Pada tanggal 15-17 Desember 2011 yang akan datang, di Jenewa, Swiss akan dilaksanakan pertemuan ke-8 Pertemuan Menteri dari negara-negara anggota WTO. Setelah melalui banyak pertemuan menteri yang tidak berhasil menghasilkan kesepakatan dan negosiasi hampir 10 tahun ini, ekspansi WTO sedang berada di persimpangan jalan. Secara terus menerus, negara-negara berkembang mencoba untuk memajukan isu kunci-nya dan mendesak diperbaikinya ketidakseimbangan yang ada di dalam WTO. Pemerintah negara kaya sepertinya akan mengemas ulang liberalisasi dan tuntutan akses pasar untuk kepentingan perusahaan mereka, sebagaimana dikenal dengan isu abad 21.
Pada saat bersamaan, munculnya krisis keuangan global, krisis pangan, krisis ekonomi, dan krisis lainnya – dimana peraturan WTO mengenai privatisasi dan liberalisasi berkontribusi atas krisis-krisis ini, dan gagal untuk mengatasi krisis-krisis tersebut, hal ini mencerminkan persoalan serius yang ada di dalam model globalisasi saat ini yang telah dikonsolidasikan WTO secara global.
Pekerjaan dalam skala nasional merupakan pekerjaan yang paling pokok untuk melakukan perubahan, dengan mendesak pemerintah untuk tidak menerima tuntutan akses pasar baru dari AS dan UE, dan melanjutkan untuk menuntut agenda pembangunan di WTO.
Aksi protes serentak akan dilaksanakan pada tanggal 15 Desember di Indonesia dengan AGRA dan di Pilipina dengan Kilusang Magbubukid ng Pilipinas (KMP), Pamalakya, Amihan, UMA, Anakpawis, PUMALAG, NNARA-youth, Sinagbayan dan aktivis politik di Kongres akan melaksanakan “Rural Peoples’ Street Conference against WTO” di depan Kedutaan AS.
APC dengan dukungan dari OWINFS, akan mengirim Koordinator Kampanye KMP untuk bergabung dengan kegiatan OWINFS selama pertemuan menteri WTO di Jenewa dari tanggal 14 Desember hingga 18 Desember.
Tentang WTO
Evaluasi Sejarah WTO
Pembangunan IMF dan Bank Dunia untuk memulihkan ekonomi setelah perang dunia kedua – tahun 1944
Dibangun GATT untuk melakukan ekspansi perdagangan dunia. Tahun 1947 dimulai dengan 23 negara dan berkembang menjadi 123 negara pada tahun 1994 setelah 8 kali pertemuan selama 45 tahun.
WTO digunakan untuk perdagangan antar negara. Perdagangan adalah untuk mencari keuntungan. Perdagangan antar negara yang tidak seimbang/setara akan menguntungkan negara yang berdominasi atau lebih kuat.
Makanan merupakan hak asasi manusia. Pertanian di Asia merupakan cara hidup bagi 68% rakyat Asia. 90% dari produk pertanian dikonsumsi domestik dan 10% di perdagangkan secara internasional. Aturan yang mengatur untuk 10% hasil produksi pertanian yang diperdagangkan secara internasional, tidak bisa diaplikasi terhadap 90% hasil pertanian yang dikonsumsi secara domestik.
Komposisi umum kesepakatan WTO
- Kesepakatan liberalisasi berbagai sektor
- Kesepakatan berbagai aspek fasilitasi perdagangan
- Pendirian WTO dan mekanisme penyelesaian sengketa/konflik
Cakupan umum kesepakatan WTO
- Cakupan tradisional GATT pada produk industri
- Ekspansi ke tekstil dan pertanian
- Ekspansi ke wilayah non perdagangan – jasa, aturan investasi, paten dan HAKI
- Ekspansi ke wilayah non perdagangan – liberalisasi investasi, kebijakan kompetisi, usaha, fasilitasi/kemudahan perdagangan
Kesepakatan mengenai pertanian/Agreement on Agriculture (AoA)
- AoA sangat kontroversial karena sangat jelas merupakan kesepakatan yang tidak adil dan berdampak sangat mendasar bagi negara berkembang
- Negosiasi adalah disekitar tiga hal:
- Dukungan domestik
- Subsidi ekspor dan akses pasar (penurunan bea cukai)
- Hijau (penyimpangan non perdagangan), kotak kuning dan biru (pengecualian EU untuk pembatasan produksi)
Dukungan domestik:
- Subsidi tidak seimbang antara negara berkembang dan negara maju. Petani AS mendapatkan subsidi $500 per hektar, sementara jutaan kaum tani di Asia tidak mendapatkan subsidi bahkan sekali dalam hidup mereka
- Subsidi kotak biru dan kotak hijau di barat akan semakin memperkuat perdagangan negara maju, meskipun dilakukan pemotongan subsidi secara bertahap.
- Negara maju selalu bisa merubah alokasi subsidi mereka dari satu produk ke produk yang lain
Subsidi ekspor
- Pengurangan alokasi anggaran negara maju 36%, dan negara berkembang 24%, sementara pengurangan jumlah subsidi ekspor adalah 21% untuk negara maju dan 14% untuk negara berkembang
- Negara dengan subsidi yag besar diuntungkan dengan pengurangan sederhana ini sementara negara berkembang dicegah untuk memberikan subsidi baru
Terdapat bukti peningkatan subsidi ekspor oleh negara maju setelah mereka menandatangani AoA.
Beberapa fakta tentang subsidi
Persentase subsidi yag diberikan oleh beberapa negara
Negara | Persentase |
Jepang | 72,5 |
Kolombia | 54 |
Korea | 61 |
Eropa | 37 |
Amerika | 23-80 |
Cina | 34 |
Pakistan | 26 |
India | 3 |
- AS memberikan $550 per hektar
- Rata-rata per petani adalah $28.000
Bagaimana kita akan menerima kaum tani yang mendapatkan subsidi 3% dapat berkompetisi dengan petani yang mendapatkan subsidi 80%
Akses pasar (pengurangan bea cukai)
- India menurunkan bea cukai dari 250% menjadi 15%, namun AS tetap mempertahankan 244%, UE 213%, Jepang 388%, Kanada 360%. Bahkan jika negara-negara maju ini mengurangi bea cukainya 36%, bea cukai yang mereka gunakan masih tinggi.
- India telah meliberalisasikan 1420 hasil pertanian bahkan sebelum tenggat waktu kesepakatan
- Keuntungan perdagangan internasional India hanya 0,4%. Peningkatan ekspor hanyalah mitos
Perdagangan yang berhubungan dengan HAKI
- Hak paten atas SDA, hasil pertanian, benih dan sistem serta praktik pengetahuan tradisional dimiliki oleh MNC
- Peraturan mengenai benih di amandemen untuk membuka investasi TNC
- Atas nama paten, seluruh penelitian pertanian kita akan dikontrol oleh pasar
- Investasi pada jasa, keramah-tamahan dasar akan mengarah pada bencana
Keadaan WTO saat ini
- Telah melaksanakan 8 kali pertemuan menteri, namun gagal untuk mencapai kesepakatan
- Melaksanakan pertemuan menteri terbatas, namun gagal mendatangkan konsensus
Daftar pertemuan menteri WTO yang gagal
1 | Singapura | 1996 |
2 | Jenewa | 1998 |
3 | Seattle | 1999 |
4 | Doha | 2001 |
5 | Cancun | 2003 |
6 | Hong kong | 2005 |
7 | Jenewa | 2007 |
8 | Jenewa | 2009 |
0 komentar:
Posting Komentar