa adanya jaminan perlindungan hak milik, mengingat RUU ini mensyaratkan kepemilikan dengan bukti sertifikat yang menjadi dasar ganti rugi.

Padahal, sebagian tanah rakyat yang ada di Indonesia tidak beralaskan sertifikat, hanya mengandalkan kebiasaan-kebiasaan lokal dengan batas-batas alam.

Berdasarkan itu, Yayasan LBH Indonesia yang konsern terhadap HAM, Hukum dan Demokrasi menyatakan sikap :

1. Menolak RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan yang sedang dibahas oleh Pansus DPR-RI;

2. Menghentikan pembasan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan oleh Pansus DPR-RI. *en*

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright © 2012 Berkawan untuk MelawanTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.